Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Misteri Kematian Marsinah, Jejak Kekejaman Orde Baru

10 Maret 2021   12:07 Diperbarui: 10 Maret 2021   12:15 1679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendera Marsinah berkibar di tangan kaum buruh (Foto: Kompas.com/Priyombodo)

Pamungkas dalam bukunya, Kekerasan Penyelidikan dalam Kasus Marsinah (2010: 83), memuat fakta temuan tim pencari fakta yang dibentuk oleh YLBHI. Hasil investigasi menyatakan bahwa ditemukan sejumlah indikasi kekerasan fisik terhadap sembilan tersangka.

Pangdam V Brawijaya Mayjen Imam Soetomo mengakui adanya kesalahan prosedur. Menurut Imam Soetomo (Forum Keadilan Nomor 5 Tahun IV, 22 Juni 1995), Dan Intel mestinya hanya melakukan pemeriksaan untuk penyelidikan, bukan penyiksaan. Itu pun harus dilakukan bersama tim gabungan.

Persidangan para tersangka pun dinilai janggal oleh banyak pengamat. Yudi Susanto mengajukan permohonan praperadilan. Hakim Soewito mengabulkan permohonan itu. Yudi dinyatakan bebas dari segala tuduhan. Meski begitu, ia kembali ditangkap di halaman Mapolda Jatim.

Kejanggalan lain, para tersangka menolak BAP. Pengamat hukum juga heran karena dua pembantu Yudi, Susianawati dan Lasmini, dijadikan tersangka. Padahal, sebelumnya sebatas saksi. Mereka didakwa menyaksikan Marsinah digotong ke kamar majikan dan ikut membersihkan darah korban.

Akhirnya, para terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan setelah menang kasasi di MA. Hakim Adi Sucipto Andojo menyatakan sembilan terdakwa terbukti tidak melakukan pembunuhan atas Marsinah. Sang hakim pun daulat sebagai hakim teladan karena berani menentang penguasa.

***

Marsinah hanya memperjuangkan nasih dirinya dan kawan-kawannya. Ia hanya bersikap kritis atas pengusaha dan penguasa yang bertindak sewenang-wenang. Memperjuangkan hak bukan sesuatu yang haram. Faktanya, nyawa Marsinah "dihilangkan".

Lantas siapa yang telah mengambil hak hidup Marsinah? Hingga saat ini masih berupa misteri. Meski begitu, kematian Marsinah justru mengobarkan semangat perlawanan kaum buruh. Nyawa memang menjadi taruhan, tetapi hak dan harga diri tidak boleh dibiarkan terus diinjak-injak.

Setelah Marsinah mangkat, korban lain dari kalangan buruh kembali berjatuhan. Penguasa yang otoriter mengambil paksa nyawa buruh, mengambilnya secara diam-diam, dan kasusnya berakhir di dalam peti es. Tidak ada satu pun kasus buruh yang tuntas.

Petrus meninggal pada 29 Januari 1994. Ia seorang buruh PT Indocement yang getol melawan ketidakadilan. Titi Sugiharti yang gemar membela kepentingan buruh PT Kahatex Bandung, satu contoh lagi, meninggal pada 30 April 1994 tanpa ketahuan siapa pelakunya.

Pada akhirnya, misteri kematian Marsinah tidak pernah tersibak. Bahkan hingga hari ini. [kp]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun