Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Jangan Alergi Menulis Artikel Politik

25 Januari 2021   13:00 Diperbarui: 25 Januari 2021   13:04 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Kompasianer Penulis Berbalas

Tahu politik, kan? Anda pasti tahu. Semua sisi kehidupan kita bersinggungan dengan politik. Dunia sastra mengenal politik sastra. Dunia ekonomi mengenal politik ekonomi. Dunia politik praktis mengenal poli dan tikus yang dinikahkan menjadi politikus. Ini guyon, ya. Santai, Bro.

Sederhananya begini. Politik adalah cara, upaya, langkah, atau siasat yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai tujuan. Calon saudagar ikan teri harus mengenal dulu seluk-beluk ikan teri sebelum terjun ke pasar bebas ikan teri. Mula-mula mengenali jenis ikan teri, lalu membaca keinginan pasar.

O, bukan hanya itu. Calon pedagang ikan teri mesti tahu karakteristik pemuja teri. Rempeyek kurang maknyus tanpa ikan teri. Sambal ikan teri punya citarasa berbeda dibanding sambal lain. Nasi goreng bersimbah ikan teri juga punya kelezatan tersendiri. Tidak heran jika ikan dari famili Engraulidae itu punya peminat dari segala rupa latar belakang sosial.

Proses mengenali pernak-pernik ikan teri, membaca peta kompetisi penjual ikan teri, mencari metode pemasaran yang jitu, membangun jaringan pemasok, mengkaji prosek bisnis, menata sumber modal, dan menghitung untung rugi sudah merupakan bagian dari politik.

Bukankah politik adalah pilih-memilih calon pemimpin baru? Nah, itu sisi politik yang paling “gula” di antara bilik-bilik politik yang lain. Orang-orang menyebutnya politik praktis. Lo, apa pula itu? Secara ringkas, politik praktis adalah upaya yang dilakukan oleh organisasi politik dalam rangka menyusun dan menggunakan kekuatan politik.

Literasi politik di Indonesia mesti digalakkan segalak-galaknya. Tujuannya, supaya seluruh rakyat melek politik. Termasuk melek politik praktis. Tunggu dulu, banyak orang yang alergi politik. Ya, biarkan saja. Sekalipun seluruh rakyat Indonesia alergi politik, bukan berarti warta politik tidak boleh kita kabarkan.

Mengapa politik uang selalu laris pada tiap-tiap pertarungan politik praktis? Salah satu sebabnya karena banyak di antara kita yang belum melek politik. Ada yang melek, tetapi cenderung abai atau bermasa bodoh. Ada yang peduli, tetapi mengambil jarak (sekalipun bukan pada masa pandemi korona) dari panggung politik praktis. 

Di situlah ruang yang mesti diisi oleh para pewarta politik ataupun penulis artikel politik. Tanpa kehadiran warta politik yang bernas dan wawas (berbeda dengan mawas), publik makin buta politik. Makin banyak warga yang buta politik makin berbahaya cuaca di dunia politik dan makin oleh laju kapal dekmokrasi.

Elang Maulana (dulu Elang Salamina) harus berjibaku mengabarkan kondisi terkini dunia politik sebab seluruh sisi kehidupan kita diatur dan ditentukan oleh keputusan politik. Banjir memang bisa bermula dari hujan, tetapi pembabatan hutan tanpa kendali demi kepentingan oligarki bisa pula memicu banjir masalah. 

Fery Widyatmoko (dulu Fery W. dan F.Widyatmoko) mesti bergerak gesit memburu kabar terkini di dunia politik. Bukan apa-apa, lambat sedikit beritanya akan ditendang oleh media arusutama yang kerap berbalapan dengan detik dan menit. Meskipun berkibar di Kompasiana, sajian warta Fery Widyatmoko bisa bersisian dengan berita di media arusutama (kata bule, mainstream).

Dua sosok Kompasianer itu saja yang saya jadikan contoh, ya. Kalau disebut semua bakal habis 1500 kuota kata untuk satu artikel. Nah, ini juga politik. Terkait dengan jumlah kata, siapa pembaca yang disasar, bagaimana tingkat keterbacaan, dan peluang mendapat label dari Admin Kompasiana (yang terkesan angker di mata Bung Rudy Gunawan) juga ada hitung-hitungan politisnya. Hiks!

Bahkan, penggantian nama Elang Maulana dan Fery Widyatmoko pun merupakan proses politik. Ada alasan bermain di sana. Ada sebab sehingga terjadi pengubahan. Ada tujuan sampai-sampai nama akun diubah. Semua itu bagian dari politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun