Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Sosok Artikel Utama

Bahasa Rakyat bagi Budiman Sudjatmiko

4 November 2018   20:02 Diperbarui: 11 November 2018   16:37 5680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: budimansudjatmiko.net

Pada akhirnya, Budiman divonis 13 tahun penjara. Andaikan reformasi tidak bergulir, andaikan Soeharto tetap mengangkangi kursi "orang nomor satu di Indonesia", andaikan Gus Dur tidak terpilih menjadi Presiden setelah reformasi tuntas meruntuhkan Orde Baru, barangkali Budiman masih tetap mendekam di LP Cipinang--atau dipindahkan entah ke mana.

Budiman tidak sendirian. Delapan aktivis PRD lain yang ditahan di tempat yang sama. Yakni, Petrus Hari Hariyanto, Anom, Kurniawan, Wilson, Ignatius Pranowo, Garda Sembiring, Suroso, dan Ken Budha Kusumandaru.

Atas amnesti Presiden Gus Dur pada 10 Desember 1999, Budiman akhirnya menghirup udara bebas. Sejak itu, lama tidak terdengar kiprahnya. Ternyata ia meneruskan kuliah di Universitas London dan Universitas Cambridge.

Budiman Sudjatmiko memaparkan gagasan awal pembentukan Inovator 4.0 Indonesia | Dokumentasi Pribadi
Budiman Sudjatmiko memaparkan gagasan awal pembentukan Inovator 4.0 Indonesia | Dokumentasi Pribadi
Bahasa rakyat. Inilah dua kata yang lekat di bawah batok kepala saya pada pertemuan imajiner bersama Budiman. Tidak, kami tidak beremu langsung dan bercengkerama tentang dunia buku--sekalipun kami sama-sama rakus membaca. Kami bertemu lewat tulisan. Beliau selaku penulis dan saya selaku pembaca. Pertemuan itu terjadi lewat sebuah opini Menggali Jejak Kebangkitan pada 21 Mei 2008.

Sejatinya, Budiman berbicara tentang kebangkitan bangsa. Namun, ia justru mengedepankan dua kata yang sudah lama hilang dari kamus pejabat atau petinggi negara. Dua kata itu adalah "bahasa rakyat". Dua kata yang lesap dan lesak ke dasar sanubari saya.

Pemilu memang terus digelar setiap lima tahun sekali, jargon "suara rakyat suara Tuhan" masih rutin terdengar, tetapi bahkan wakil rakyat pun sebenarnya tidak lebih dari wakil partai. Meminjam ledekan Iwan Fals, wakil rakyat tidak lebih dari politisi yang "hanya tahu nyanyian lagu setuju". Belakangan kian parah. Ada yang sudah tidak ikut "barisan asal setuju", tetapi cenderung "asal bunyi". Tragis!

Pada pertemuan kedua itu beliau menegaskan kembali alangkah vital bahasa rakyat itu. 

Pada awal-awal kebangkitan [bangsa], hampir semua pemimpin kebangkitan nasional hidup bersama rakyat, sangat dekat dengan kehidupan keseharian rakyat, sehingga bahasa rakyat hampir tidak berjarak dengan mereka. 

Begitu ungkap Budiman dalam artikel yang bernas dan renyah dibaca.

Saat itu menjelang pemilu. Saya tahu bahwa Budiman sudah aktif kembali di dunia politik praktis. Diam-diam saya menaruh banyak harapan di pundaknya. Berharap beliau tidak menjadi anggota paduan suara "Koor Setuju". Berharap beliau tidak tidur saat sidang soal rakyat. Berharap beliau tidak lupa pada rakyat yang diwakilinya. Dan, puji Tuhan, ia terpilih ke Senayan.

Saya suka pejabat yang rajin membaca dan bertambah suka apabila pejabat itu rajin menulis. Perasaan suka itu makin menjadi-jadi jika pejabat yang rajin membaca dan menulis itu juga cerdas dan cermat menggunakan bahasa Indonesia. Budiman memiliki ketiga hal tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun