Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jangan Sampai Kita Sakit Jiwa Gara-gara Pilpres

28 Juni 2019   18:21 Diperbarui: 28 Juni 2019   20:13 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paslon 02 Prabowo-Sandi | Foto: Istimewa/Twitter

Jangan mengira menerima kekalahan itu sesuatu yang mudah dilakukan. Jangan mengira mengakui kekalahan juga mudah dilakukan. Menerima dan mengakui kekalahan itu sulit. Akan tetapi, jauh lebih sulit lagi menerima dan mengakui kemenangan lawan. Komitmen "siap menang siap kalah" tampaknya masih sebatas "kata-kata pemulas bibir".

Sebanyak 245.106 caleg bertarung pada Pemilu 2019. Itu bukan jumlah yang sedikit. Sangat banyak. Apalagi jika dibvandingkan dengan jumlah kursi yang tersedia. Jumlahnya semakin jomplang. Yang bertarung ratusan ribu, yang diperebutkan cuma puluhan ribu.

Supaya tidak mengawang-awang, mari kita sigi dengan teliti. Hanya ada 575 kursi di DPR RI, sementara jumlah petarung mencapai 7.968 caleg. Artinya, sebanyak 7.393 caleg mesti mempersiapkan mental sebelum dan setelah terpental. Jika tidak, bisa gila!

Kita kembali pada 245.106 caleg tadi. Selain 575 kursi di DPR, 136 kursi tersedia di DPD. Adapun di DPRD Provinsi tersaji 2.207 kursi, sedangkan di DPRD Kota/Kabupaten tersedia 17.610 kursi. Jumlahnya 20.528 kursi. Artinya, 224.578 caleg mesti siaga penuh melawan ancaman sakit hati hingga depresi.

Bukan apa-apa. Setiap caleg mengeluarkan banyak amunisi, entah uang entah barang, untuk mengikuti "pesta demokrasi". Ada yang menggadaikan rumah, ada yang menjual mobil. Malahan ada yang berani meminjam uang ke bank. Belum lagi pengeluaran tak kasatmata seperti sakit hati karena tetangga tidak mendukung. Atau, kerabat dekat malah mendukung caleg pesaing. 

Jadi, jangan coba-coba mendatangi caleg yang terjungkal dan mengatakan rupa-rupa kalimat penghiburan. Kalah dan menang itu biasa, misalnya. Atau, semua sudah garis tangan. Bahkan, serahkan semuanya kepada Tuhan. Sebab, mereka belum tentu menerima kalimat penghiburan itu dengan senang hati.

Kemenangan Pasangan Jokowi-Amin

Ada yang lebih berpotensi menguras energi dan mengungkit sakit hati. Pemilihan Presiden-Wakil Presiden 2019. Pesertanya cuma dua paslon, tetapi potensi stres mengintai jutaan bahkan puluhan juta orang. Terutama para pendukung fanatik yang habis-habisan atau mati-matian mendukung paslon tertentu.

Bayangkan saja. Sebelum dan setelah Pilpres, laju ejek-mengejek tidak tertahan. Sebutlah manusia memang binatang berakal, tetapi sapaan yang menempatkan manusia sederajat dengan binatang belum tentu siap diterima oleh semua orang. Dan, belum tentu juga binatang yang dicatut namanya rela dijadikan bahan olok-olok oleh binatang berakal.

Sekarang tengoklah media sosial. Cacian dan makin tidak hanya tertuju pada orang per orang, tetapi sudah menerpa lembaga. Gara-gara menolak seluruh gugatan Tim Kuasa Hukum (TKH) Prabowo-Sandi, Mahkamah Konstitusi kini memanen cemooh. Di Twitter dan WA, misalnya, gencar tersiar anekdot tentang seorang hakim yang menggali pembuktian gara-gara gugatan kentut. Akibat saksi tidak dapat membuktikan fisik kentut, jadilah hakim sebagai sasaran ledekan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun