Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Berteman dengan Ketakutan

1 Desember 2020   13:10 Diperbarui: 1 Desember 2020   17:20 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen olah Pribadi

Tidak seorang pun manusia di muka bumi ini yang bebas dari rasa takut. Baik Anda ataupun saya pasti pernah mengalaminya. Bisa takut pada sesuatu, takut kehilangan seseorang, atau takut tidak dianggap ada oleh orang-orang yang dicintai.

Namun, rasa takut yang paling banyak diidap orang-orang di sekitar kita adalah takut gagal. Rasa takut ini tidak pandang umur. Mau tua mau muda semuanya enggan gagal. Mau laki-laki mau perempuan semuanya ingin berhasil. Padahal, gagal adalah keberhasilan yang tidak jadi. Hehe....

Bagaimana dengan Anda? Rasa takut apa yang paling kerap menerjang batin Anda? Tentu Anda sendirilah yang mengetahuinya. O ya, saya juga punya rasa takut. Sudah bukan rahasia lagi, saya paling takut ditinggalkan dan meninggalkan. Uh, rasanya seperti lutut kehilangan tempurung.

Meski begitu, rasa takut bukan aib yang mesti ditangisi sepanjang hari. Rasa takut bisa menjadi alarm agar kita lebih wawas diri. Justru kita harus bersyukur apabila masih dikarunia rasa takut. Jika urat takut kita sudah putus alamat kita bakal kehilangan indra waspada.

Jika kita mahir menata hati, rasa takut justru bisa menguatkan alih-alih melemahkan. Takut rugi, misalnya, dapat memicu alarm waspada di benak kita. Takut disakiti, misalnya, dapat memacu kesadaran batin agar kita tidak menyakiti hati orang lain.

Takut membuang sampah di sembarang tempat, misalnya lagi, berguna bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar. Takut membuang kenangan dan keluhan, misalnya lagi, berguna agar tidak semua rahasia kita tersiar kepada khalayak.

Pendek kata, rasa takut yang tertata dan terkelola dengan apik akan menguatkan mata batin dan meluaskan cakrawala pandang kita. Dari sana akan lahir perasaan waspada. Dari waspada akan menghasilkan kehati-hatian. Dari kehati-hatian akan muncul kesungguhan. Elok, kan?

Walau tidak mungkin kita mungkiri bahwa sebagian di antara kita tidak bisa berteman dengan ketakutan. Orang yang pernah mengalami trauma psikologis boleh jadi akan mengidap ketakutan yang berlebihan.

Teman saya, sebut saja Ardi (nama sebenarnya), sangat takut pada ayam. Istilahnya, alektorofobia. Ndilalah, ia pernah dipatuk ayam betina semasa kecil hingga kulitnya terkelupas dan darah mengucur dari laku patukan itu. Hingga saat ini, ia tidak berani berhadap-hadapan dengan ayam, terutama ayam betina.

Dennis Bergkamp (masih nama sebenarnya, tetapi bukan teman saya) takut menggunakan alat transportasi udara. Ia takut naik pesawat atau helikopter. Ia mengidap aerofobia atau aviofobia. Saya yakin, Bergkamp juga menolak mengendarai balon udara. Apalagi naik layang-layang.

Ketakutan yang berlebihan sedemikian tidak bisa dianggap receh, apalagi dianggap lelucon. Jika kalian punya teman yang fobia berada di ruang sempit sendirian (klaustrofobia), temanilah saat ia harus masuk lift.

Kalau teman Anda seorang katsaridafobia atau takut berlebihan pada kecoak, tidak perlu berbahagia melihat ia menjerit ketakutan ketika kamu lemparkan kecoak mainan ke pangkuannya. Anda belum tentu tahu seberapa menderitanya teman Anda itu.

Jika bertemu dengan teman lelaki yang fobia pada perempuan cantik, venustrafobia, Anda tidak usah merisak atau mengolok-oloknya. Boleh jadi napasnya sesak, debar jantungnya lebih keras dan kencang, dan keringat dingin sebesar butiran jagung berjatuhan di dahinya. Ingat, tidak semua lelaki menyukai perempuan cantik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun