Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Misteri Kematian Marsinah, Jejak Kekejaman Orde Baru

10 Maret 2021   12:07 Diperbarui: 10 Maret 2021   12:15 1679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendera Marsinah berkibar di tangan kaum buruh (Foto: Kompas.com/Priyombodo)

Bagi pemerintah Orde Baru, kaum buruh mesti mengambil peranan penting dalam pembangunan. Kebijakan pun disusun secara sistematis. Setiap kasus buruh yang mencuat ke permukaan pun tidak pernah diusut dengan tepat hingga tuntas. Kasus Marsinah di antaranya.

Setidaknya ada tiga hal yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru untuk menekan kaum buruh. Upah rendah, jam kerja tidak beraturan, dan keterbatasan berkumpul dan berserikat. Kaum buruh boleh berserikat, tetapi hanya satu yang diakui oleh pemerintah. Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Selebihnya, tidak diakui.

Manakala kaum buruh berunjuk rasa demi memperjuangkan kenaikan upah, mereka akan berhadapan dengan pentungan. Bahkan, kematian. Kaum buruh ditakut-takuti dengan ancaman penangkapan, pemenjaraan, dan pembunuhan.

Itulah yang dihadapi oleh Marsinah. Ia berjuang demi upah sesama buruh, tetapi nasibnya amat nahas. Hidupnya berakhir pada kematian. Bahkan setelah mangkat pun, Marsinah tidak pernah mendapatkan keadilan. Terlalu banyak rahasia, terlalu banyak misteri.

Mengenal Marsinah

Marsinah lahir pada 10 April 1969. Kala usia tiga tahun, ibunya wafat. Ia pindah ke rumah bibinya, Sini, di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Di sana ia diasuh oleh neneknya, Pu'irah. Anak kedua dari tiga bersaudara itu sejak kecil terkenal giat bekerja.

Sepulang sekolah, ia ke sawah untuk mengantar makanan bagi pamannya. Setiba di rumah, jika tidak belajar, ia pasti ada di dapur untuk membantu bibinya memasak. Begitu terus setiap hari. Setamat SMP, ia mondok di dekat sekolahnya. SMA Muhammadiyah Nganjuk, di sanalah ia menamatkan sekolah menengah.

Marsinah remaja ingin sekali menjadi guru. Cita-citanya ingin kuliah di IKIP. Sayang sekali, bibi dan pamannya tidak mampu membiayainya. Ia pantang menyerah. Merantau ke kota, bekerja, mengumpulkan uang untuk kuliah. Begitulah harapannya.

Ia ingin sekali kuliah di IKIP. Biar jadi guru. Akan tetapi, dari mana uang untuk biaya kuliah? Pada masa itu, biaya kuliah di perguruan tinggi sangat mahal. Marsinah terpaksa merantau agar bisa bekerja.

Sebelum merantau, Marsinah mengirim banyak surat lamaran ke berbagai perusahaan di Sidoarjo, Mojokerto, dan Surabaya. Nasib baik berpihak kepadanya. Ia diterima bekerja di sebuah perusahan sepatu ternama di Surabaya.

Putri pasangan Mastin dan Sumini itu menjadi perempuan pertama di keluarganya yang bekerja sebagai buruh pabrik. Karena beberapa alasan, ia pindah ke pabrik arloji di kawasan industri Rungkut. Prestasinya tokcer. Itu sebabnya ia kemudian dimutasi ke Porong, Sidoarjo. Di sana ia menjadi perintis cabang perusahaan yang baru dibuka.

Seraya bekerja, Marsinah terus belajar. Semangatnya untuk kuliah tidak pernah padam. Saat luang ia gunakan untuk kursus komputer dan bahasa Inggris. Ia mahir menggunakan Lotus dan Word Processor. Ia juga rajin membaca, bahkan mengkliping berita.

Marsinah Menggugat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun