Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menegakkan Paradigma Nostalgia yang Asli

10 Juli 2020   07:00 Diperbarui: 10 Juli 2020   07:52 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nostalgia. (Foto: Antara).

Tak dapat disangkal bahwa pemahaman manusia tentang Sejarah selalu mengungkit masa lalu.  Sejarah menimbulkan Nostalgia. Dengan Nostalgia, manusia pulang ke masa lalu untuk merasakan segala peristiwa dan situasinya. Bahagia dan derita selalu ada di sanubari. Sejarah adalah indah dan asli meskipun ia menimbulkan rasa sakit, luka bathin. Nostalgia adalah pengalaman manusiawi. Setiap manusia memilikinya secara pribadi dan sosial. Pembelajaran sejarah selalu membawa makna baru, yaitu: kesadaran dan usaha untuk berbenah diri ke arah yang lebih baik.

Tentang sejarah hidup, salah satu hal yang selalu dialami para warga Indonesia adalah mudik dan pulang kampung. Mudik dan pulang kampung adalah kerinduan terdalam terhadap huma dan kehidupan desa dengan persaudaraan yang aman sentousa. Tetapi masalahnya berlanjut. Suasana desa yang asli menjadi sumber inspirasi. Keakraban dijaga hingga di tempat kerja dalam segala bidang, yakni: keluarga, sosial, budaya, politik dan ekonomi.

Di Indonesia, sebagai akibat pembangunan yang terus digalakkan, kerinduan untuk mudik dan pulang kampung memiliki masalah dalam dirinya. Mayoritas para warga Indonesia hampir semuanya adalah orang-orang desa yang sederhana. Di kampung, mereka memiliki sawah, ladang dan rumah. Agar tidak susah, mereka memilih untuk bekerja di kota-kota bahkan luar negeri. Banyak dari mereka berhasil dengan penghasilan besar. Tapi tidak sedikit warga belum beruntung nasibnya. Semuanya memiliki kerinduan untuk pulang kampung, mudik. Para sanak keluarga masih hidup menjadi sandaran sementara seumur hidup mereka. Mereka masih bisa memperhatikan dan mengenali wajah kenalannya. 

Tentu saja, jika semua di kampung sudah meninggal, kerinduan masa kecil tetap tinggal sendiri dalam lubuk hati. Ladang, sawah, hutan dan sungai warisan leluhur hanya boleh dilihat saja tetapi semua tidak seperti dahulu lagi. Pembangunan mengubah semuanya secara fisik, mental dan budaya.  Hak-hak atas tanah sudah beralih. Tanah ulayat tidak seperti dahulu lagi dengan penambahan anggota keluarga baru setiap tahun. Nostalgia terhadap kampung halaman memiliki masalah dalam dirinya.

Tulisan Dimitris Politakis, seorang penulis Yunani berjudul: To thma me ti nostalga (Masalah Dengan Nostalgia) di www.lifo.gr (29.03.2017) amat menarik. Dimitris Politakis menulis bahwa hubungan antar manusia boleh berlandaskan Nostalgia, tetapi tidak dengan tanda negatif dan karakter sakit yang dikaitkan dengan zaman kita. Sementara kata Nostalgia yang indah dan asli dilecehkan. Nostalgia  bukan mengenang para pahlawan Yunani kuno yang heroik, (Tanpa Nestor Cs, "Nostalgia" Jadi Hampa) tetapi rasa sakit akan mata rantai yang hilang. 

Dimitri mengutip penulis AS, Michael Sampon, "Pekerjaan kita dikritik terlalu nostalgia. Sistem politik dan ekonomi menyalahgunakan nostalgia untuk memicu kekerasan dan menjual produk. Tapi nostalgia bukan harus disalahkan, jika rasa bersalah adalah masalahnya. Nostalgia adalah valid, terhormat, kuno, penuh dengan emosi manusia, begitu halus, sehingga versi yang berbeda memiliki nama Sehnsucht (Jerman) dan Saudade (Portugis)". 

Menurut Michael Sampon, "Jenis nostalgia yang benar atau salah menyebabkan begitu banyak cemoohan dan penghinaan dalam budaya modern. Nostalgia mengandaikan (1). keagungan imajiner masa lalu, dan (2). ketidakmampuan untuk menerima masa kini. Nostalgia yang saya pelajari, rasakan, dan tulis tentangnya adalah rasa sakit yang muncul dari kesadaran akan mata rantai yang hilang. Nostalgia, bagi saya, bukanlah perasaan yang mengikuti kerinduan akan sesuatu yang hilang atau untuk sesuatu yang tidak manusia miliki sejak awal atau untuk sesuatu yang tidak pernah ada. Perasaan yang muncul ketika Anda menyadari bahwa Anda telah melewatkan kesempatan untuk mengalami sesuatu, bertemu seseorang, menjadi bagian dari petualangan atau usaha atau lingkungan yang tidak akan pernah kembali. Nostalgia, jika kita mencari kebenaran dan artinya, adalah pengalaman emosional - selalu instan, selalu rentan - untuk mendapatkan kembali apa yang hilang atau tidak pernah Anda miliki, bertemu orang yang tidak Anda kenal, minum kopi di salah satu kafe. Perasaan yang membanjiri Anda ketika pesona dunia yang kecil dan hilang tampaknya segera dipulihkan. Pada saat itu, Anda terhubung: Anda melakukan panggilan langsung ke masa lalu. Anda mendengar suara menjawab dari saluran lain. Rayuan yang hilang dari dunia tampaknya segera dipulihkan". (*).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun