Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kata Pak SBY: Akal Sehat Mati, Demokrat Dibeginikan

6 Maret 2021   13:27 Diperbarui: 6 Maret 2021   13:36 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Susilo Bambang Yudhoyono (Foto: Dok. Partai Demokrat)

Kalau hanya dongkol, rasa kesal biasanya dipendam di dalam hati. Kadang malah bibir tersenyum dan mata berbinar-binar. Namun, di dasar hati, rasa kesal yang membatu sampai-sampai berasa ingin mengais-ngais aspal. Begitulah biasanya roman Susilo Bambang Yudhoyono.

Sekarang tidak lagi. Purnawirawan jenderal angkatan darat itu tidak hanya mangkel dan dongkol. Beliau sudah sewot. Saking sewotnya, lidah beliau menari tiada henti. Sikap tenang dan waspada, kadang terkesan lamban dan ragu, sekarang berganti jengkel beserta kata-kata laksana pedang.

Moeldoko gara-garanya. Apalagi kalau bukan kasus kudeta Demokrat. Episode baru kudeta telah tayang kemarin. Moeldoko, mantan Panglima TNI semasa SBY menjabat Presiden, terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang. Pantas jika SBY kesal sekali.

Bagi SBY, Moeldoko seperti anak buah yang menikam dari belakang. Semacam teman yang tiba-tiba menggunting dalam lipatan. Laksana sahabat yang dikasih hati meminta jantung. Singkat kata, di mata SBY, Moeldoko benar-benar tidak tahu berterima kasih.

Ketika kabar tentang dana hibah dari Pemprov Jatim menjadi cibiran warganet, renspons beliau tidak agresif. Biasa-biasa saja. Kalem sebagaimana SBY yang kita kenal selama ini. Kali ini tidak lagi. Moeldoko main tikung. Main rampas. Main bajak. SBY jelas belingsatan.

Moeldoko saat menyampaikan pidato politik di KLB Deli Serdang (Foto: Antara/Endi Ahmad)
Moeldoko saat menyampaikan pidato politik di KLB Deli Serdang (Foto: Antara/Endi Ahmad)
Agresivitas SBY setidaknya terlihat jelas melalui berbagai pernyataan yang beliau lontarkan.

Pertama, akal sehat mati. SBY kesal karena orang-orang terdekatnya dulu, orang-orang yang pernah bersama-sama dengannya membangun dan membesarkan partai, mendadak berdiri di seberang jalan dengan mengambil sikap melawan. Orang-orang pecatan itu menggelar KLB.

Syahdan, KLB Deli Serdang sangatlah jauh dari resmi sebab tidak memenuhi syarat kuorum guna menggelar kongres luar biasa. Selain itu, tidak mendapat "restu" dari beliau. Dengan demikian, KLB Deli Serdang tidak lebih dari balapan liar yang digelar oleh "pembalap pecatan".

Saking kesalnya, beliau menyatakan bahwa supremasi hukum dan demokrasi sedang diuji. Nah, ini alamat. Pertanda. Naga-naganya beliau akan memolisikan inisiator KLB Deli Serdang. Bukan apa-apa. Beliau sudah menyebut supremasi hukum. Frasa itu muncul setelah kalimat "kami kini berkabung, Demokrat berkabung, Indonesia juga berkabung". Begitu kutipan Kompas.com.

Kedua, tidak menyangka Partai Demokrat akan dibeginikan. Peran SBY jelas sangat signifikan bagi partai berlambang bintang tiga itu. Bersama SBY, Partai Demokrat pernah memenangi dua kali pemilihan presiden secara langsung. Bohong besar Demokrat akan sekeren itu tanpa SBY.

Tatkala Partai Demokrat dihajar gelombang korupsi yang membuat nama harum partai perlahan menjadi busuk, SBY turun tangan dan mengambil alih kursi ketua umum. Saking cintanya kepada Demokrat, SBY sampai-sampai abai pada fakta bahwa beliau kala itu tengah menjabat presiden.

Rasa memiliki yang tinggi pulalah alasan tersirat sehingga SBY membujuk putra sulungnya agar meninggalkan dunia militer. Artinya, menurut SBY, tidak ada kader partai yang layak jual. Marzuki Alie, mustahil. Andi Mallarangeng, sudah lewat. Andi Arief, cukup sebagai tukang mengoceh di medsos. Ibas, ah, kurang megah. Jadilah AHY yang beliau "karbit" untuk meneruskan kehebohan Demokrat.

Maka dari itu, dapatlah dimengerti apabila bendungan sabar SBY jebol. Beliau sampai mengungkit masa lalu. "Selama sepuluh tahun saya pimpin Indonesia ... [saya] tidak pernah mengganggu atau merusak partai lain," kata SBY sebagaimana dinukil oleh Kompas.com.

Ketiga, malu telah mengangkat Moeldoko selaku Panglima TNI. Masih soal nostalgia yang kini jadi nostalgila. SBY merasa sangat malu karena pernah memercayai dan memberikan jabatan yang sangat strategis kepada Jenderal Moeldoko.

Bukan hanya itu. SBY juga sepertinya belum bisa beranjak dari kenangan pahit. Sebelum menjadi Panglima, Moeldoko memang memangku jabatan selaku Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad). Itu pahit bagi ingatan SBY. Terang saja SBY kesal, sebab ia merasa dikhianati. Begitu ungkap cnnindonesia.com.

Maka wajarlah jika warganet bermurah hati memahami perasaan SBY. Semacam ikut prihatin. Tidak heran jika banyak netizen yang menahan diri untuk tidak ngomong macem-macem. Netizen turut berkabung. Sebagian malah menyebut Moeldoko sebagai "jenderal maling".

Terkait derita dan luka yang kini memamah hati mantan presiden, warganet bersikap budiman, arif, dan bijaksini. Tidak ada komentar seperti SBY seharusnya malu ketika "katakan tidak pada korupsi" berubah menjadi "katakan ya pada korupsi". Tidak ada yang menyebut-nyebut "Monumen Hambalang".

Begitulah sikap SBY terkait KLB Deli Serdang. Kalian tentu tahu bagaimana rasanya dikhianati. Ah, kopi tanpa gula tidak ada apa-apanya. Jadi, duhai warganet yang budiman, prihatinlah pada luka dan duka SBY. Jangan olok-olok beliau dengan menyorongkan masa lalu. Tuhan tidak suka! [kp]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun