Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Seperti Cinta, Adakalanya Partikel "Pun" Ditulis Terpisah

30 Juni 2018   15:27 Diperbarui: 1 April 2019   16:08 3990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI seyogianya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Siapakah yang mengelola akun Twitter Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI? Andai kata dikelola sendiri oleh beliau, tentu riskan dan miris karena beliau pejabat negara. Lebih miris lagi, beliau penanggung jawab tata kelola pendidikan di negeri tercinta ini.

Andaikan bukan beliau sendiri yang mengelola akun Twitter @muhadjir_ef, alias akun tersebut dipercayakan kepada administratur, rasanya makin miris. Pengelola akun Pak Mendikbud bisa sebegitu lengah. Bukan sekadar menyebalkan, melainkan sudah menyedihkan. Kata menyedihkan ini sedikit lebih lembut dibanding mengenaskan.

Apa pasal sehingga saya berpendapat demikian? Adalah cuitan beliau, Rabu (27/6), yang menjadi cikal soal kegelisahan dan kegusaran saya. Coba kita tilik rekam layar cuitan Pak Menteri.

Sumber: Twitter.com/muhadjir_ef
Sumber: Twitter.com/muhadjir_ef
Mari kita sisir kicauan beliau.

Hari ini bersama istri tercinta menunaikan pemilihan kepala daerah wilayah Jawa Timur. Saya membayangkan alangkah saktinya Pak Menteri sampai-sampai beliau sanggup menggelar hajat seakbar Pemilihan Gubernur Jawa Timur. Padahal, hajat seperti itu merupakan tanggung jawab KPU. 

Akan tetapi, abaikan saja soal pilkada itu. Ada perkara yang lebih menggelitik. Lihatlah cara beliau menggunakan kata siapa pun. Sesuatu yang seharusnya dipisah malah digabung. Aneh bin ajaib. Sekelas menteri, Mendikbud pula, tidak paham kaidah penulisan partikel pun.

Jangan-jangan beliau tidak pernah membaca Permendikbud Nomor 50 Tahun 2015 Tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Bisa jadi begitu. Dan, masuk akal karena Permendikbud tersebut ditandatangani oleh menteri sebelumnya, bukan oleh Pak Muhadjir. 

Meski begitu, maafkan beliau. Bagaimanapun, beliau manusia biasa. Pak Harto pun dulu sering keliru berbahasa Indonesia. Semakin disebut semangkin. Daripada sering digunakan dengan tidak semestinya. Pak Badudu sampai-sampai letih sendiri mengkritik mantan presiden kita itu. 

Nah, sekarang kekeliruan berbahasa Indonesia itu dilakukan oleh seorang menteri. Kekeliruan mendasar yang fatal. Mengapa begitu? Jawabannya sederhana, karena beliau Mendikbud. Kalaupun bukan beliau yang berkicau demikian, akun yang digunakan tetaplah akun beliau.

Apa kata dunia!

Sederhananya begini. Jika seorang guru Bahasa Indonesia keliru dalam berbahasa Indonesia, murid-muridnya pun besar kemungkinan akan ikut keliru. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Guru pun keliru, apalagi murid.

Mungkin sepele bagi sebagian orang, namun tidak remeh bagi para munsyi atau pencinta bahasa Indonesia. Kenapa? Hal ini terkait dengan keteladanan. Siapa pun yang membaca kicauan Pak Menteri boleh jadi mengira bahwa cara beliau menulis siapa pun adalah cara penulisan yang tepat. Lantas ditiru atau dicontoh. Padahal, sebenarnya salah. Atau, kita anggap peristiwa ini semacam kebetulan yang salah saja. Ah, tidak sesederhana itu. 

Walau bagaimanapun, Pak Menteri sedang melakukan tindak penyesatan. Beliau mencontohkan penggunaan bahasa Indonesia yang tidak baik dan tidak benar. Tak heran bila bahasa Indonesia tidak dikuasai oleh pemakai dan penuturnya sendiri. Lah, menterinya saja begitu. Kira-kira begitu komentar yang pedasnya.

Sebenarnya penulisan partikel pun bukanlah sesuatu yang sulit, asalkan kita tahu kaidahnya. Masalahnya, kita sendiri yang malas mempelajari bahasa Indonesia. Kita sendiri yang kerap, tanpa sadar atau malah sangat sadar, meremehkan dan merecehkan bahasa Indonesia. 

Sekali lagi, penulisan partikel pun itu mudah. Atas niat lebih memudahkan pula maka tulisan ini lahir. Sebut saja ikhtiar seorang warga yang ingin mengudar atau mengurai kekeliruan penulisan partikel pun.

Sumber vektor: kisspng.com [Dokpri]
Sumber vektor: kisspng.com [Dokpri]

Pertama, kenali 12 kata yang partikel pun ditulis serangkai. Jumlahnya tidak banyak, cuma dua belas. Kedua belas kata tersebut adalah adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, dan walaupun. 

Kedua belas kata itu berfungsi sebagai penghubung. Semacam jembatan di atas sungai yang menghubungkan sisi yang satu dengan sisi yang lain. Itu sebabnya ditulis serangkai. Bagaimana mungkin menghubungkan jika kata itu saja dipisah?

Contoh penggunaannya dapat dilihat dalam kalimat berikut.

1. Adalah kamu yang pergi, adapun aku yang perih menanggung rindu.

2. Biarpun kautolak berkali-kali, aku akan bertahan mencintaimu.

3. Bagaimanapun, aku telanjur cemburu. 

4. Baik yang ditinggalkan maupun yang meninggalkan sama-sama berduka.

5. Aku tak peduli sekalipun kamu berlutut meminta maaf.

Oh ya, salah satu makna pun adalah juga. Jadi, pemakaian bagaimanapun juga merupakan pemborosan. Mubazir. Mending irit. Cemburu saja harus diirit, apalagi kata. 

Jika kita baca 12 kata hubung tersebut dengan saksama, tidak ada kata siapapun di situ. Entah apa rujukan Pak Menteri sehingga menyangka penulisan siapapun sudah tepat. 

Sumber Vektor: kisspng.com [Dokpri]
Sumber Vektor: kisspng.com [Dokpri]
Kedua, pun yang berfungsi sebagai satu kata harus ditulis terpisah. Selain berguna sebagai jembatan penghubung atau pengantar kalimat, pun sekaligus bermakna juga, saja, penguat pokok kalimat, dan penanda mulainya sesuatu. 

Contoh penggunaannya dapat dilihat pada kalimat berikut.

1. Aku pun rindu kepadamu. [Aku juga ...]

2. Membaca perasaanku pun tak mampu, apalagi menjaga perasaanku. [perasaanku saja ...]

3. Ayah pun bertanya, "Sejak kapan kamu jatuh cinta kepadanya?" [penegas]

4. Maka, rindu pun badailah. [penanda mulainya rindu yang badai]

Pun pada siapa pun berarti saja. Dengan demikian, penulisannya terpisah. Kalaupun susah menghafal 12 kata dengan partikel pun yang digabung, tinggal mencari tahu makna pun dalam kalimat. Andaipun masih sulit, ya, terima nasib saja. Hehehe....

Bagaimana dengan apa pun? Sama, pisahkan karena keduanya bukan muhrim. Ups, maksud saya, bukan kata penghubung. Kalau kapan pun? Sama, pisahkan juga. Nanti mereka berkelahi kalau tidak dicerai atau dilerai. 

Contoh lain:

1. Jangankan makan, minum pun sudah tak mampu. [minum = kata kerja]

2. Kamu pun tahu betapa sakit dicecar curiga. [kamu = kata ganti]

3. Bukan hanya merah, putih pun ia suka. [putih = kata sifat]

4. Kantor pun sepi. [kantor = kata benda]

Bertolak dari keempat contoh di atas, kita bisa mengetahui bahwa pun selaku kata yang mandiri lumrah mengikuti kata kerja, kata ganti, kata sifat, dan kata benda. Sangat sederhana kaidahnya. Sangat mudah.

Dengan demikian, jelaslah bahwa tidak semua partikel pun digabung atau dirangkai dengan kata yang diikutinya. Persis seperti cinta yang tidak selamanya bersatu. Bahkan yang sudah bersatu saja kadang masih harus berpisah. Entah karena pekerjaan, entah karena acara dadakan.

Begitu pun dengan partikel pun.

Sumber Vektor: kisspng.com [Dokpri]
Sumber Vektor: kisspng.com [Dokpri]
Ketiga, tiga kata dengan partikel pun yang dapat digabung atau dipisah. Nah, mulai membingungkan. Pelan-pelan, ya. Ada tiga kata dengan partikel pun yang dapat digabung atau dipisah. Tidak membingungkan, kan?  

Yang membingungkan itu harapan yang digantung. Ditolak tidak, diterima pun tidak.

Lagi pula, hanya tiga kata. Tidak banyak. Ketiga kata itu adalah adapun dan ada pun, maupun dan mau pun, serta sekalipun dan sekali pun. Adakalanya digabung, adakalanya dipisah. Biarpun sangat cinta, biarpun sudah bersama selama puluhan tahun, biarpun sudah senasib sepersedihan, sekali-sekali mesti berpisah.

Simak contoh pemakaian adapun dan ada pun dalam kalimat berikut.

1. Adapun aku, biarlah merawat cintaku kepadamu dari kejauhan. [mengenai aku]

2. Ada pun belum tentu kuambil. [walaupun ada]

Simak juga perbedaan antara maupun dan mau pun dalam kalimat berikut.

1. Baik masa lalu maupun kamu tak akan kubiarkan menguasai ingatanku.

2. Kamu mau pun, mantanmu sudah tiada. 

Adapun contoh penggunaan sekalipun dan sekali pun bisa ditilik pada kalimat berikut.

1. Sekalipun perpisahan memberati hatiku, rinduku kepadamu selalu menguatkan.

2. Semenjak kamu pergi, tak sekali pun kamu berkabar.

Begitulah. Tidak sulit, kan? Kalau masih sulit, biasakan memakai pun dalam kalimat dan periksa ketepatan penggunaannya. Jangan takut salah. Tidak apa-apa salah berkali-kali, karena dari situ kita dapat kesempatan memperbaiki kesalahan.

Bagaimana dengan Pak Menteri? Beliau pasti arif dan bijak dalam menanggapi tulisan ini. Dan, kita mesti berterima kasih karena beliau sudah menunjukkan sesuatu yang mesti diperbaiki. Lagi pula, rasanya muskil tulisan ini dapat menemui beliau. Kendatipun ada yang meneruskan tulisan ini kepada beliau, belum tentu beliau baca.

Andaipun beliau baca, belum tentu penulisan partikel pun di akun Twitter beliau berubah. Kenapa begitu? [khrisna]

Kandangrindu, 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun