Mempertimbangkan Descartes
Menurut Christia Mercer (2017), ketika para pemikir wanita dunia pada tahun 1980-an mulai mengeksplorasi para penulis wanita pada era modern awal, mereka menemukan bahwa kekayaan filosofi dari kaum wanita periode itu tidak memadai.Â
Salah satu tokoh wanita yang mengeksplorasi para pemikir wanita di awal era modern ialah seorang sarjana feminis dunia, Eileen O'Neill. Eileen O'Neill menantang para sejarawan untuk memperluas ruang lingkup mereka dan memasukkan tokoh-tokoh wanita yang sudah lama dilupakan.
Di ruang opini harian terkenal dunia dari AS, The New York Times (2017), Christia Mercer menulis bahwa hingga kini Descartes masih bukan merupakan ayah bagi kaum wanita.Â
Padahal Eileen sejak 1980-an sudah meramalkan bahwa sistem filsafat perempuan telah menawarkan wawasan yang signifikan ke dalam perdebatan sentral periode Descartes tentang feminis. Strategi Eileen telah mengakibatkan hasil yang signifikan dan mulai mempengaruhi cara para sejarawan filsafat berpikir tentang para wanita dalam periode modern
Pertimbangan ulang terhadap gagasan Descartes tentang subjektivitas individu adalah bukti pengakuan terhadap refleksi-spiritual para filsuf wanita di akhir abad pertengahan, seperti: Julian dari Norwich, Hadewijch dari Brabant, Catherine of Siena dan Teresia of Avila harus melibatkan kebutuhan dan tuntutan terhadap emansipasi wanita.Â
Refleksi filsafat feminim harus fokus pada subjektivitas sebagai wanita. Refleksi filsafat feminim harus menjadi sarana untuk memikirkan kembali semua yang telah dipelajari para filsuf sebelumnya tentang dunia dan manusia.
Filsafat feminim harus belajar untuk tidak peduli dengan hal-hal eksternal sehingga dapat mengembangkan kebiasaan dan kepercayaan diri secara baru. Bagi kebanyakkan filsuf wanita, satu-satunya cara yang tepat untuk melakukan ini adalah melalui eksplorasi subjektif sebagai wanita.
Beban feminis di dunia modern ialah pelbagai prasangka lama terhadap perempuan, keraguan terhadap kemampuan para wanita untuk berpikir, dan sedikitnya kesempatan perempuan untuk mengajar.
Hal-hal ini telah membuat perempuan sulit keluar dari jeratan filsafat selama berabad-abad. Pada abad ke-12, dunia menyaksikan awal dari pergeseran ke praktik refleksi filsafat yang menekankan introspeksi dan perasaan wanita. Meskipun aliran filsafat modern diciptakan oleh laki-laki, bentuk-bentuk baru latihan spiritual-filsafat memberi perempuan hak, untuk pertama kalinya selama berabad-abad untuk menulis dan membaca.
Pada awal kebangkitan feminis, kaum wanita dianggap secara alami cenderung melakukan introspeksi emosi, tapi tulisan spiritual para feminis mulai dianggap serius.Â