Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

AHY dalam Balutan Politik Caper dan Baper

19 Februari 2021   08:34 Diperbarui: 19 Februari 2021   09:02 1356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi menerima kunjungan silaturahmi Agus Harimurti Yudhoyono, Jumat (15/6/2018), di Istana Bogor (Foto: Antara/Widodo S. Jusuf)

Namun, kemanjaan AHY sebenarnya bukan sepenuhnya kesalahan dirinya. Ada unsur dari luar dirinya yang berandil pada kelimpungan AHY di percaturan politik. Tengah asyik-asyik menjadi prajurit dengan karier menjanjikan, ia mundur dan terjun ke gelanggang politik. Kalah pula. Telak pula. Baru turun ke medan perang sudah dipaksa mengangkat bendera putih.

Rasa percaya diri yang terkikis akibat kekalahan di Pilgub DKI Jakarta belum pulih, ia sudah dapat warisan untuk menjadi Ketum Partai Demokrat. Kader lain berdarah-darah agar Partai Demokrat kembali tegak, AHY cukup dengan suara aklamasi sudah jadi Ketua Umum. Di dalam partai bisa saja karier AHY mulus, sebab ada beking di belakangnya yang siaga dengan sokongan penuh.

Itu pula sebabnya AHY memilih pantang mundur. Kadung basah, sekalian mandi. Kali ini istilah yang digunakan sungguh menterang. Bagai menabuh genderang perang saja. AHY meminjam cara pengistilahan militer: Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat alias GPK-PD. kurang garang apa coba!

SBY dan AHY (Foto: Instagram/Agus Harimurti Yudhoyono)
SBY dan AHY (Foto: Instagram/Agus Harimurti Yudhoyono)
Ajaibnya, AHY sebagai ahli waris dengan cekatan menerima warisan dari bapaknya. Setidaknya ada dua warisan strategi politik SBY yang diterapkan mentah-mentah oleh AHY lewat drama kudeta. 

Pertama, politik caper alias cari perhatian. Persis seperti dulu SBY menarik simpati rakyat: menempatkan diri sebagai orang yang dizalimi. SBY dizalimi Megawati, AHY dizalimi orang dalam Istana Negara.

Kedua, politik baper alias bawa-bawa perasaan. Jika SBY dengan kosakata "prihatin", AHY tegak dengan isitilah "pengambilalihan". Panggung politik dengan membawa-bawa perasaan seperti itu jelas amat rentan dari terpaan sakit hati. Bukan apa-apa. Semua tahu, termasuk yang awam politik, bahwa takada kawan yang abadi di dunia politik.

Dua taktik politik di atas, politik caper dan baper, murni khas SBY. Teoretis politik dunia, seperti Hobbes dan Locke, mesti sungkem kepada SBY atas temuan teori politik orisinal itu. Wajar jika AHY selaku anak biologis dan ideologis SBY menerapkannya tanpa prasyarat apa pun.

Dua strategi politik itu sudah berhasil mengantar SBY ke Istana Negara. Wajarlah jika AHY meniru dan menjiplaknya. Bahkan, seandainya Niccolo Machiavelli dan Jean-Jacques Rousseau main-main ke Cikeas, dua pakar teori politik itu mesti cium tangan kepada SBY atas kecanggihan politik caper dan politik baper. [kp]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun