Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Duhai Penulis, Jauhilah Medsos

27 November 2020   10:28 Diperbarui: 27 November 2020   13:09 1637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semangat pagi, Sobat. Semoga kabar kalian, semuanya, selalu bahagia dan baik-baik saja. Maksud saya, bahagia dan baik-baik saja yang benar demikian adanya. Bukan pura-pura bahagia dan baik-baik saja yang dipaksa-paksakan.

Lama nian kita tidak berjumpa, Teman. Maklum, sebulan belakangan ini saya menepi ke gua sunyi. Bertapa. Menarik diri dari riuh media sosial. Saya memang begitu orangnya. Tengil. Sengak. Egois. Tiga tabiat itu saya gunakan acapkali saya berkutat menyelesaikan tulisan.

Saya tengil, ya, karena sapaan siapa pun di semua medsos pasti saya abaikan. Tengil, kan? Tahu sendiri betapa ruwetnya otak kita jika semua sapaan atau basa-basi asal bunyi di medsos harus kita sahuti. Bisa-bisa tulisan mangkrak di tengah jalan.

Saya sengak, ya, karena teguran di semua medsos pasti tidak saya indahkan. Sengak, kan? Mau presiden mau pesohor masa bodoh. Tahu sendiri alangkah banyak waktu tersita apabila semua tegur sapa kita ladeni. Bisa-bisa tulisan macet begitu saja.

Saya egois, ya, karena pertanyaan dan pernyataan apa pun di medsos tidak saya pedulikan. Egois, kan? Mau teman karib ataupun sobat kental bodoh amat. Tahu sendiri sungguh berat beban hati jikalau ada yang menyatakan keluh atau menanyakan sesuatu kita jabani. Bisa-bisa tulisan melar.

Itu sebabnya kalian tidak akan menemukan jejak saya di media sosial apa pun. Kecuali kepepet.

Instagram atau Twitter saya jauhi. Facebook dan Whatsapp saya musuhi. Sementara. Hanya selama saya dalam proses menulis. Setelahnya, ya, kembali lagi cengar-cengir atau cengengesan tidak jelas.

Mengapa saya bersikap demikian? Silakan tilik infografis berikut.

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi

Begini, Kawan. Media sosial dipenuhi beragam karakter. Ada yang otaknya terpasang kokoh di batok kepala sehingga ocehannya bijak dan arif. Ada yang benaknya agak sengklek sehingga komentar atau apa pun yang lahir dari jari-jemari mereka selalu sarat energi negatif.

Warga WA misalnya. Bayangkan jika kalian bergabung dalam satu grup keluarga. Bayangkan jika paman atau bibi kalian menanyakan sesuatu. Bayangkan jika pertanyaan itu tidak kalian jawab. Bayangkan apabila paman atau bibi yang kalian abaikan itu mencak-mencak.

O, songong kau sekarang. Itu satu contoh. Sudah punya apa kau sekarang sampai-sampai Om kauacuhkan. Itu contoh lain. Dulu dikit-dikit kaulari kepada Tante, sekarang kayak pejabat saja susah dihubungi. Itu contoh lagi.

Sobat, itu baru di WA. Belum lagi kalau kalian aktif di Instagram, Facebook, atau Twitter. Sedang asyik mengetik, ide tengah mengalir lancar, mendadak notifikasi nongol di layar gawai. Sekali saja kalian lirik, konsentrasi bakal terbelah. Begitu konsentrasi pecah, mampuslah ide kalian.

Jangankan warganet yang memang terjun di rimba medsos sudah mengutamakan perilaku nyinyir, songong, atau sompral, netizen yang berhati lembut dan bertabiat bijak saja terkadang menumbuhkan prasangka tidak berdasar di kepala mereka.

Maka dari itu, jikalau kalian ingin tulisan kelar sesuai tenggat, jauhi dulu medsos untuk sementara waktu. Tidak usah selamanya, sementara saja. Cukup sepanjang kalian sibuk bercengkerama dengan tulisan yang tengah kalian rajut.

Kecuali kalau kalian punya banyak waktu untuk meladeni congor warganet. Ingat, mereka berlindung di balik semboyan "mahabenar netizen dengan segala bacotnya". Jika kalian masih mudah dikecoh perasaan atau gampang gagal fokus hanya karena perkara remeh, jauhilah medsos.

Ingat, Sobat. Sebagian besar netizen senang asal nyablak. Tidak punya alat takar atau alat tapis. Tidak bisa menyaring atau menapis. Isi comberan iri bisa mereka sedot habis lalu disemburkan ke medsos. Segala-gala dikomentari seolah-olah dunia mereka ambrol jika tidak nyinyir dalam sedetik.

Ada pula warganet yang mengidap sindrom sok tahu dalam level medis kronis. Sebenarnya tidak tahu, tetapi merasa tahu. Ada yang lebih parah: tidak tahu, tetapi merasa paling tahu. Alangkah mengerikan jikalau kalian mesti berhadap-hadapan dengan oknum sedemikian.

Coba amat-amati infografis di bawah ini.

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi
Sejatinya bukan cuma saya yang perlu "membentengi konsentrasi" dari serangan energi negatif yang dilancarkan oleh pasukan netizen mahabenar. Kalian juga boleh jadi membutuhkan pertapaan yang teduh dan meneduhkan. Boleh jadi, ya?

Oleh karena itu, bolehlah kalian camkan maklumat receh saya. Selagi kalian dikejar tenggat, selama kalian dituntut menyelesaikan pekerjaan dalam tempo tertentu, jauhi dululah medsos dan segala godaannya yang dapat menjerumuskan perasaan dan konsentrasi.

Hehehe. Berat, ya? Bagi mereka yang sudah mabuk gawai atau kecanduan medsos pasti berat.

Salam takzim, Khrisna Pabichara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun