Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Filsuf Descartes dan Emansipasi Wanita Modern, Sebuah Kritik

29 Juni 2020   07:51 Diperbarui: 30 Juni 2020   14:19 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang wanita yang bertato di Sumba-NTT - Pos Kupang.com

Mempertimbangkan Descartes

Menurut Christia Mercer (2017), ketika para pemikir wanita dunia pada tahun 1980-an mulai mengeksplorasi para penulis wanita pada era modern awal, mereka menemukan bahwa kekayaan filosofi dari kaum wanita periode itu tidak memadai. 

Salah satu tokoh wanita yang mengeksplorasi para pemikir wanita di awal era modern ialah seorang sarjana feminis dunia, Eileen O'Neill. Eileen O'Neill menantang para sejarawan untuk memperluas ruang lingkup mereka dan memasukkan tokoh-tokoh wanita yang sudah lama dilupakan.

Di ruang opini harian terkenal dunia dari AS, The New York Times (2017), Christia Mercer menulis bahwa hingga kini Descartes masih bukan merupakan ayah bagi kaum wanita. 

Padahal Eileen sejak 1980-an sudah meramalkan bahwa sistem filsafat perempuan telah menawarkan wawasan yang signifikan ke dalam perdebatan sentral periode Descartes tentang feminis. Strategi Eileen telah mengakibatkan hasil yang signifikan dan mulai mempengaruhi cara para sejarawan filsafat berpikir tentang para wanita dalam periode modern

Pertimbangan ulang terhadap gagasan Descartes tentang subjektivitas individu adalah bukti pengakuan terhadap refleksi-spiritual para filsuf wanita di akhir abad pertengahan, seperti: Julian dari Norwich, Hadewijch dari Brabant, Catherine of Siena dan Teresia of Avila harus melibatkan kebutuhan dan tuntutan terhadap emansipasi wanita. 

Refleksi filsafat feminim harus fokus pada subjektivitas sebagai wanita. Refleksi filsafat feminim harus menjadi sarana untuk memikirkan kembali semua yang telah dipelajari para filsuf sebelumnya tentang dunia dan manusia.

Filsafat feminim harus belajar untuk tidak peduli dengan hal-hal eksternal sehingga dapat mengembangkan kebiasaan dan kepercayaan diri secara baru. Bagi kebanyakkan filsuf wanita, satu-satunya cara yang tepat untuk melakukan ini adalah melalui eksplorasi subjektif sebagai wanita.

Beban feminis di dunia modern ialah pelbagai prasangka lama terhadap perempuan, keraguan terhadap kemampuan para wanita untuk berpikir, dan sedikitnya kesempatan perempuan untuk mengajar.

Hal-hal ini telah membuat perempuan sulit keluar dari jeratan filsafat selama berabad-abad. Pada abad ke-12, dunia menyaksikan awal dari pergeseran ke praktik refleksi filsafat yang menekankan introspeksi dan perasaan wanita. Meskipun aliran filsafat modern diciptakan oleh laki-laki, bentuk-bentuk baru latihan spiritual-filsafat memberi perempuan hak, untuk pertama kalinya selama berabad-abad untuk menulis dan membaca.

Pada awal kebangkitan feminis, kaum wanita dianggap secara alami cenderung melakukan introspeksi emosi, tapi tulisan spiritual para feminis mulai dianggap serius. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun