Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ketika Waketum MUI Menyoroti Pemilihan Kapolri

12 Januari 2021   13:53 Diperbarui: 12 Januari 2021   13:57 1262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komjen Listyo Sigit Prabowo, salah seorang dari lima calon Kapolri yang diajukan oleh Kompolnas kepada Presiden Jokowi (Foto: Kompas/Kristianto Purnomo)

Gonjang-ganjing pengganti Jenderal Polisi Idham Azis makin gencar. Setelah anggota Komisi III DPR RI Jazilul Fawaid mengeluarkan pernyataan yang menghebohkan, giliran Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas turut urun saran. Calon Kapolri memang cukup seksi untuk menjadi penghangat dan pemanis obrolan.

Adalah Jazilul Fawaid yang memprediksi bahwa Presiden Jokowi akan menunjuk calon tunggal dari lima calon Kapolri yang diusulkan oleh Kompolnas. Jazilul dengan tegas menyatakan bahwa calon tunggal tersebut adalah Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo.

Ibarat korek, komentar Jazilul memantik letik api. Nyala segera merembet ke mana-mana. Tiba-tiba banyak pihak, baik institusi maupun individu, tertarik mengomentari calon Kapolri. Rupa-rupa analisis yang muncul, macam-macam pula prasangka yang timbul.

Baru-baru ini, Waketum MUI angkat bicara. Anwar Abbas meminta kepada Presiden Jokowi agar bersikap arif dalam memilih Kapolri. Tentulah beliau punya argumen sehingga merasa perlu mengingatkan Pak Jokowi. Asap tampak karena ada api.

Permintaan yang diajukan oleh Anwar Abbas tentu saja sesuatu yang lumrah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Selaku warga negara, kebebasan dan kemerdekaan berpendapat beliau dijamin oleh negara. Selaku Waketum MUI, beliau tentu sudah berpikir matang sebelum mengajukan permintaan. Bagaimanapun, lembaga bernama Majelis Ulama Indonesia terbawa saat beliau urun saran.

Apakah Anwar Abbas mengajukan permintaan atas nama pribadi atau mencerminkan aspirasi lembaga? Itu tidak menarik. Ada sisi lain yang menarik untuk menjadi bahan bincang. Sisi itu ialah argumentasi yang beliau ajukan bersamaan dengan permintaan yang beliau sodorkan.

Pertama, bersikap arif dalam menentukan pilihan. Sejatinya, Pak Jokowi tidak sendirian dalam memilih dan menentukan Kapolri. Ada proses atau tahapan yang mesti dilalui. Tidak main asal tunjuk, tidak serta-merta main pilih. Terkait pemilihan Kapolri, DPR RI juga punya andil.

Inilah perkara yang kerap kita abaikan. Sering sekali kita mengira kebijakan politik hanya menjadi tanggung jawab Presiden, sekalipun kebijakan itu merupakan keputusan bersama yang diambil dari hasil permufakatan dengan wakil rakyat di Senayan.

Pemilihan komisioner KPU bisa kita jadikan contoh. Tatkala Pemilu 2019 digelar, banyak pihak yang mengira komisioner KPU merupakan pilihan mutlak Presiden Jokowi. Padahal, tidak begitu. Tiap-tiap komisioner yang terpilih pada mulanya melewati saringan yang ketat di DPR RI.

Dengan demikian, permintaan yang hanya ditujukan kepada Presiden Jokowi ada sedikit unsur keliru. Mestinya permintaan agar bersikap arif dalam memilih Kapolri juga ditujukan kepada para anggota DPR RI, sebab mereka juga punya andil besar dalam hal keterpilihan calon.

Kedua, asas kemaslahatan bagi bangsa dan negara. Saran brilian dari Pak Waketum MUI memang patut dipertimbangkan oleh Presiden Jokowi. Saran itu adalah tidak memilih sekadar atas dasar loyalitas, profesionalitas, dan kedekatan, tetapi mengedepankan kemaslahatan bagi bangsa dan negara.

Bahwa Kapolri akan membantu Presiden Jokowi dalam mengelola negara sesuai kewenangan yang diemban, itu benar. Dengan begitu, teranglah bahwa kepentingan bangsa dan negara mesti di atas segala-galanya. Pada sisi ini, syarat loyalitas sebenarnya sudah mencakup kesetiaan pada bangsa dan negara.

Perkara kedekatan, tentu saja kita hanya mengira-ngira atau menduga-duga. Belum tentu satu sosok yang pernah berada di dekat Pak Presiden otomatis dekat pula dengan beliau. Dengan kata lain, kedekatan antara Pak Presiden dengan lima calon usulan Kompolnas hanya bisa kita duga. Namanya juga dugaan, belum tentu seratus persen benar adanya.

Pertanyaan yang menarik kita renungkan: adakah salah seorang di antara lima calon itu yang ditengarai tidak bermanfaat bagi bangsa dan negara? Kalau ada, siapa? Kalau jelas sosoknya, kenapa bisa tebersit pikiran bahwa sosok tersebut tidak akan membawa maslahat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun