Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Setelah 75 Tahun Merdeka, Bahasa Indonesia Lisan para Guru dan Kepala Sekolah di NTT Masih Terdengar Amburadul

19 September 2020   05:01 Diperbarui: 19 September 2020   05:17 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para siswa/i saya di SMA Kristen Atambua. (Foto: Dokpri).

Dalam sebuah pertemuan resmi atau tidak resmi, jika Anda mendengar secara baik-baik isi bahasa lisan yang dikeluarkan para pembicara dan penanya sering terdengar tidak dikontrol dan dikendalikan dengan baik. Hal ini juga berlaku bagi seorang guru dan kepala sekolah. Para guru dan kepala sekolah banyak kali berbicara tidak sesuai dengan bahasa yang baik dan baku. Bahkan pembicaraan mereka terkesan asal omong. Mungkin mereka menganggap remeh para pendengar yang sedang duduk atau berdiri di depan mereka. Sudah 75 tahun merdeka, bahasa lisan para guru dan kepala sekolah saja masih terdengar amburadul dan parah.

Malahan sudah bertahun-tahun bahasa lisan para guru dan kepala sekolah terdengar tumpang tindih dalam hal pengertian dan tata bahasa yang baku dan benar. Bahasa menunjukkan peradaban seseorang. Pemilihan kata dan kalimat yang tepat membuat seseorang makin beradab. Pemilihan kata yang tidak tepat membuat seseorang makin tidak beradab. Akibatnya bisa terjadi kericuhan sosial.

Saya mencatat beberapa faktor penyebab mengapa bahasa lisan seseorang guru dan kepala sekolah di NTT sering tidak bisa dikontrol dengan benar oleh diri mereka sendiri:

Pertama, akibat dari kurangnya seorang guru dan kepala sekolah merumuskan pemikirannya dalam bentuk bahasa tulisan. Isi dan bentuk bahasa lisan yang diperdengarkan kepada publik atau seseorang harus dilakukan lebih dahulu melalui perumusan tertulis secara tepat, benar dan efektif. Agar lebih terdengar nikmat dan beradab oleh para pendengarnya. Semakin bahasa lisan itu dirumuskan secara baik dan benar semakin beradab pembicaranya.

Kedua, bahasa tulisan yang dipakai seseorang pembicara merupakan karangan orang lain, bukan karangan diri pembicara yang bersangkutan. Apalagi pembicara kurang mendalami secara mendalam tulisan itu sebelum dia berbicara di muka umum. Hal ini menyebabkan akibat lanjut yakni: pembicara banyak mengeluarkan isi pembicaraan tanpa kontrol tata bahasa yang telah dia pelajari dan persiapkan sebelumnya.

Ketiga, akibat sistem literasi guru dan kepala sekolah yang tidak ada di sekolah sehingga para pembicara (guru dan kepala sekolah) tidak berbicara dengan mendasarkan pemikiran ilmiahnya atas fakta-fakta tetapi atas emosi-emosinya sendiri. Sekolah atau lembaga pendidikan tidak mengembangkan iklim ilmiah berdasarkan penelitian yang cermat dalam bidang pendidikan. Para guru dan kepala sekolah mengambil keputusan berdasarkan emosi-emosi, bukan berdasarkan kajian ilmiah yang teliti, misalnya melalui kajian Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK tidak dilakukan oleh sekolah-sekolah di NTT secara baik sesuai dengan petunjuk pusat.

Bahasa lisan adalah bahasa yang menggambarkan keberadaban pembicaranya. Tingkat ketepatan isi dan bahasa harus dinilai tinggi agar sebuah bangsa bisa makmur. Bahasa lisan dari seorang guru dan kepala sekolah di sekolah berbeda dengan bahasa lisan seorang pedagang, petani, buruh atau sopir. Bahasa lisan dari seorang guru dan kepala sekolah harus melalui perumusan yang matang sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah. Juga pengucapannya arus tepat dan tidak bertele-tele sesuai dengan tujuan dan maksud pertemuan.

Oleh karena itu untuk menyelesaikan tumpang tindihnya bahasa lisan bagi seorang guru dan kepala sekolah, maka jalan yang terbaik ialah dengan melalui literasi di blog-blog. Gerakan literasi di blog-blog adalah sarana seorang guru dan kepala sekolah di NTT menunjukkan bahasanya kepadan publik.

Kita melihat sendiri bahwa literasi di blog-blog jarang dibuat guru dan kepala sekolah di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Bahkan hal yang terjadi ialah guru dan kepala sekolah tidak di Provinsi NTT tidak pernah menulis artikel-artikel di blog. Mereka hanya menulis tulisan-tulisan singkat di Facebook dan Whatsapp dengan isinya yang tidak jelas. 

Tulisan-tulisan para guru di Facebook dan Whatsapp di NTT tidak ubahnya seperti tulisan-tulisan para siswa/inya.

Jadi gerakan literasi belum begitu bagus dan berhasil di NTT. Setelah 75 tahun merdeka, bahasa Indonesia lisan yang dikeluarkan oleh para guru dan kepala sekolah di sekolah masih tetap terdengar amburadul dan tidak sesuai dengan tujuan pembicaraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun