Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Ternyata Saya Masuk "Top 5 Influencer" Bahasa Indonesia

21 September 2020   16:07 Diperbarui: 21 September 2020   16:48 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dibaca syukur, diabaikan juga syukur. Diterima syukur, ditolak juga syukur. Berguna syukur, sia-sia juga syukur. Itulah prinsip yang saya yakini dan pegang teguh hingga hari. Prinsip itu terkait dengan kebiasaan saya menyuarakan pernak-pernik bahasa Indonesia.

Adalah Ismail Fahmi, pengamat media sosial, melansir cuitan tentang pemengaruh (influencer) bahasa dan sastra Indonesia di media sosial. Tentu saja saya suka utas beliau. 

Bagaimanapun, cuitan itu turut mendengungkan dan membisingkan perkara kebahasaan di media sosial. Dalam amatan cetek saya, belakangan ini media sosial didominasi oleh tengkar politik dan gaduh gaya hidup. 

Hatta nama saya tercantum juga dalam 5 (lima) peringkat atas pemengaruh (influencer) bahasa Indonesia. Saya (@1bichara) berada di posisi buncit dengan pengaruh yang tidak seberapa. 

Sumber: Twitter/Ismail Fahmi
Sumber: Twitter/Ismail Fahmi
Bangga? Biasa saja. Senang? Ya. Saya boleh senang, kan? Meskipun sesungguhnya saya tidak terlalu peduli akan hasil atau dampak cuitan saya. Seperti saya tandaskan pada awal artikel dangkal ini, saya menyukai bahasa Indonesia. Jika cuitan saya dibaca, diterima, dan digunakan pastilah saya bersyukur. Tidak berarti apa-apa bagi pembaca juga tidak masalah. 

Mengapa saya berpikiran seperti itu? Begini. Dunia kebahasaan adalah jalan lengang. Ada yang benci melintasi jalan lengang itu; ada yang memandang remeh jalan lengang itu; ada pula yang menganggap jalan lengang itu sebagai area nirfaedah. Begitulah adanya.

Maka dari itu, saya senang membaca telaah DroneEmprit yang diunggah di akun Twitter Ismail Fahmi. Silakan lihat grafik di bawah ini. Alangkah menyenangkan dan menggairahkan!

Sumber: Twitter/Ismail Fahmi
Sumber: Twitter/Ismail Fahmi
Apalagi grafik berikut.

Sumber: Twitter/Ismail Fahmi
Sumber: Twitter/Ismail Fahmi
Hingga hari ini saya masih kerap mengamsalkan pemengaruh bahasa Indonesia sebagai pengelana yang sengaja menempuh jalan lengang. Sudah tahu sunyi masih saja dilintasi. Ajaib.

Benarkah pernak-pernik bahasa Indonesia adalah jalan lengang? Jika melihat atensi publik atas cuit dan kicau di akun medsos Ivan Lanin, tentu kita bisa bersuka ria merayakannya. Namun, tidak begitu jika kita mau turun sedikit ke bawah permukaan "kulit perkara". Di negeri sendiri, bahasa Indonesia kerap dipandang sebelah mata.

Saya tidak mengeluhkan kenapa bahasa Indonesia dipandang sebelah mata, tidak. Saya malah riang hati. Kenapa? Lo, untung masih dipandang. Mau sebelah atau dua belah mata yang pasti masih ada yang pandang. Coba kalau semua warga Indonesia "tutup mata" pada bahasa Indonesia. Bakal tamat riwayat bahasa pemersatu.

Coba amatilah lingkungan di sekitar kalian. Anak yang pandai berbahasa Inggris akan dapat pelukan, pujian, dan hadiah dari orangtuanya. Anak yang cerdas berbahasa Indonesia akan mendapat "apaan sih" atau "apa untungnya" atau "memang hebat?" Boro-boro dapat hadiah, dapat pujian saja susah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun