Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Kiat Menulis Surat Dinas

2 April 2019   11:00 Diperbarui: 1 Juli 2021   05:55 4438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kiat Menulis Surat Dinas | Dokumentasi Pribadi

Sebenarnya menulis surat resmi atau surat dinas bukanlah pekerjaan yang berat, apalagi bagi mereka yang sudah terbiasa. Meski begitu, kekeliruan penulisan masih kerap terjadi.

Tulisan sepele ini bermula dari cuitan Ivan Lanin, wikipediawan, tentang kalimat pembuka dan penutup surat dinas pada 22 Maret 2019 di Twitter. Meski begitu, hasrat mengudar perkara salah kaprah yang kerap muncul dalam surat dinas sebenarnya sudah terpantik sejak dua bulan lalu.

Kala itu, 30 Januari 2019, Kemenpora mengimbau pengelola bioskop agar memutar lagu Indonesia Raya sebelum film ditayangkan. Dengan demikian, penonton di bioskop mesti berdiri dan bernyanyi sebelum menikmati tayangan film. Selang dua hari kemudian, beliau mencabut surat imbauan itu.

Saya tercenung setelah menyigi imbauan tersebut dengan saksama, walaupun akhirnya saya menyadari bahwa tidak semua juru tulis, kerani, kelerek, atau sekretaris paham seluk-beluk surat dinas.

Coba kita tilik kutipan berikut.

Dalam rangka meningkatkan rasa nasionalisme dan mewujudkan generasi muda yang bangga serta cinta pada tanah air, dengan ini kami menghimbau kepada para pengelola bioskop di seluruh Indonesia untuk dapat memutarkan sekaligus menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya sebelum berlangsungnya setiap pemutaran film.

Berdasarkan nukilan di atas, beberapa catatan segera menyentak benak saya. Pertama, kata rasa sebelum nasionalisme sebenarnya tidak perlu ada. Mengapa? Sebab nasionalisme itu paham atau kesadaran sehingga tidak perlu didahului oleh kata rasa. Kedua, penggunaan menghimbau. Kata dasar yang tepat adalah imbau. Bentukannya mengimbau, diimbau, atau pengimbau. 

Baca juga: Waspadai Surat Dinas Via Email

Ketiga, penggunaan kepada sebelum para pengelola. Kata mengimbau sepadan dengan memanggil atau menyeru. Dalam hal ini, sudah jelas bahwa imbauan dari pihak yang mengimbau ditujukan kepada pihak yang diimbau. Jadi, tidak perlu ada kata kepada.

Hal serupa kerap terjadi pada ragam lisan seperti menuju ke rumah. Mestinya cukup menuju rumah atau ke rumah. Kebiasaan pada ragam takresmi atau cakapan akhirnya terbawa-bawa ke ragam resmi.

Keempat, penggunaan dua maklumat secara bersamaan. Inti imbauan dalam paragraf di atas adalah memutarkan dan menyanyikan. Pada mulanya, target utama imbauan adalah pemilik bioskop memutar lagu dan generasi muda ikut menyanyikan. Fakta berbeda dalam isi surat karena para pengelola bioskop diimbau supaya memutarkan sekaligus menyanyikan. Makna kalimatnya jelas: pihak yang diimbau menyanyi adalah para pengelola bioskop. Aneh, kan? 

Selanjutnya, saya coba mengulik-ulik alinea di atas menjadi seperti paragraf di bawah ini.

Dalam rangka meningkatkan nasionalisme dan mewujudkan generasi muda yang cinta tanah air, dengan ini kami mengimbau para pengelola bioskop di seluruh Indonesia agar memutarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya sebelum menayangkan film, supaya penonton di bioskop--terutama generasi muda--turut menyanyikannya.

Selain itu, kalimat yang digunakan mestinya sejajar dan sederajat. Perhatikan runtun kata meningkatkan-mewujudkan-mengimbau-memutarkan-menayangkan- dan menyanyikan. Kata pemutaran saya sunting menjadi menayangkan supaya tercipta kesejajaran dan kesederajatan kata.

Rangkaian alinea di atas sebenarnya hanya pembuka tulisan ini. Tidak dapat dimungkiri, masih banyak surat resmi yang, sengaja atau tidak, mengabaikan penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar.

Saya berharap, moga-moga pembaca tidak menggolongkan pembuka tulisan ini sebagai tindakan mengumbar kesalahan sebuah lembaga. Niat saya sebatas menyuguhkan contoh dan saya berharap mudah-mudahan niat tersebut berterima di hati pembaca.

Apakah Surat Dinas Itu?

Tak kenal maka tak sayang. Tentu kita semua sudah akrab dengan kalimat tersebut. Namun, adakah semua penganggit surat dinas sudah mengenal, memahami, dan menyelami arti dan faedah surat dinas? Sebaiknya kita berbaik sangka saja. Kita anggap saja mereka sudah khatam terkait tetek bengek surat dinas atau surat resmi lainnya.

Meski begitu, saya ingin menyajikan makna surat dinas menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 80 Tahun 2012 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas Instansi Pemerintah. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa surat dinas adalah naskah dinas pelaksanaan tugas pejabat dalam menyampaikan informasi kedinasan kepada pihak lain.

Hal serupa tertuang pada Pasal 89 Peraturan Arsip Nasional Republik Indonesia No. 7 Tahun 2018 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Arsip Nasional Republik Indonesia.

Sekarang silakan tilik informasi visual berikut.

Kiat Menulis Surat Dinas | Dokumentasi Pribadi
Kiat Menulis Surat Dinas | Dokumentasi Pribadi
Berdasarkan visualisasi sederhana di atas dapat kita ketahui bahwa surat dinas diamsalkan layaknya tubuh kita, yang terdiri dari kepala, batang tubuh, dan kaki. Apabila "kepala salah berpikir", batang tubuh dan kaki "bisa salah bertindak". Sederhananya begitu.

Maka dari itu, kepala dengan seluruh unsur yang terkandung di dalamnya mesti ditata sesuai aturan yang berlaku. Hal serupa berlaku pula saat petugas penyusun surat, pada zaman bahula lazim disebut kerani atau kelerek, menata batang tubuh dan kaki surat.

Meramu Surat Dinas

Bisakah surat dinas disusun sekehendak hati? Tidak bisa. Kita tengok saja kop surat sebagai bagian dari kepala surat. Lambang negara dan lambang instansi ada aturan pemakaiannya. 

Supaya lebih renyah, silakan cermati gambar berikut.

Kiat Menulis Surat Dinas | Dokumentasi Pribadi
Kiat Menulis Surat Dinas | Dokumentasi Pribadi
Mari kita urai satu per satu kebiasaan yang keliru dalam penulisan surat dinas. Pertama, penulisan kota tempat pembuatan surat. Apabila surat resmi dicetak di atas kertas berkop yang mencantumkan alamat lembaga pengirim surat, nama kota mestinya tidak usah ditulis lagi. Beda perkara kalau alamat lembaga tidak tertera pada kop surat.

Adapun posisi penulisannya masih beragam. Ada lembaga yang meletakkan nama kota dan tanggal pembuatan surat rata di sebelah kanan surat yang posisinya sejajar dengan kolom nomor. Ada pula yang berada dengan mencantumkan di sebelah kanan yang posisinya berada di atas kolom nomor.

Kedua, penulisan nomor surat. Setiap lembaga atau organisasi memiliki kode nomor surat. Biasanya kode tersebut digunakan untuk memudahkan pengarsipan, pencarian, dan penentuan sifat surat. Sekalipun demikian, saya pernah membaca surat resmi yang menggunakan kata nomer. 

Ketiga, pencantuman lampiran. Banyak penganggit surat resmi mengira lampiran merupakan kolom yang wajib ada, padahal tidak begitu adanya. Kalau memang surat tidak menyertakan lampiran maka tidak perlu ada kolom lampiran. 

Selain itu, ada pula yang acap menerakan angka dan kata. Misalnya: 1 (satu) lembar. Mestinya gunakan kata saja, sebab penulisan angka berbentuk satuan harus dalam bentuk abjad.

Baca juga: Cara Mudah Membuat Surat Dinas

Keempat, kolom hal yang dikursifkan dan diakhiri titik. Kolom simpul informasi seperti nomor, sifat, lampiran, dan hal tidak perlu dikursifkan atau dimiringkan. Tidak usah juga digarisbawahi. Itu gunanya kolom tersebut ditempatkan di area khusus. Selain itu, tidak diikuti tanda titik (.) atau tanda baca yang lain.

Kelima, penulisan tujuan surat. Apabila sudah menggunakan Yth., sebenarnya tidak perlu mencantumkan kepada. Perhatikan pula penggunaan Bapak/Ibu/Saudara pada kolom tertuju. Mestinya pengirim surat mencari tahu siapa yang akan dikirimi surat, apakah Bapak atau Ibu, jadi cukup memakai salah satunya.

Bagaimana jika surat resmi ditujukan kepada banyak pihak yang memungkinkan adanya Bapak dan Ibu? Cukup pakai Saudara, sebab kata ini pada hakikatnya dapat digunakan untuk laki-laki dan perempuan. Perkara kejamakan tertuju surat, toh surat akan tiba satu-satu di alamat tujuan. Artinya, surat tetap tunggal ketika tiba di tujuan.

Satu lagi, penulisan alamat tujuan yang lengkap hingga ke nomor gedung. Khusus di kolom alamat tujuan dalam kepala surat cukup menerakan nama kota. Misalnya: Jakarta, Medan, atau Makassar. Adapun alamat lengkap nanti dicantumkan di amplop surat.

Sekarang mari kita ulas batang tubuh surat. Sebelumnya, tilik dulu informasi berikut.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Pertama, dengan hormat. Penulisan yang tepat: Dengan hormat (kata hormat tidak memakai huruf kapital). Banyak pihak yang menggunakan tanda koma (,) setelah kata hormat. Hal serupa sering terjadi pada sapaan yang bernapas keagamaan. Padahal kata tersebut lazimnya langsung diikuti alinea pembuka yang otomatis memakai huruf kapital.

Secara pribadi, saya menyarankan penggunaan tanda titik setelah kata hormat. Bagaimana dengan salam penutup di alinea penutup? Itu hal berbeda. Hormat kami pasti diikuti oleh jabatan dan atau nama penanda tangan surat jadi tetap memakai tanda koma. Akan tetapi, ini saran saja.

Kedua, bersama ini dan dengan ini. Penganggit surat mesti memperhatikan esensi pesan. Apabila pokok surat mengulas sesuatu dalam bentuk benda yang dilampirkan bersama surat, barulah pembuka surat memakai bersama ini. Contoh: Bersama ini kami lampirkan. Jikalau pokok surat berbentuk pesan, hindari penggunaan bersama ini karena tidak ada yang sesuatu yang menyertai surat.

Ketiga, menjawab surat Saudara. Kata menjawab tidak tepat digunakan dalam ragam resmi. Gunakan kata yang tepat. Contoh: Sesuai dengan surat Saudara. Perlu dicamkan bahwa kata Saudara dipakai ketika pengirim dan penerima surat berada dalam posisi sederajat atau setara. Jika tidak, gunakan Bapak atau Ibu.

Kiat Menulis Surat Dinas | Dokumentasi Pribadi
Kiat Menulis Surat Dinas | Dokumentasi Pribadi

Keempat, menunjuk hal pada pokok surat di atas. Kata menunjuk kurang pas dipakai dalam surat resmi. Kebiasaan ini tiada berbeda dengan jemari kita menunjuk-nunjuk saat berbicara di telepon. Gunakan: Melalui surat ini kami beri tahukan. Ingat, beri tahukan ditulis terpisah karena hanya mendapat akhiran. Beda soal jika dibubuhi awalan dan akhiran, memberitahukan, maka ditulis tanpa spasi.

Kelima, atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Penggunaan -nya sangat keliru, sebab -nya adalah kata ganti orang ketiga. Surat resmi kok membawa-bawa orang ketiga. Maaf, ini canda belaka. Patut dicamkan bahwa surat resmi hanya menyertakan dua pihak, yakni pengirim selaku orang pertama dan penerima selaku orang kedua. Kata ganti orang pertama ialah aku dan saya. 

Jika pengirim mewakili lembaga atau organisasi maka kita dapat menggunakan kata ganti kami. Adapun kata ganti orang kedua, yakni pihak penerima, adalah Bapak atau Ibu atau Saudara. 

Perhatikan pula penggunaan kata diucapkan. Ingat kembali posisi pengirim surat selaku orang pertama. Sebaiknya gunakan "saya ucapkan" atau "kami ucapkan". 

Adapun penulisan terima kasih yang benar adalah dengan spasi. Bukan terimakasih atau makasih. Demikian pula dengan penulisan kerja sama, ada spasi di antara kedua kata tersebut.

Sebagai pembanding, silakan tengok contoh surat berikut.

Penulisan kerja sama yang keliru [Dokpri]
Penulisan kerja sama yang keliru [Dokpri]
Bayangkan saja, penganggit surat di Departemen Pendidikan Nasional tidak tahu penulisan kerja sama. Untung itu terjadi depalan tahun lalu.

Mari Merawat Bahasa Indonesia

Perlu disadari oleh penganggit dan penanda tangan surat bahwa surat resmi terkait dengan bahasa Indonesia yang baku. Dengan demikian, penganggit dan penanda tangan mesti paham akan hal-hal receh yang sudah mereka pelajari sejak sekolah menengah.

Baca juga: Contoh Surat Dinas yang Baik dan Benar

Masih ada penganggit surat resmi yang masih gagap membedakan di kata depan dan di- sebagai awalan. Perhatikan penulisan dilingkungan, mestinya di lingkungan pada contoh surat berikut.

Kesalahan penulisan (Dokpri)
Kesalahan penulisan (Dokpri)
Tiga contoh yang saya sajikan di atas merupakan surat resmi dari tiga lembaga pemerintah, yakni Kemenpora, Depdiknas (sekarang Kemendikbud), dan Kementerian Agama. 

Seyogianya penganggit surat resmi menyadari bahwa kekeliruan menulis kata dapat menjerumuskan pihak lain ke dalam kesesatan menggunakan bahasa Indonesia. Sesungguhnya tidak tahu adalah hal yang manusiawi, tetapi menyebarkan ketidaktahuan berpotensi menyesatkan.

Ayo, kita rawat bahasa Indonesia. Jangan sampai kita menjebloskan diri ke dalam umat "pembunuh masa depan bahasa Indonesia". 

Kandangrindu, 2 April 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun