Mental pemain juga layak diapresiasi. Milla berhasil menyuntikkan romantisme "berjuang hingga tetes darah penghabisan". Malahan pemain kita tidak terusik oleh akting pemain lawan. Kecemasan akan kekalahan juga terusir dari benak pemain.Â
Pemain kita terus bergerak, mengepung musuh, memainkan bola dengan tenang, menjaga ritme serangan, dan selangkah demi selangkah mendekati gawang lawan. Gairah memberikan yang terbaik masih tampak pada babak tambahan. Bahkan David sempat merepotkan kiper lawan.
Mengangkat moral pemain setelah menderita kekalahan kini menjadi pekerjaan rumah bagi Milla. Selaku pelatih, ia harus mampu mengatrol kembali mental Hansamu dan rekan-rekannya. Jangan sampai kalah di fase gugur kembali menumpulkan daya ledak pemain muda kita.
Sekali lagi, kekalahan adu penalti bukan sesuatu yang memalukan. Belanda pernah mengalaminya. Argentina juga. Italia juga. Jadi, tegakkan kepala.
Gagal mengeksekusi penalti juga bukan hal memalukan. Siapa pun bisa mengalaminya. Ronaldo mengalaminya, Messi juga pernah. Jadi, tegakkan kepala.
Air mata boleh mengalir, namun kekalahan tidak perlu ditangisi secara berlarut-larut. Kita sudah menyaksikan perjuangan timnas Indonesia. Kita sudah menonton betapa mengharukan detik-detik saat pemain kita bersalaman dan berkenalan dengan Si Gagal.
Jangan berhenti menyanyikan doa: Garuda di dadaku ...
Kandangrindu, 2018