Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Tiga Tipe Penulis di Pelukan Gagasan

7 Agustus 2020   23:34 Diperbarui: 8 Agustus 2020   12:47 1077
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa sebenarnya yang kita inginkan sehingga kita menulis sesuatu? Pasti ada alasan sehingga kita tergerak menulis sesuatu. Puisi, misalnya, bisa saja lahir dari rangkaian rasa kesal dan kecewa. Artikel lepas, misalnya, mungkin saja lahir dari seruntun rasa cemas dan gelisah.

Ketika imajinasi kita nyalang ke mana-mana, benak merancang kerangka, lantas jemari menari lincah di atas papan tombol, sebenarnya saat itu kita sedang bermain-main dengan gagasan.   

Nah, gagasanlah yang sejatinya kita tuangkan ke dalam tulisan. Sederhananya, gagasan ibarat bahan dan bumbu masakan. Ihwal bagaimana menghasilkan tulisan yang renyah dan gurih persis seperti kemampuan mengolah bahan dan bumbu menjadi masakan yang sedap dan bergizi.

Tatkala kita tuangkan gagasan ke dalam kalimat, pada saat itu kita tengah berinteraksi dengan pembaca. Komunikasi terbangun, kesadaran terjaga. Itu berarti bahwa gagasan bukanlah benda mati yang nisannya bertebaran di atas kertas. Sesungguhnya gagasan adalah makhluk hidup yang tak kasatmata. Begitu pembaca mulai membaca tulisan kita maka pada saat bersamaan gagasan kita bergerak memasuki benaknya.

Di sinilah pentingnya kita ajukan pertanyaan kepada hati kita. Apakah pembaca akan kita suguhi gagasan basi dalam wacana amburadul? Tentu kita tidak sesadis itu. Bagi saya, asal menulis saja. Tidak masalah berprinsip seperti itu asalkan hasilnya tidak kita pajang di ruang publik. Simpan saja tulisan asal-asalan kita di garasi gawai atau di lembar diari, lalu kita baca sendiri.

Pada saat menulis sesuatu, sebenarnya kita sedang membagikan pemikiran, menyampaikan pesan, atau mengungkapkan perasaan. Peranti "bumbunya" bisa situasional atau emosional, peranti "bahannya" bisa sosial atau budaya. Boleh jadi gagasan yang kita tulis sudah basi atau kedaluarsa, tetapi karena kita pandai meracik gagasan itu maka hasilnya akan berbeda.

Mengulas cinta, misalnya. Gagasan tentang cinta sudah ditulis oleh orang lain sejak dahulu kala. Ribuan tahun lalu sudah ada yang menulis tentang cinta. Dari yang menyek-menyek sampai yang adiluhung. Kita jelas bukan orang pertama yang punya gagasan tentang cinta dan bukan pula orang pertama yang menuliskannya.

Penulis adalah Penabung yang Cergas

Asam di gunung ikan di laut, bertemu di belanga jua. Itu betul. Akan tetapi, kita membutuhkan orang lain agar bisa menaruh asam dan ikan dalam satu belanga. Bahkan garam di tambak dan ikan di laut yang berdekatan saja agak repot kalau harus kita kumpulkan sendiri.

Artinya, penulis butuh orang lain agar dapat menemukan dan memainkan gagasan. Orang lain itu bisa teman, saudara, atau orang terdekat kita. Bisa juga orang asing yang tidak kita kenal atau belum pernah kita temui sebelumnya. Pintu gagasan juga banyak. Bisa dari berita di media, bisa dari kejadian sehari-hari, bisa dari mimpi. Bahkan, bisa dari benda mati.

Penulis yang hebat cenderung merangkap sebagai pendengar yang baik. Teman sedih, dengarkan. Teman ngomel, perhatikan. Jadi, dengarkan dan perhatikan saja. Jangan menjadi pembela yang jago sanggah atau hakim yang mahir menghukum.

Selanjutnya, dirikan bank gagasan. Tabung semua yang kita dengar ke dalam bank gagasan. Jauhkan kesombongan dangkal seperti merasa punya daya ingat yang kuat. Minat atas sesuatu yang baru saja dapat mengalihkan ingatan dari gagasan yang sebelumnya sudah kita temukan. Gagasan harus dicatat. Kita mesti punya bank gagasan tempat kita menabung ide.

Dengan demikian, penulis yang baik niscaya penabung yang sigap. Saat atasan di kantor marah-marah tanpa alasan jelas, tidak usah manyun atau cemberut sepanjang hari. Dengarkan omelan itu. Jangan simpan di hati karena kita mungkin akan sakit hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun