Menurut Freud perbedaan esensial antara mode pemikiran primer (irasional) diatur oleh id, sebagai lawan dari mode sekunder (logis), diatur oleh ego dalam proses berpikir adalah salah satu cara mengkonseptualisasikan dunia. Carl Jung mengatakan bahwa bahasa simbolis disimpan di alam bawah sadar. Bahasa itu melampaui generasi.
Dimensi transenden dari filsafat Nietzsche muncul dalam setiap aspek karyanya: topik, gaya, dan misi kenabian. Menariknya, Nietzsche yang dikenal sebagai salah satu kritikus agama paling sengit.Â
Tetapi dalam dunia kini, Nietzsche meniru gaya Alkitab dan merujuk kepada Zarathustra. Nietzsche menulis seperti seorang nabi dan pendiri agama. Mirip dengan teks-teks agama, tulisannya terkadang puitis dan memungkinkan banyak interpretasi.
Menurut Plato, dunia sempurna melampaui dunia di bumi dan matematika adalah bahasa yang tepat untuk menggambarkannya. Kaum Stoa beranggapan bahwa hukum-hukum alam memiliki asal ilahi dan bahwa bahasa digunakan untuk menggambarkan dan mencerminkan kesempurnaan.Â
Dalam sains kontemporer, deskripsi realitas melampaui persepsi sehari-hari lebih dari sebelumnya. Tetapi deskripsi realitas telah menjadi sulit untuk mengasosiasikan realitas dengan keilahian. Bagi para Stoa modern, itu lebih masuk akal untuk memenuhi kebutuhan spiritual dengan bentuk altruisme non-biologis.
Meditasi Buddhis berada jauh dari cara Barat untuk melakukan filsafat. Teori-teori kompleks memiliki efek anti-terapi. Oleh sebab intelektualitas terikat dengan bahasa, maka penganut Zen-Buddha melepaskan keterikatan pada istilah dan menghancurkan logika bahasa. Zen-Buddhisme berdiri dalam tradisi Advaita Vedanta.Â
Menurut Zen-Buddha, ketika kita memberi nama kepada sesuatu, maka kita memberinya tag, dan dengan memberinya tag, kita menaruhnya di dalam kotak, membatasi maknanya dan menghancurkan sifat organiknya. Sebaliknya, Advaita berupaya merekonstruksi sifat holistik dari segala sesuatu.
Buddha menjelaskan bahwa bahasa biasa tidak dapat menggambarkan pengalaman Nirwana. Kadang-kadang dia menggunakan bahasa metaforis untuk menggambarkannya, seperti meniup lilin (meniup api keinginan) atau punahnya tiga racun: keserakahan (raga), kebencian (dvesha) dan kebodohan (moha). Pada tingkat yang lebih dalam, satu-satunya pendekatan yang memadai untuk mencapai Nirwana adalah tidak adanya bahasa. (*)
Sumber:Â
- Contestabile. (2020). Philosophy As Therapy -- Introduction.Di Sini , diakses pada 17 Juli 2020.
- Raabe, Peter (2001), Philosophical Counseling, Westport, Praeger.
- Schuster Shlomit (1999), Philosophy Practice: Westport, Praeger.
- Vukomanovi Milan (2004), Schopenhauer and Wittgenstein: Filozofija i Drutvo 24.
- Zwiebel Ralf, Weischede G. (2015), Buddha und Freud -- Praesenz und Einsicht, Vandenhoeck & Ruprecht, Goettingen, Germany.