Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Mengenang Jasa Para Karyawan/i Misi di Nusra, Sangat Ulet Tetapi Dilupakan

2 Mei 2014   03:59 Diperbarui: 26 November 2017   11:57 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Luar biasa itu adalah kata yang tepat untuk menggambarkan kinerja para karyawan/i bagi Gereja. Kalau Gereja adalah kita (para beriman kristen) maka mereka adalah para pemilik Gereja itu sendiri.

Ya, boleh dikatakan bahwa jasa para karyawan/i bagi misi di Nusra sangat besar. Mereka menghidupkan Gereja melalui semua bidang: listrik, guru agama, koster, pengurus lingkungan, liturgi, bangunan, guru, pertanian, peternakan, dapur, dll.

Saya tidak bisa membayangkan kalau Gereja katolik di Nusra tanpa mereka. Tanpa mereka, Gereja mungkin kesulitan hidup. Mereka ibarat benih yang jatuh di tanah yang subur,ikut berbuah dan membuat Gereja di Nusra berkembang hingga sat ini.Sejak misi gereja Katolik mulai menginjakkan kakinya di Nusa Tenggara, banyak kaum pribumi Nusa Tenggara yang direkrut untuk bekerja di biara-biara dan pastoran Katolik.

Dalam usia muda, banyak sama saudara/i kita itu didik oleh misi dengan keterampilan praktis lalu kemudian dikembalikan ke lingkungan keluarganya. Namun tak sedikit pula yang kemudian dimintakan untuk bekerja sebagai karyawan/i misi di lingkungan biara-biara atau gereja-gereja Katolik.

Para karyawan/i itu bekerja pada berbagai bilik pekerjaan, misalnya: sebagai tukang kayu atau tukang batu, tukang las besi, tukang cat, tukang jahit, bilik basuh, bagian dapur, bagian pertanian, bagian peternakan, dll. Para karyawan/i misi bekerja atas dasar pengabdian dan iman semata-mata.

Pada masa Hindia Belanda, oleh karena kurang kontrol ketat dari pemerintah, seringkali penghasilan yang diterima para karyawan/i ini hanya cukup untuk dapat hidup. Mereka ada yang menerima penghasilan di bawah standard upah yang layak. Namun oleh kesetiaan terhadap iman, mereka akhirnya terus setia bekerja hingga masa tua tiba, lalu berpulang tanpa sebuah gaji untuk jaminan hari tua yang layak.

Patut diakui bahwa persoalan pembayaran gaji di lingkungan biara atau misi gereja Katolik telah lama terdengar agak kurang wajar. Namun mereka tetap menerimanya dengan ikhlas bertahun-tahun bahkan hingga pensiun. Hal itu terjadi karena pertimbangan seiman, seagama dan sekeyakinan.

Lagi pula, para karyawan/i misi itu sering juga tak menuntut pembayaran yang besar, apalagi menuntut rupa-rupa kepada misi gereja, sebab misi gereja juga ialah mereka sendiri sedangkan para biarawan/i saja sedang terikat kaul-kaul kesucian, kemiskinan dan ketaatan.

Meksipun dengan gaji yang seadanya, mereka masih bisa hidup layak untuk membangun rumah, memelihara ternak, mengolah tanah dan memelihara putera/i mereka. Memang para karyawan/i misi masih tetap tetap terlihat cukup bahagia dengan gaji seadanya tak menuntut banyak hal.

Salah satu karyawan Seminari SMA Seminari Lalian, yang sudah almarhum ialah Bapak Fransiskus Asten, bertahun-tahun bekerja sebagai tenaga pembangun dan bekerja pada bagian Peternakan Seminari sejak muda hingga masa pensiunnya tetap merasa bersyukur dengan gaji yang diberikan oleh Alm. Pater Gerard Nikolaas Schrombges, SVD. Selama waktu hidupnya ia membangun rumah dan mengolah kebun hingga mengurus peternakan. Hasilnya sungguh berguna bagi misi, di mana anak-anaknya juga sudah mandiri semuanya, juga seorang puteranya kini kembali bekerja untuk menggantikan ayahnya di bagian Peternakan SMA Seminari Lalian.

Para karyawan misi Katolik adalah pekerja yang ulet, cekatan dan kemampuan otodidak yang luar biasa. Mereka tidak pernah menuntut untuk dibayar sesuai standard nasional. Selama masa Hindia Belanda, mereka tetap bekerja sama dengan para misionaris Eropa, kemudian setelah kemerdekaan Indonesia, mereka bekerja sama dengan para biarawan/i dan imam sebangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun