Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Modernitas Pesugihan: Bukan Kajian Receh

28 September 2020   21:53 Diperbarui: 30 September 2020   08:57 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang Anda bayangkan setiap mendengar kata pesugihan? Jika Anda membayangkan sesuatu yang gelap dan gaib, bisa jadi benar. Pesugihan memang kerap dikaitkan dengan hal-hal mistis. Bau kemenyan, kamar rahasia, bahkan perjanjian dengan setan.

Bagaimanakah pesugihan itu? Jika Anda bertanya kepada Engkong Google, Anda boleh jadi menerima jawaban seperti babi ngepet, tuyul, menikah dengan siluman, bertapa di gunung keramat, menjamu kera, bahkan menggunakan kain kafan.

Itu dulu. Sekarang tidak lagi. Sebagaimana dengan aspek lain dalam hidup sehari-hari, pesugihan juga beradaptasi dengan perkembangan zaman. Tinggu dulu, Sobat. Sebelum kita ulas seluk-beluk modernitas pesugihan, sebaiknya kita tilik dulu sisik-melik pesugihan.

Pesugihan berasal dari kata sugih, sedangkan sugih dipungut dari bahasa Jawa. Sugih termasuk kata sifat. Artinya 'kaya atau punya banyak harta'. Pendek kata, berada. Mau apa-apa ada, mau ini-itu ada. Tentu saja semua orang ingin sugih, entah sugih harta entah sugih hati.

O ya, sugih berbeda dengan pas-pasan. Kalau sugih, apa yang diinginkan sudah ada sebelum keinginan itu ada. Makanan sudah ada sebelum perut keroncongan. Sementara itu, pas-pasan berarti semua yang diinginkan atau dibutuhkan ada begitu keinginan atau kebutuhan itu terpikirkan. Misal, pas mau makan bisa membeli makanan.

Lantaran semua orang ingin sugih, rupa-rupa pula cara yang digunakan. Cara, proses, atau perbuatan memperkaya diri itulah yang disebut pesugihan. Tidak usah membuka KBBI, karena kata pesugihan belum tercantum di dalamnya.

Kalau kita mau memperkaya bahasa Indonesia, kita bisa memungut sugih dan melengkapinya dengan bentuk turunan. Prosesnya seperti ini: sugih-menyugih-penyugih-pesugih-pesugihan-sugihan. Mari kita bedah makna deskriptif bentuk turunan sugih.

Perbuatan memperkaya diri disebut menyugih. Dengan demikian, semua upaya memperkaya diri dapat disebut menyugih, baik wajar maupun takwajar. Orang yang menyugih atau pelaku perbuatan memperkaya diri bisa dinamai penyugih. Sesuatu yang digunakan atau diperintah dalam menyugih disebut pesugih.

Apa arti pesugihan? 

Baik, saya ulang. Pesugihan dapat dimaknai 'cara, proses, atau perbuatan menyugih'. Hasil dari pesugihan itulah yang disebut sugihan. Biasanya dalam bentuk uang. Selain itu, sugihan juga dapat dimaknai 'sesuatu yang digunakan atau diperintahkan untuk menyugih'. Misalnya, tuyul.

Kenapa ada penyugih dan pesugih? Kita bisa memakai penyuruh dan pesuruh sebagai pembanding. Orang yang menyuruh disebut penyuruh, sedangkan orang yang disuruh dinamai pesuruh. Saya percaya, Anda bisa melihat perbedaannya.

Selanjutnya, mari kita sisir modernitas pesugihan.

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi

Kita semua mafhum bahwa era revolusi industri 4.0 sudah kita masuki. Pesugihan juga begitu. Selain metode bertapa di tempat keramat atau menggunakan jasa perantara (seperti tuyul), pesugihan pun ikut canggih. Malah pesugihan sudah merambah kantor-kantor eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Media yang digunakan oleh para penyugih juga canggih. Dulu memakai tuyul, sekarang lewat ponsel. Tempatnya juga tambah mewah. Dulu bisa di kuburan atau di tangkal beringin, sekarang di kafe-kafe atau lobi hotel mewah.

Pakaian penyugih pun makin mentereng. Kalau dulu busana penyugih terlihat ketinggalan zaman atau antimode, sekarang tampak perlente. Sepatu mengilat. Celana keren. Jam tangan mahal. Kemeja trendi. Jas mewah. Dasi bermerek. Pendek kata, wah!

Partner pesugihan pun mengalami kemajuan. Dulu penyugih bisa bekerja sama dengan setan atau siluman, sekarang berkaja sama dengan setan uang atau siluman berdasi. Kerja samanya beragam. Bisa lewat pengadaan barang, penyalahgunaan jabatan, pemerasan, pencurangan, atau penyuapan.

Coba simak data tentang penyugih modern di bawah ini. 

Sumber: Laporan Tahunan KPK 2018
Sumber: Laporan Tahunan KPK 2018
Maka dari itu, sangat keliru kalau kita menganggap bahwa penyugih norak alias ketinggalan zaman. O, tidak. Penyugih juga banyak yang tahu pedikur-medikur. Malahan penyugih zaman kiwari ternyata orang kaya yang ingin menjadi lebih kaya. Nah, itu bentuk panjang dari kata kemaruk.

Sekali lagi, pesugihan makin canggih. Istilahnya juga beragam dan keren. Korupsi, nama besarnya. Nama kecilnya bisa gratifikasi. Nama sederhananya suap-menyuap. Seseorang yang menyuap pegawai negeri agar mendapatkan proyek atau memenangi tender, berarti orang itu sedang menyugih. Orang itu dinamai penyugih. Istilah canggihnya, koruptor.

Jumlah penyugih canggih sangat fantastis. Silakan lihat data di bawah ini yang saya kutip dari Laporan Tahunan KPK 2018.

Sumber: Laporan Tahunan KPK 2018
Sumber: Laporan Tahunan KPK 2018
Penyugih canggih ini mesti diberangus karena dapat merugikan negara. Mereka mengerat uang rakyat. Mereka memeras kekayaan negara. Coba lihat contoh kerugian negara akibat pesugihan modern.

Sumber: Laporan Tahunan KPK 2018
Sumber: Laporan Tahunan KPK 2018
Ya, pesugihan takwajar yang kini kita sebut korupsi itu sudah ada peraturan dan konsekuensi hukum jika dilanggar. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Saking mengerikannya, kita punya lembaga khusus untuk memberantas penyugih. KPK namanya.

Kita mungkin mencibir penyugih yang kaya mendadak setelah selesai bertapa di Gunung Kawi, misalnya. Tidak apa-apa. Namun, kita mestinya lebih mencibir ketika tahu ada penyugih modern yang melakukan pesugihan di kantor yang dibangun dari uang hasil perasan keringat rakyat. 

Salam takzim, Khrisna Pabichara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun