Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bapak Daripada, Kuningisasi, dan Kebrutalan Pengistilahan Rezim Orba

13 Maret 2021   10:43 Diperbarui: 13 Maret 2021   11:26 999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suharto dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia (Foto: Kompas/Pat Hendranto)

Itulah sebabnya mengapa keberanian Badudu mengkritik cara berbahasa penguasa, termasuk Bos Besar dari Kerajaan Cendana, melegenda hingga sekarang. Pendekar bahasa yang jejaknya patut diteladan, ditiru, atau dicontoh. 

Bagaimana dengan kondisi hari ini? Kesalahan berbahasa tetap saja marak. Pendekar bahasa seperti Pak Badudu bisa dihitung jari, sekalipun sarjana bahasa diwisuda setiap tahun. Kalaupun ada yang bertahan, mereka rata-rata dianggap "kurang kerjaan".

Hasilnya buruk. Kompleks dan bangunan bernama asing muncul di mana-mana. Pejaten Village, misalnya, dianggap sebagian orang lebih keren dibanding Dukuh Pejaten. Eifel yang jauh di seberang lautan kita sebut "menara", menara telekomunikasi di depan mata kita namai "tower". Begitu keluh Holy Adib, pendekar bahasa yang tengah naik daun.

Jika pada masa Orde Bara ada "Bapak Daripada", hari ini banyak orang yang layak disemati gelar "Bapak Keminggris". [kp]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun