Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Let's Read, Bertahun-tahun Sudah Saya Berkarya di Lembaga Pendidikan

13 September 2020   03:02 Diperbarui: 13 September 2020   03:15 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para siswa/i saya di SMA Kristen Atambua sedang membaca di kelas pada September 2011 lalu. (Foto: Dokpri).

Saya sendiri heran mengapa saya memilih guru sebagai profesi utama saya. Padahal saya berlatarbelakng Sarjana Filsafat. Faktor penyebab saya memilih profesi guru adalah pengalaman masa lalu saya sendiri. Saya sangat mementingkan kemampuan manusia dalam meraih kemajuan, bukan uang. 

Saya menyadari bahwa kemampuan baca-tulis para peserta didik yang duduk pada bangku SMP, SMA hingga Akademi adalah sangat penting. Saya membahas judul di atas dengan topik kecil tentang berkaca dari masa lalu saya sebagai mahasiswa filsafat di STFK Ledalero, Flores. Pergumulan saya mencari ilmu menyadarkan saya bahwa faktor manusia lebih penting dari uang. Kelak setelah saya menjadi guru saya sangat mementingkan kemampuan dan motivasi peserta didik saya untuk maju dan berkembang secara baik melalui proses pendidikan.

Berkaca dari Masa Lalu Saya

Sejak SMP saya sudah menulis puisi dan artikel di Mading Gereja dan Sekolah. Setelah itu, saya menjadi penulis aktif di Majalah Sol Oriens di SMA Seminari Lalian. Saya menjadi Ketua Redaksi Sol Oriens. Dengan demikian, selain saya wajib menulis, saya juga dapat membimbing rekan-rekan menulis di Majalah Sol Oriens milik OSIS SMA Seminari Lalian di Timor-Provinsi NTT. Selain menulis di Sol Oriens, saya juga menyelenggarakan Seminar untuk para anggota OSIS di hari minggu. Saat saya menjadi frater Novis SVD Nenuk, saya harus bertugas sebagai Sekretaris Majalah Loro Sae. Di Majalah itu juga saya harus berkutat dengan menulis banyak artikel.

Menginjak bulan Agustus 1999 lalu, saat itu arus pengungsian dari wilayah Timor-Timur melanda daerah Timor barat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Wilayah Belu, tempat di mana rumah orang tua saya berada juga dilanda arus pengungsian yang luar biasa.

Sebagai mahasiswa awam di STFK Ledalero, saat itu saya mulai menginjak tingkat IV. Di kampus awam, beberapa mahasiswa asal Flores melalui PMKRI menganjurkan kepada saya agar para mahasiswa awam melibatkan diri dalam TRuK (Team Relawan untuk Kemanusiaan) Flores dalam rangka bantuan untuk para pengungsi di Timor Barat. Saya akhirnya bergabung di TRuK F dan datang untuk menolong para pengungsi di kamp-kamp pengungsian di Timor Barat selama sekitar 2 bulan. Saya malah memanfaatkan kesempatan itu untuk menulis opini politik di Harian Sasando Pos di Kupang. 

Apa yang terjadi setelah pulang dari tempat tugas sungguh saya sesalkan. Pihak lembaga sekolah mengeluarkan sanksi skorsing selama 1 semester penuh kepada saya. Hanya saja sanksi itu terasa masih lebih baik. Saya bersyukur tidak dikeluarkan dari STFK Ledalero. Saya dapat menggunakan waktu skorsing untuk menulis skripsi S1 saya. Tahun-tahun berikutnya saya berjuang dan mengakhiri pendidikan saya dengan berhasil pada tahun 2002.

Delapanbelas tahun setelah saya diwisuda sebagai Sarjana Filsafat, saya mensyukuri masa lalu saya bahwa saya berjuang sampai saya bisa menamatkan Sarjana saya dengan berhasil. Saya juga dapat memanfaatkan masa muda dengan rajin menulis artikel. Andaikan waktu itu saya memutuskan untuk memilih fakultas lain, tentu saya bukan merupakan Sarjana Filsafat seperti sekarang ini.

Walaupun dalam suasana Pandemi Covid-19, ekonomi kita tidak akan mundur signifikan malahan tetap maju. Indonesia memiliki faktor Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pelbagai bidang yang sangat handal saat ini.

Puluhan juta manusia hasil tamatan pelbagai Universitas siap berkontribusi bagi negara meskipun mereka bekerja hanya dari rumah saja. Dengan manusia memanfaatkan Notebook, Internet dan Listrik di masa Pandemi Covid-19 kemajuan Indonesia masih tetap digapai.

Faktor Manusia Lebih Penting dari Dana

Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal akan memberikan nilai tambah (added value) yang tinggi bagi tekonologi komunikasi yang dimiliki. Saya sendiri dapat emberikan kesaksian bahwa saya hanya memiliki Notebook keluaran sekitar tahun 2010 yang lalu.

Modem yang saya pakai saat ini adalah modem lama Huawei keluaran tahun 2010. Pulsa listrik yang saya gunakan saat ini adalah pulsa listrik bantuan pemerintah dalam rangka Pandemi Covid-19. Pemerintah sudah memberikan bantuan listrik selama 5 bulan, yakni: Maret, April, Mei, Juni dan Juli.

Semua fasilitas berupa Notebook, listrik, modem dan pelbagai perlatan teknologi informasi ini bagi saya yang seorang Sarjana Filsafat dan guru profesional sejak tahun 2008 adalah sangat penting. Saya dapat menggunakan alat-alat teknologi komunikasi ini untuk menjadi sumber penghasilan yang dapat dihandalkan. Karena secara manusia, saya memiliki kemampuan yang dapat diandalkan untuk bekerja dari rumah karena pendidikan tinggi dan gelar Sarjana yang saya dapatkan sejak tahun 2002 yang lalu.

Buku berjudul: Pendidikan, Keindonesiaan dan Potensi Domestik karya saya yang dapat diakses juga secara online. (Foto: Dokpri).
Buku berjudul: Pendidikan, Keindonesiaan dan Potensi Domestik karya saya yang dapat diakses juga secara online. (Foto: Dokpri).
Saya berpikir seandainya saya tidak memiliki gelar sarjana dan hanya tamat Sekolah Dasar (SD) sepeti kebanyakan penduduk di sekitar saya, tentu saya tidak dapat bekerja dari rumah dengan membuat artikel ini dan mengirimkannya untuk mengikuti lomba blog ini. Jadi faktor manusia adalah sangat menentukan dalam menentukan kemajuan sebuah bangsa dan negara, pribadi, agama, keluarga dan masyarakat.

Meskipun pemerintah menggelontorkan dana miliran Rupiah ke semua desa di Indonesia, tidak akan berrarti jika desa-desa tidak memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal. Manusia adalah faktor yang sangat penting dalam menentukan kemajuan suatu negara.

Pengalaman Sebagai Guru

Sejak tahun 2001, saya sudah bertugas sebagai guru di Belu NTT. Pada tahun 2001, saya belum tamat S1. Dengan Ijazah SMA Seminari Lalian saya diterima untuk mengajar Agama dan Matematika di SMP HTM Halilulik. Saya menuntun para remaja itu belajar matematika dan agama melalui kegiatan belajar mengajar tatap muka pada pagi hari. Kemudian pada sore hari, saya membimbing anak-anak belajar mandiri. Untuk hal ini saya hanya mengawasi mereka untuk belajar secara mandiri di bangku mereka masing-masing. Saya menjaga agar mereka tidak boleh ribut dan melakukan hal-hal yang membuat gaduh suasana sekolah.

Bagi saya mereka bukan hanya menyerap ilmu tentang matematika dan agama tetapi mereka harus belajar tentang membaca dan menulis. Saya harus membimbing mereka bagaimana cara membaca dan menulis yang benar sampai mereka mampu menyelesaikan ujian-ujian yang saya berikan dalam soal-soal pertanyaan. Saya memberikan mereka tugas mandiri dengan beberapa pertanyaan penuntun. Tugas itu dikerjakan bersama dan pribadi sebagai Pekerjaan Rumah (PR).

Saya ingat bahwa pada tahun 2001, Kepala Sekolah kami mewajibkan para guru untuk memberikan ujian dalam bentuk pilihan ganda. Dengan sistem ini, para siswa hanya dapat memilih saja satu dari 4 pilihan yang disiapkan. Dalam kondisi ini mereka tidak perlu memiliki kemampuan membaca dan menulis yang tinggi. Diam-diam, saya selalu menambahkan dengan 3-5 pertanyaan yang butuh jawaban panjang. 

Saya menerbitkan diktat-diktat sebagai bahan baca bagi para siswa/i selain buku-buku di Perpustakaan. (Foto: Dokpri).
Saya menerbitkan diktat-diktat sebagai bahan baca bagi para siswa/i selain buku-buku di Perpustakaan. (Foto: Dokpri).
Ketika soal-soal dalam pertanyaan butuh jawaban panjang, para siswa memiliki kesulitan dalam hal memberikan jawaban-jawaban mereka karena mereka harus menulis jawaban-jawaban panjang. Kondisi itu sangat sulit bagi mayoritas siswa. Bagi para siswa tertentu, justru jawaban panjang itu sangat bagus dan berguna untuk kemajuan mereka dalam menguasai ilmu pengetahuan. Hal ini menjadi jelas bahwa betapa pentingnya gerakan literasi bagi para siswa. Tanpa gerakan literasi yang sukses, kemampuan baca-tulis para siswa tidak bisa berkembang. 

Beberapa hal nyata yang merupakan usaha saya sendiri untuk menarik minat baca peserta didik ialah dengan cara menerbitkan diktat-diktat pelajaran bahasa Jerman dan menerbitkan 2 buah buku cetak sendiri. Dengan 2 jalan ini para siswa/i dapat membaca bahan ajar di rumah atau di asrama. Selain itu saya menjadi Kepala Perpustakaan Sekolah dan menyiapkan buku-buku pelajaran untuk dipinjam sementara oleh para siswa/i saya. 

Kesimpulan

Gerakan literasi harus mulai dari kesadaran sendiri, bukan paksaan, cobalah melalui Let's Read. Saya membuktikan kesadaran literasi dengan menulis banyak diktat ajar, 2 buku dan ribuan artikel di internet. Para siswa/iku saya arahkan juga untuk memiliki budaya membaca.  Saya mengajak pembaca untuk mengunduh aplikasi Let's Read. Saya yakin bahwa manusia memiliki banyak potensi yang dapat berkembang baik melalui proses pendidikan dan pelatihan berjenjang. Faktor manusia adalah sangat penting dalam mengukur kemajuan suatu bangsa. Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dapat memberikan nilai tambah bagi ilmu pengetahuan dan teknologi. Keberhasilan dalam pendidikan bergantung pada kesadaran pribadi sendiri untuk mencipta dan menghasilkan hal-hal yang berguna bagi diri, sesama dan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun