Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Belajar Dari Presiden Joko Widodo

8 April 2015   10:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:23 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ketika awal melakukan kampanye Presiden, banyak orang mempertanyakan Keislaman sang calon Presiden Joko Widodo. Dalam buku berjudul Saya Sutjiatmi Ibunda Jokowi, hal.43-49, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014) seperti dikutip Wikipedia dituliskan hal-hal menarik tentang sosok dan keteladanan sang calon Presiden Joko Widodo tentang Islam, yakni agama yang dianutinya. Pada 24 Mei 2014, Presiden Joko Widodo, yang ketika itu sebagai Capres menyatakan bahwa dia merupakan bagian dari Islam yang,

"...Islam yang rahmatan lil alamin, Islam yang hidup berketurunan dan berkarya di negara RI yang memegang teguh UUD 45. Ia juga menyatakan bahwa ia bukan bagian dari kelompok Islam yang: (1). "sesuka hatinya mengafirkan saudaranya sendiri", (2). "menindas agama lain", (3). "arogan dan menghunus pedang di tangan dan di mulut", (4). "suka menjejerkan fustun-fustunnya", (5). "menutupi perampokan hartanya, menutupi pedang berlumuran darah dengan gamis dan sorban", atau (6). "membawa ayat-ayat Tuhan untuk menipu rakyat..".

Islam yang sangat toleran, yang mengutamakan cinta kasih, yang berkarya tanpa pamrih bagi masyarakat, agama dan negara, Islam yang memegang teguh Pancasila dan UUD 1945, Islam yang bukan menghidupkan fundamentalisme, Islam yang tidak mengkafirkan saudaranya sendiri, Islam yang tidak gunakan ayat-ayat suci untuk menipu, Islam yang tidak menindas agama lain,  dll.

Tampaknya Keislaman Presiden Joko Widodo merupakan Keislaman yang ideal untuk Indonesia, yang asli, yang toleran dan yang menjadi model untuk diteladani oleh mayoritas rakyat Indonesia yang menganut Muslim. Akan tetapi dalam praktek nyata, secara terus terang, saya bukanlah penganut Muslim, namun sebagai Katolik saya pernah belajar tentang Muslim di bangku kuliah, setidaknya saya ikut mengakui bahwa praktek-praktek agama Muslim dari segelintir penganutnya tampaknya telah lama berada di jalan yang tidak benar. Itu semua terjadi salah satu sebabnya ialah oleh tuntutan kebutuhan hidup di kota-kota besar bahkan kota metropolitan, di mana banyak orang tanpa segan mempraktekkan Islam yang keliru, karena mereka telah hidup dalam kemewahan harta yang didapati dari praktek agama yang keliru itu, terus mempertahankannya dan sulit berbenah diri.

Meskpun jalan untuk bertobat tetap terbuka, namun mereka perlu disadarkan dengan segala cara. Sejahat-jahatnya seseorang, toh masih ada kesempatan untuk berbenah diri selagi masih hidup di dunia ini agar tidak terlambat dan terkena hukuman Tuhan. Tuhan itu Maha Penyabar. Tuhan selalu menanti orang untuk bertobat dan sadar atas kekilafannya lalu mengambil niat untuk berbenah diri.

Pengalaman pribadi saya menunjukkan bahwa praktek-praktek menggunakan ayat-ayat suci Alquran untuk tujuan yang tidak baik tampaknya mulai merajalela.

Kemarin siang (7/4/2015) Telefon genggam saya berdering panjang, ketika saya mengangkat dan menekan tombol menjawab, tampak jelas sebuah Nomer baru HP terpampang, dan dari seberang seseorang menjawab dengan suara kecil namun nyaring, "Anda mendapatkan hadiah Telkomsel sebesar Rp 10 juta". Sayapun terkejut dan tak percaya. Lalu dalam hati berkata, "Mana mungkin saya mendapatkan hadiah Telkomsel kalau saya tidak mengikuti Lomba Telkomsel Lagi pula berdasarkan pengalaman, saya yakin bahwa si penelpon di seberang sana itu jelas merupakan seorang penipu".

Selanjutnya, si penelpon menanyakan warna kartu ATM saya dan memerintahkan saya ke ruang ATM Bank terdekat untuk urusan Transfer. Bukan main marahnya saya, sudah ada ada indikasi menipu, memerintah lagi. Lalu saya katakan, "Saya tidak ada urusan dengan anda, saya menolak hadiah itu, anda seorang penipu,". Lalu terdengar sayup-sayup, si penelpon mengucapkan sebuah kalimat yang besar dugaan saya bahwa kalimat itu ialah ayat-ayat suci Alquran lalu menutup Telepon.

Terus terang, saya merupakan seorang non Muslim. Saya adalah seorang Katolik, namun saya sedikitnya sudah mengikuti berbagai kuliah tentang Islam Rahmatin, Lil 'Alamain. Dalam kuliah-kuliah itu saya sadar bahwa agama Islam ialah agama yang mulia, karena itu para penganutnya perlu gunakanlah sebagai sarana untuk mencapai keselamatan dan kesempurnaan baik di dunia maupun di surga. Namun oknum-oknum penipu yang berseliweran tampaknya telah gunakan ayat-ayat suci Alquran untuk mencoba menipu sesamanya.

Jelas sebagai seorang terpelajar, yang yakin akan kebenaran bahwa orang tidak boleh gunakan ayat-ayat suci Alquran untuk menipu dan untuk tujuan jahat. Si penelpon menjadi serba salah, setelah ucapkan kalimat suci Alquran dia menutup Teleponnya. Beruntung saya sadar dan menolak kemauan si penelpon gelap itu. Sayapun tidak menjadi korban penipuan, namun tentunya sudah banyak korban yang terhipnotis oleh aksi si penipu.

Menjadi Islam, artinya menjadikan ajaran Islam sebagai pegangan hidup serta menjunjung tinggi kerja berdasarkan kejujuran serta keadilan serta menjauhi segala angkara murka, tipu daya dan persahabatan dengan kejahatan. Ini menjadi komitmen semua agama bukan hanya para penganut agama Islam namun juga agama yang saya anuti yakni Katolik. Saya yakin semua agama itu mulia, hanya dalam prakteknya sering para penganutnya telah gunakan untuk tujuan salah dan jahat, yang tidak benar. Kalau orang terus berada dalam dosa dan kejahatan, saya yakin orang akan dalam suasana ketertindasan dan merasakan rusaknya martabat pribadi oleh dosa-dosa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun