"Aku selalu serius dalam hal bahasa Indonesia!"
"Tetapi tidak dalan perkara perasaan."
Sabda tertawa lirih. "Ini pilihan, Kawan!"
Sam mencibir sambil berlalu dengan gelas kopinya.
***
Mana yang tepat antara dimungkiri atau dipungkiri? Silakan baca di sini.
Sabda tahu bahwa saran ayahnya amat sangat benar, tetapi tidak mudah mempraktikkan nasihat itu. Ketika sebuah perkara mulai membelit perasaan, kita selalu butuh penjelasan. Jika tidak, perkara itu akan menumpuk di dada dan sewaktu-waktu bisa meledak. Masalah memang bukan sesuatu yang baik untuk disimpan.Â
Apalagi dihindari. Menyimpan atau menghindari masalah justru akan membuat masalah makin menumpuk. Dan pekerjaan seperti itu laksana menumpuk daun dan kayu kering, letik api akan melalapnya dalam seketika.
Tidak perlu jauh-jauh berguru. Kata sudah menunjukkan kepada kita mengapa sesuatu butuh penjelasan dan bagaimana sesuatu harus dijelaskan. Itulah gunanya konjungsi alias kata penghubung alias kata sambung. Yang terputus, sambunglah. Yang terpisah, hubungkanlah. Sesederhana itu filosofinya.
Jika ingin menjelaskan sesuatu yang, selama ini, kita peram di sanubari, kita bisa memulainya dengan kata bahwa. Misalnya: Bahwa aku akan menyayangi dan mengasihimu sepanjang hayatku, itu niscaya. Hanya saja, sengaja atau tidak, kita sering menukar bahwa dengan kalau. Sekadar contoh: Kamu mengatakan kalau dia sudah tidak mencintaimu. Jelas-jelas kalau pada contoh itu tidak bisa menggantikan posisi bahwa. Coba bandingkan dengan kalimat ini: Kalau kamu masih marah, bagaimana mungkin kita berangkat bersama?
Tetapi, saat ini Sabda sedang ingin menghirup pahit kopi.