Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Heboh Aturan Berjilbab di Sekolah Negeri

25 Januari 2021   05:00 Diperbarui: 25 Januari 2021   13:01 1192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Thinkstock via Kompas.com

Kasus teranyar di Padang, merujuk pada pendapat Kepala Disdik Sumbar, mengacu pada aturan yang diterapkan oleh Wali Kota Padang sejak tahun 2015. Dengan demikian, sumur sebabnya, ya, masih berkisar pada aturan.

Apakah makna aturan? Jika mengacu pada KBBI, makna aturan dalam butir kedua adalah cara, ketentuan, patokan, petunjuk, atau perintah yang telah ditetapkan untuk diturut. Jadi, jelaslah bahwa aturan selalu mengandung unsur perintag yang mesti diturut. Apabila ada pihak, dengan sengaja atau tidak, yang menyangkal aturan maka sanksi boleh jadi akan dikenakan.

Benarkah aturan penggunaan jilbab tanpa pandang bulu itu? Bagi sebagian pihak boleh jadi hal itu benar, sah-sah saja, atau sesuatu yang lumrah. Bagi pihak lain mungkin saja hal itu tidak bisa dibenarkan. Masing-masing pihak pasti punya argumentasi.

Namun, kita harus ingat bahwa Republik Indonesia punya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 4 ayat (1) tertera, “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif, dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultur, dan kemajemukan bangsa”.

Esensi pertama, demokratis. Dari ketentuan di atas jelaslah bawah aturan berjilbab bagi seluruh siswi, termasuk yang bukan muslimah, adalah perbuatan yang tidak demokratis. Mengapa demikian? Karena siswi yang tidak beragama Islam diatur agar menjalankan ketentuan agama yang berbeda dengan agama yang ia anut.

Selanjutnya, berkeadilan. Dengan demikian, penyamarataan jilbab jelas-jelas mengandung unsur tidak berkeadilan. Mengapa demikian? Karena kalaupun siswi yang nonmuslimahah mengenakan jilbab, boleh jadi ia merasa terpaksa. Mungkin pula merasa terzalimi, tetapi ia pendam di dalam hati.

Terakhir, tidak diskriminatif. Keharusan mengenakan jilbab sekalipun tidak beragama Islam tidak bisa dinafikan adalah tindakan diskriminasi. Hal itu tidak boleh dibiarkan terus terjadi. Anak masih sekolah sudah dicecoki perilaku intoleran. Hal sedemikian berbahaya bagi perkembangan psikis peserta didik.

Sekarang tiliklah UUD 1945. Dalam Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 tercantum, “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”

Saya pikir, kita dapat dengan mudah mencerna makna “bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya”. Tindakan menerapkan aturan yang mewajibkan semua siswi berjilbab, baik muslimah maupun nonmuslimah, tentu saja bertentangan dengan UUD 1945.

Selanjutnya, Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 yang secara terang benderang mengakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Memaksakan jilbab bagi siswi nonmuslimah dapat disebut melanggar hak asasi manusia sekaligus menantang konstitusi negara.

Jadi, sebaiknya kita arahkan kembali mata hati pada esensi toleransi. Institusi pendidikan mesti berada di barisan terdepan dalam menanamkan, mengajarkan, dan mewujudkan toleransi. Jika di sekolah saja sudah terjadi pembiasaan dan pembiaran laku intoleran, kondisi di luar sekolah niscaya lebih fatal.

Kalau kita mundur pada 1970 hingga 1980-an, mengenakan jilbab dilarang di sekolah. Kala itu orang-orang memprotes kebijakan tersebut. Alasannya, negara diskriminatif terhadap umat Islam. Sekarang, akankah orang-orang mewajibkan orang lain yang berbeda agama untuk pakai jilbab? Itu balas dendam, Tuan dan Puan. Tidak bijak. Tidak bajik.

Selain itu, aturan berjilbab bagi seluruh siswi di sekolah negeri merupakan dehumanisisa keberagaman. Ada delik mengingkari nilai-nilai kemanusiaan dalam penerapan aturan itu. Perihnya, itu terjadi di sekolah negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun