Saya laksana Cinderella yang menemukan sepatu kaca. Pada awal 2012 saya ditawari menulis biografi Dahlan Iskan--sosok pejabat yang amat merakyat. Ingatan saya mundur beberapa tahun pada masa remaja. Ingatan saya kembali pada Sassoon dan Churchill. Ingatan saya tertuju pada My Early Life dan Memoirs of a Fox-hunt Man.
Setelah menjalani riset selama satu setengah bulan dan bertapa selama sepuluh hari di sebuah hotel di kawasan Pasar Minggu, novel Sepatu Dahlan rampung saya anggit. Novel itu saya tulis selama 10 hari. Novel itu saya taja berdasarkan ingatan pada Sassoon dan Churchill. Sepatu Dahlan akhirnya terbit pada Mei 2012 dan terjual puluhan ribu dalam rentang dua minggu.
Setelah kelahiran Sepatu Dahlan, beberapa pejabat dan pengusaha mendatangi saya. Mereka meminta kisah hidup mereka dibukukan. Dari menteri hingga politisi, dari saudagar hingga guru, dari pejabat hingga rakyat biasa sudah saya abadikan ke dalam buku. Hingga hari ini telah saya gubah 11 buku memoar.
Mengapa saya senang menulis memoar? Saya punya alasan sederhana. Setiap orang punya kisah dan pengalaman hidup yang layak diagihkan kepada pembaca. Kisah hidup itu dapat menjadi pemantik inspirasi. Pengalaman hidup itu dapat menjadi cermin diri.
Pada wasana tulisan sederhana ini saya ingin menubuhkan pesan bagi diri sendiri. Pesan yang saya tuai dari petuah Churchill. Beliau menulis My Early Life selama liburan parlemen pada 1928. Selama liburan beliau bangun pondok dan buku.
"Saya mengalami bulan yang menyenangkan: membangun pondok dan menulis buku; 200 batu bata per hari dan 2.000 kata per hari." Itulah petuah Churchill yang masih tersimpan dengan apik di laptop dan benak saya. Petuah yang menghangatkan imajinasi dan memanaskan semangat saya acapkali saya tiba pada titik letih dan jemu.
Berapa kata yang Anda tulis dalam satu hari?
Salam takzim, Khrisna Pabichara