Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Empat Prosa Lirih tentang Debu Rindu Masa Lalu Kita

29 Juni 2018   09:04 Diperbarui: 29 Juni 2018   16:47 3084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Kuanggit prosa lirih ini ketika gemintang Jerman di Rusia kehilangan cahaya dan kejutan Kotak Kosong di Makassar merasuki pikiranku. 

Tetapi ada yang duluan menduduki pikiranku. Kamu!)

Tentang Debu di Jendela Rasa

Kaca jendela rasaku kotor. Buram karena debu cemburu. Muram karena bebutir benci. Suram karena repih kecewa. Untung dadaku dihangatkan dan disangatkan hujan sendu.

Hujan yang seharian tumpah di pekaranganmu adalah sendu yang ditiup angin rinduku. Hujan yang isinya debu cemburu,  bebutir benci, dan repih kecewa. Semuanya digerakkan perih doaku agar tumpah di dadamu.

Aku percaya hatimu bukan salju beku. Bukan pula batu gagu. Aku percaya hatiku bukan serbuk sepi. Bukan pula berantak sunyi. Kamu, seguruh degup yang menopang jantungku. Aku, seluruh debu yang memburamkan kaca heningmu.

Tentang Rindu yang Membutakan dan Membatukan Rasa

Di sekitar kita terlalu banyak orang yang melantik diri selaku hakim bagi orang lain. Mencaci seenaknya, menggunjing semuanya. Mencela kebaikan, mencerca kearifan. Mereka seketika hakim-hakim berkepala batu. Yang berlidah sembilu, yang berbibir gunting.

Tetapi rindu mengajariku Ilmu Menahan Diri. Dijejalinya pedihku dengan kepekaan dan kepedulian. Tidak asal bicara, tidak asal bertindak. Tahu waktu yang tepat untuk berbicara, tahu saat yang pas untuk bertindak.

Rindu juga mengingatkanku pada faedah Menahan Diri. Diajaknya hatiku supaya rajin mencari jalan ke dalam. Maka tertemu kini kesalahan diri. Diserunya hatiku supaya segera melupakan jalan ke luar. Maka terlupa sekarang kesalahan orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun