Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Salah Kaprah "Mawas Diri"

10 Juli 2019   09:36 Diperbarui: 10 Juli 2019   10:26 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Begitu contoh penggunaan tetapi. Bandingkan dengan contoh namun berikut ini. 

Dia masih mencintaiku. Namun, aku sudah melupakannya. 

Jika kita ngotot menjadikan tetapi sebagai penghubung antarkalimat (kata ini digabung karena antar- tergolong "bentuk terikat"), jalan yang dapat kita tempuh adalah menaruh kata akan di depan kata tetapi. Perhatikan contoh berikut. 

Dia masih mencintaiku. Akan tetapi, aku sudah melupakannya. 

Pendek kata, mari kita asah kepekaan gramatikal kita mulai dari dua kata tersebut. Sebab, tetapi dan namun merupakan dua kata berbeda dengan fungsi yang berbeda pula. Tidak sama, tidak serupa.

Selintas terlihat kesangatdekatan yang memacu kesalahkaprahan hanya perkara receh. Padahal tidak begitu. Bahasa Indonesia memang sering direcehkan justru oleh penggunanya (baca: warga Indonesia) sendiri. Tidak heran jika panu kita kira tepat, padahal panau yang tepat. Bahkan banyak penulis masyhur yang memakai kata mencret, padahal yang tepat adalah menceret.

Mari kita kembali pada wawas diri, laku hening yang belakangan jarang kita lakukan. Apalagi jika kita kait-pautkan dengan suasana copras-capres. Tengok saja iklim berkomunikasi di media sosial. Alangkah banyak saudara kita yang gemar mengumpat, mencaci, atau memfitnah. Saudara-saudara kita yang bertabiat demikian seakan-akan lupa pada kata cermin atau mewawas diri. 

Kendatipun mereka sadar diri dan tahu diri bahwa hidup di dunia ini sesuatu yang fana belaka, tetapi fitnah terus dilancarkan dan diluncurkan. Inilah pentingnya mewawas diri. Wawas (mindful) perlu terus diasuh. Kewawasan (mindfulness) mesti terus diasah. 

Setia bersama wawas alamat bersua dengan waras. Jadi, lupakan mawas diri karena yang tepat adalah wawas diri. []

Khrisna Pabichara. Penulis. Novel terbarunya: Kita, Kata, dan Cinta (Diva Press, 2019). Novel tersebut memilih sisik-melik bahasa Indonesia sebagai titik tumpu kisahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun