Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tentang Kucing: Yang Disiksa, Yang Dicinta

23 Maret 2021   18:58 Diperbarui: 23 Maret 2021   19:46 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Franklin Denson Praytor ketika mengobati Mis Hap (Foto: news.usni.org)

Semasa remaja, saya merawat seekor kucing. Namanya Sri. Bulunya berwarna kuning dan putih. Ia pintar dan lucu. Jika saya tiba di rumah, ia mendusel-dusel di kaki saya. Begitu sepatu lepas dari kaki, Sri langsung melompat ke pangkuan.

Sri awalnya kucing liar. Saya menemukannya di ladang di belakang rumah. Kakinya pincang. Ada darah di perut bagian samping kiri. Saya bawa ke rumah. Saya rawat. Kakak dan adik saya juga senang bercanda bersama Sri.

Hanya lima bulan. Memasuki bulan keenam, pada satu siang yang panas, Sri tidak ada. Saya cari ke mana-mana. Ia raib entah di mana. Dua hari kemudian, Arung, adik saya, mengajak saya ke kebun. Di rumpun bambu, di tempat saya menemukannya, Sri berbaring untuk selamanya. Kaki patah, perut sobek.

Setiap mendengar ada kucing yang disiksa orang, hati saya melaung. Kadang kepala saya sarat tanda tanya. Kenapa ada manusia yang sebegitu tega menyiksa binatang? Pada saat lain, kepala saya penuh jawaban. Malahan ada manusia yang tega menyiksa sesama.

November 2019. Sila, seorang pencinta kucing di Pontianak, mondar-mandir mencari Bunga. Sang kucing kesayangannya baru berusia empat bulan. keesokan harinya, dilansir Kompas.com, Bunga pulang. Ia kembali dengan mata sebelah kanan terluka.

Sebulan sebelumnya, Oktober 2019, jagat mayantara heboh. Seseorang di Tulungagung menyiksa seekor kucing. Si kucing dicekoki ciu. Si kucing mabuk. Teler habis. Kemudian, mati. Ginjal dan hati sang kucing rusak.

Desember 2019. Seekor kucing tergantung di pohon. Mati. Peristiwa mengenaskan itu terjadi di Bali. Media sosial kembali gaduh. Kabar yang bermula dari unggahan foto di Facebook akhirnya viral. Syahdan, si pengunggah mengaku kesal lantaran sembilan merpati hilang tanpa jejak.

9 Maret 2021. Dua orang berdebat gara-gara kucing. Perdebatan sengit itu terjadi depan sebuah sekolah. Yang satu tidak suka kucing berkeliaran di sekitar sekolah, yang satu mengingatkan agar tidak menyiksa binatang. Video itu viral, seperti dilansir Kompas.tv.  

Pada sisi lain, hati saya juga sering benar digelimuni rasa haru. Perasaan haru muncul acapkali saya baca kisah menarik tentang kucing.

Tercatat pula riwayat Franklin Denson Praytor di news.usni.org. Ia anggota Divisi Marinir AS. Pada tahun 1952, Frank diterjunkan ke Perang Korea. Tatkala bertugas sebagai koresponden tempur di Divisi Marinir I, Frank menyelamatkan dua ekor bayi kucing. Induk kucing itu mati terkena pecahan  mortir.

Sebuah foto mengabadikan bagaimana Frank mengobati seekor kucing yang ditolongnya. Foto itu viral pada masanya. Sebanyak 1.700 koran mengabarkan betapa telaten Frank meneteskan obat dan memberikan makan pada Mis Hap, sang kucing piaraannya.

Gara-gara Mis Hap, Frank terkenal. Dalam sebuah wawancara pada tahun 2009, ia menceritakan pengalaman uniknya kepada U.S. Naval Institute.

"Saya menerima surat dari gadis-gadis dari seluruh penjuru negeri. Mereka ingin saya nikahi," ujar Frank. Dia tertawa. "Saya bahkan mendapat tawaran menikah dari beberapa lelaki."

Sebagai seorang koresponden, ia sering mengabadikan sendiri peristiwa yang dilihatnya. Salah satu foto ia ikutkan kompetisi. Ia menang sehingga mesti pulang ke Amerika untuk menerima hadiah. Setiba di Amerika ia diadili lantaran membocorkan foto tanpa seizin militer.

"Anak kucing kecil itu telah menyelamatkan hidupku," tutur Frank Praytor.

Ada pula kisah yang ditulis oleh Shinta Febriany. Mitos Kucing judulnya. Ia berkisah tentang kucing yang dipercaya pemiaranya, seorang lelaki, untuk menjaga bayi. Lelaki itu mesti ke luar rumah sejenak. Ia percayakan bayinya kepada kucing kesayangannya. Kisah itu dimuat di rubrik Literasi Koran Tempo Makassar (22/3/2013). 

Ketika sang tuan pergi, seekor ular berbisa melintas di dekat sang bayi. Kucing marah. Ia serang ular berbisa itu hingga mati. Darah ular berceceran di dekat sang bayi. Ketika lelaki kembali ke rumahnya, ia kaget bukan kepalang melihat darah di kasur bayinya. Lebih kaget lagi, ia mengira bayinya telah mati.

Lantaran terdesak rasa marah, sang lelaki membunuh kucing kesayangannya. Beberapa jenak kemudian, sang bayi terbangun. Ayahnya girang bukan main, lalu mengangkat dan memeluk si bayi. Bangkai ular yang tercabik terlihat olehnya. Ia menangis, meraung, melolong. Ia sedih karena membunuh kucing yang telah menjaga anaknya dengan baik.

Begitulah. Kucing ada di sekitar kita, di dekat kita. Ada yang disiksa, ada yang dicintai. [kp]

Catatan: artikel ini saya anggit untuk mengenang kepergian Sri Mudita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun