Segala prosedur dan proses pengadilan yudisial-spritual untuk pembunuhan dari Imam besar Kayafas sangat bertentangan dengan aturan hukum acara Romawi kuno karena Yesus dituduh sebagai pemberontak. Tuduhan pemberontakan dalam kasus Yesus harus dianggap sebagai pengkhianatan tingkat tinggi untuk kekaisaran Romawi kuno sehingga oleh karenanya harus tunduk pada hukum perang Romawi kuno.
   Salah satu peraturan hukum perang Romawi kuno berbunyi: "Siapa yang menyebabkan keributan dan menghasut orang-orang, tergantung pada status sipil, disalibkan, dituduh binatang buas dalam sirkus atau dibuang ke sebuah pulau." Mereka yang dituduh sebagai pemberontak adalah terutama mereka "yang memperkenalkan sekte baru atau agama yang tidak masuk akal".
   Pontius Pilatus dan Kayafas membuat pengaturan yang baik. Dalam kasus Yesus, pemimpin Romawi kuno dan pemimpin agama Yahudi bersatu. Ini adalah kasus khusus yang pernah terjadi dalam sejarah Romawi kuno. Padahal Yahudi dan Romawi terikat hukum perang. Selama berabad-abad, orang-orang Romawi telah memprovokasi ketidaksenangan terhadap orang-orang Yahudi. Dalam kasus Yesus, kedua pihak menemukan pasangan yang dapat dipercaya: imam besar Kayafas dan penguasa Romawi Pontius Pilatus.
Atas Dasar Mencari Kebenaran
   Dalam salah satu proses penghakiman, sebagaimana tercatat dalam Injil,  Pontius Pilatus telah membuat "keputusan pengadilan yang lemah dan bermotivasi politik atas imam besar Kayafas". Keputusan Pontius Pilatus dalam catatan Injil menyebutkan akibat  impian istri Pontius Pilatus. Pontius Pilatus mencuci tangan, bertanya kepada orang-orang Yahudi: apakah Yesus atau Barabas harus dibebaskan? Ceritera Injil ini meninggalkan legenda yang menyakitkan namun indah.
   Dari situlah sejarah keselamatan kristen berpijak. Pontius Pilatus telah membuat tindakan atas dasar pertimbangan filosofis untuk mencari kebenaran. Tindakan itu berdampak amat penting bagi masa depan sejarah Romawi kuno. Pontius Pilatus dan Yesus mempengaruhi sejarah. Tetapi kemudian muncul kecenderungan anti-Yahudi dari Injil. Kecenderungan ini kemudian sering menyebabkan penganiayaan terhadap orang-orang Yahudi sebagai "pembunuh Tuhan".Â
Pilatus, Sang Pengemudi Ulung Sejarah
   Seperti Yudas, Pontius Pilatus muncul sebagai alat Allah. Tanpa kehadiran Pontius Pilatus, tidak ada rencana keselamatan. Peranan penting Pontius Pilatus adalah sebagai pengemudi sejarah. Peranan itu berjalan bersamaan dengan sejarah permusuhan antara komunitas Kristen dan komunitas Yahudi. Pada tahun 66-70 M, terjadi bencana pemberontakan Yahudi. Pemberontakan itu memisahkan orang kristen dan Yahudi.Â
   Tetapi ksatria Pontius Pilatus tetap tidak terpengaruh. Setelah peristiwa pengadilan Yesus, terjadi pemberontakan orang-orang Samaria. Pontius Pilatus melakukan tindakan terlalu kejam terhadap para pemberontak. Akibatnya Pilatus dipindahkan dari jabatannya oleh Gubernur Jenderal Suriah, yakni: Gubernur Jenderal Vitelius. Gubernur Pontius Pilatus dikirim ke Roma pada tahun 36 M. Sesampai di Roma, Kaisar Tiberius sudah mangkat. Gubernur Jenderal Vitelius harus minta ampun di depan Kaiser baru, yakni: Kaiser Caligula. Sejak saat itu, jejak sejarah Gubernur Pontius Pilatus menghilang. Pontius Pilatus selalu bertindak sebagai legenda. (*).Â
Sumber:
(1). Seewald, Berthold, (06.04.2014). Wer war der Mann, der Jesus zum Tode verurteilte?, diakses pada 30 Juni 2020.
(2). Demand, Alexander. Â Pontius Pilatus. Muenchen: C.H. Beck.
(3). Rolf-Peter Maertin. Pontius Pilatus, Roemer, Ritter, Richter. Frankfurt/M: Fischer.