Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mas Nadiem Sebaiknya Pelesiran ke Kampung: Bukan Surat Terbuka

24 Juli 2020   22:35 Diperbarui: 26 Juli 2020   05:50 4544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar tanpa guru ibarat anak ayam kehilangan induk (Foto: Miftah/MFR Studio)

Beda lagi dengan Mantasia, ibunda Wiwin Asmara. Sia, begitu sapaannya, terpaksa habis-habisan menguras isi dompet demi membeli kuota bulanan. Dalam satu bulan, Wiwin rata-rata menghabiskan Rp105.000,00 untuk membeli kuota sebanyak 24 GB.

Bisakah Mas Nadiem bayangkan perasaan Sia tiap anaknya berbisik lirih karena kehabisan kuota? Barangkali bagi Mas Nadiem uang Rp105.000,00 tidak seberapa berat dicari, bagi beberapa orang di kampung saya angka sebegitu sangat besar dan berat didapat.

Panen jagung yang hanya satu kali setiap tahun. Hasilnya paling banter buat makan sehari-hari. Otak orangtua diperas demi memenuhi kebutuhan kuota Wiwin, Mas Nadiem. Selagi curah hujan cukup, jagung bisa jadi andalan pengebul dapur keluarga. Sekarang tidak. Harus ada uang demi asupan kuota sang anak.

Kampung saya, Mas Nadiem, tergolong kampung yang kering kerontang. Semasa saya remaja, kami harus antre hingga pukul dua dini hari demi mendapatkan dua jeriken air minum. Jangan ditanya soal air hujan, Mas Nadiem. Susah sekali. Apalagi uang, lebih susah lagi.

Biaya kuota mahal pun tidak peduli asalkan bisa belajar (Foto: Miftah/MFR Studio)
Biaya kuota mahal pun tidak peduli asalkan bisa belajar (Foto: Miftah/MFR Studio)

Mas Nadiem yang cerdas.

Selaku seorang menteri, Mas Nadiem tentu paham betapa pentingnya belajar bagi semua siswa. Beruntunglah di kampung kami orangtua paham tentang cara menghadapi anak mereka dalam situasi yang buruk. Mereka sudah tahan banting, Mas.

Bagaimana jika ayah atau ibu tidak mampu menemani anaknya belajar? Tidak semua orangtua di kampung saya sempat mengecap pendidikan tinggi, Mas Nadiem. Bisa lulus sekolah menengah saja sudah luar biasa. Tidak heran jika anak-anak di kampung kami banyak yang kedodoran. Jika tidak mengerti, mereka bingung harus bertanya kepada siapa.

Beda perkara jika kelas tatap muka dalam pembelajaran jarak dekat, Mas Nadiem. Siswa bingung, ada guru yang siap jadi teman belajar. Di rumah? Belum tentu. Ada juga, Mas Nadiem, orangtua siswa yang sering terjun langsung atau turut campur menyelesaikan tugas anak-anaknya.

Tentu saja itu kabar baik sekaligus kabar buruk, Mas Nadiem. Anak yang sekolah, ayah-ibunya ikut belajar. Itu kabar baiknya. Adapun kabar buruknya, saya yakin Mas Nadiem tahu, anak-anak dilatih tidak jujur sedari bangku sekolah.

Mas Nadiem yang rela menolong dan tabah.

Tentu kita semua senang tatkala melihat anak-anak sudah ramai dengan gawai. Namun, ada juga kegetiran yang menyumbat tenggorokan. Setelah televisi menyita waktu anak-anak, sekarang anak-anak disodori ponsel cerdas dengan aneka rupa permainan. Jangan-jangan nanti mereka tidak kenal lagi permainan tradisional.

Begini, Mas Nadiem. Kelas konvensional tetap lebih unggul dibanding kelas virtual. Saya yakin Mas Nadiem sependapat dengan saya. Di kelas konvensional, anak didik belajar di bawah pengawasan gurunya.

Di rumah, dalam kelas virtual, anak didik ditemani oleh orangtuanya. Rasa segan kepada bapak dan ibu guru lebih tinggi daripada rasa segan kepada ayah dan ibu, Mas Nadiem. Anak didik jelas segan memelotot kepada gurunya, sedangkan kepada orangtuanya mereka tidak segan-segan mengajukan sanggahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun