Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Remba dan Tetangganya yang Boros Kata

2 Juni 2018   12:24 Diperbarui: 2 Juni 2018   23:17 1987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pixabay.com

Bukan kasihan pada orangnya, tetapi kasihan pada bahasa Indonesia yang kita cintai. Dipandang sebelah mata. Diremehkan. Dianggap sepele. Padahal, tetangga saya itu, selalu menggerutu kalau orang-orang asing menghina Indonesia.

Remba membayangkan Tami berdiri di depannya, keningnya berkerut, alisnya bertaut, dan mulai sewot karena pengantar yang terlalu lama dan inti kisah bahkan belum tertuturkan.

Remba mengulum senyum membayangkan lengannya dicubit jemari lentik Tami yang mencebik karena cemas. Maka, ia kembali meneruskan suratnya.

Baiklah, akan kuceritakan kepadamu muasal ketakjubanku. Begini. Pagi ini, tetanggaku itu sangat boros memakai kata. Tiga kali ia boros memakai kata. Padahal kata mestinya seperti cinta: tidak boleh diboroskan di mana-mana, cukup pada satu hati saja.

Pertama, banyak orang-orang. Ini keliru. Pemborosan. Dia bisa saja mengatakan banyak orang atau orang-orang. Kedua, para guru-guru. Para itu kata jamak, bukan tunggal atau sendirian. Guru-guru juga jamak, kata yang berarti "guru lebih dari satu orang". Cukup menggunakan para guru atau guru-guru. Ketiga, semuateman-teman. Sudah banyak, teman-teman pula. Sudah jamak, bertambah banyak. Padahal tinggal memilih salah satu. Bisa semua teman, bisa juga teman-teman. 

Kesalahan kok dipiara. Ajaib, kan? 

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Remba tertawa-tawa. Ia meringis ketika teringat mimik Pak Roby pagi tadi. Sebelum lawan main caturnya itu menutup pintu kamar, ia menyapa ramah.

"Tidak ke kampus?"

Remba menggeleng. "Libur, Pak."

"Saya juga maunya libur," keluh Pak Roby, "tapi resiko bawahan."

"Maunya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun