Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Artikel Bloger di Kompasiana Dicuri Jurnalis Garong

11 Maret 2021   07:57 Diperbarui: 11 Maret 2021   08:38 1222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkap layar artikel Sigit Eka Pribadi

Alah, tulisan abal-abal, bloger hanya beropini, pendapat pribadi melulu. Begitulah cara segelintir orang menanggapi tulisan bloger. Meremehkan. Merecehkan. Berbeda jikalau satu kabar atau opini muncul di koran atau portal daring. Sudah lewat saringan redaktur, pasti terukur.

Memang tidak sedikit orang yang memandang sebelah mata keberadaan bloger. Mereka yang berpaham demikian memang tidak mau tahu seberapa pelik bloger memikirkan konten, menata bingkai opini, menyisir dan menyasar data, menggali dan mengolah fakta. Mereka tidak mau tahu.

Bahkan seandainya data atau fakta itu disajikan bersama analisis yang tajam, mereka tetap akan tutup mata atas kerja keras bloger. Lucunya, mereka santai-santai saja apabila ada tulisan bloger yang dijiplak habis-habisan oleh jurnalis garong. Mana saringan redaktur? Koplak!

Tidak. Saya tidak sedang bergurau. Pencurian karya intelektual bloger bukan sekali-dua kali. Uh, sering sekali. Saya sendiri pernah mengalaminya. Tulisan saya dijadikan barang mainan belaka. Hanya rombak judul, itu pun sedikit, lalu tayang.

Apakah ada jurnalis garong yang memaling tulisan bloger? Ada. Mereka mencomot ide bloger, comot mentah-mentah, lalu mengakuinya sebagai karya sendiri. Cuma bermodal bongkar pasang judul dapat klik. Hanya mengganti satu-dua kata dapat pembaca. Bangsat, kan?

Kali ini saya akan mendongeng tentang jurnalis garong yang mencuri buah pikir bloger. Baru saja terjadi. Tulisan yang diplagiat adalah karya narablog Sigit Eka Pribadi. Masih gres, masih segar. Baru terjadi dua hari lalu.

Ini judul artikel gubahan Sigit: 

Frasa "Agama" Bakal Dihapus, Diganti "Akhlak dan Budaya", Duhai Kemendikbud, Mas Nadiem?

Sekarang bandingkan dengan judul berita di bawah ini.

Mata Pelajaran Agama Akan Dihapus Jadi Pendidikan Akhlak dan Budaya, Kok Bisa Diganti Mas Nadiem?

Mata Pelajaran Agama akan Diganti jadi Pendidikan Akhlak dan Budaya? Kok Gitu Mas Nadiem?

Mata Pelajaran Agama akan Diganti jadi Pendidikan Akhlak dan Budaya? Kok Gitu Mas Nadiem?

Bandingkan antara judul artikel Kompasianer Sigit dengan tiga judul berita di tiga portal di atas. Hanya kutak-katik kata. Hanya mengubah posisi. Hanya mengganti diksi. Bebal banget, sih!

Pangkal soalnya bermula dari unggahan di portal bangka.tribunnews.com. Dari sana pencurian itu merajalela. Terjadilah maling massal. Mengapa saya sebut pencurian? Alasan saya sederhana. Redaktur tiga portal di atas tidak meminta izin kepada penulis, dalam hal ini Kompasianer Sigit.

Kenapa saya tuding mencuri? Perbuatan mengambil milik orang lain tanpa izin atau tidak sah berarti mencuri. Masih berteman dengan memaling, menggarong, atau merampok. Mencuri, ya, biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Seperti kasus artikel Sigit di atas.

Lo, tunggu dulu. Di bawah artikel kan dicantumkan nama Sigit dan ada penaifan (disclaimer) di mana pertama kali artikel itu ditayangkan. Memang betul. Namun, itu argumen dangkal. Akal-akalan. Kilah yang dibuat-buat. Apakah Sigit sudah mengizinkan tulisannya dimuat di portal ente?

Selama redaktur tidak meminta izin kepada penulis, selama penulis tidak mengizinkan artikelnya dimuat, selama itu pula dapat dinamai sebagai pencurian karya intelektual. Bung, apakah Anda pikir Sigit tidak memeras otak untuk menulis artikel itu?

Kalau memang mau menayangkan artikel orang, siapa pun itu, belajarlah memakai etika. Intelek, dong. Jangan kayak penyamun di sarang pencuri. Hubungi penulisnya. Minta izin baik-baik. Bilang akan menyebut sumber. Tayangkan narasumber di bagian atas, bukan di buntut tulisan.

Berawal dari satu portal, akhirnya terjadi pencurian massal. Dapat kita bayangkan alangkah masif pengkhianatan atas kecendekiaan. Bolehlah malas dan tetap ingin menangguk cuan, boleh, asalkan jangan malas meminta izin kepada pemilik tulisan. Elegan, dong!

Kalau kalian enggan dicap pencuri, tolonglah belajar menghormati hak milik orang lain, termasuk properti intelektual. Jangan begitu, Kawan. Hanya karena penulis tidak memperkarakan bukan berarti tabiat konyol bisa terus dibiarkan. Stop tipu-tipu pembaca!

Jadi, tidak usah berdalih nama penulis dan sumber tulisan dicantumkan pada akhir tayangan. Itu omong kosong. Dusta besar. Selama kalian tidak meminta izin kepada bloger yang tulisannya kalian caplok, selama itu pula kalian layak disebut jurnalis garong. Marah? Silakan!

Saya ingatkan baik-baik pun belum tentu kalian dengarkan. Kuping sudah membatu niscaya sulit diberi tahu. Yang pasti, Kawan, saya punya bukti bahwa para pencuri properti intelektual di atas tidak meminta izin kepada bloger Sigit. Kompasianer itu sudah saya hubungi, kok.

Hargailah jerih pikir orang lain. Kalau pemalas, jangan menjadi redaktur. Oke? Jadi, stop tipu-tipu pembaca dan "menggarong otak bloger". [kp]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun