Penentapan sebuah UU harus dilakukan melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang disusun oleh DPR, DPD dan pemerintah. Di tingkat DPR, RUU ditindaklanjuti dengan dua tingkat pembicaraan, yaitu:Â
Pembicaraan tingkat I dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus.Kegiatan dalam pembicaraan tingkat I meliputi pengantar musyawarah, pembahasan daftar inventarisasi masalah, dan penyampaian pendapat mini.Â
Pembicaraan tingkat IIÂ dilakukan dalam rapat paripurna DPR yang berisi: (a). penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil pembicaraan tingkat I, (b). pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota DPR secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan (c). pendapat akhir presiden yang disampaikan oleh menteri yang ditugaskan.
Apabila tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah mufakat di DPR, keputusan diambil dengan suara terbanyak. RUU yang telah mendapat persetujuan bersama DPR dengan presiden diserahkan kepada presiden untuk disahkan menjadi UU dengan dibubuhkan tanda tangan, ditambahkan kalimat pengesahan, serta diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Jadi penetapan RUU menjadi UU melibatkan pelbagai kajian di DPD, DPR, termasuk sebelumnya oleh pelbagai Perguruan Tinggi, para ahli, tokoh agama, tokoh masyarakat dan media-media.