Kasus pembunuhan terhadap sejumlah pekerja proyek pembangunan jembatan di Kabupaten Nduga, Papua waktu lalu menambah biangkerok kekacauan yang terus memanas di bumi cendrawasih akhir-akhir ini. Jelas bahwa pembunuhan terhadap sejumlah pekerja proyek pembangunan itu tidak bisa diterima.Â
Aksi pembunuhan itu didukung TPNPB Special Operations Command - West Papua. Inti masalahnya bukan sebatas menuntut kemerdekaan atas Papua, tetapi sebenarnya akarnya bukanlah kemerdekaan Papua.
Beberapa hal lain patut dibicarakan yakni misalnya menyangkut dendam turunan. Mereka yang melakukan kekerasan diduga kuat berasal dari keluarga yang pernah menjadi korban kekerasan di masa lalu. Selain itu tentu adalah soal rebutan jatah atas Freeport. Freeport telah diibaratkan  mahkota kekerasan konflik di Papua.Â
Berbeda dengan konflik di Timor-Timur masa lalu, dengan cela Timor yang belum dieksploitasi, konflik di Papua jelas memiliki muatan yang jelas yakni keinginan orang-orang Papua untuk menuntut jatah 100% atas semua eksplorasi di tanah Papua. KKB ingin sebagai pihak yang mendatangani perjanjian eksplorasi, seperti halnya Timor Timur masa lalu.Â
Dengan demikian berharap jatah yang lebih besar untuk kepentingan mereka. Padahal, yang terjadi kemudian hari setelah Timor Leste merdeka ialah persoalan yang tumpang tindih yakni tarik ulur tentang pembagian jatah eskplorasi.Â
Tetapi dalam kasus Papua yang telah melewati Pepera sebelumnya yang diawasi PBB, mengharapkan referendum kedua bagi Papua akan mubasir. PBB akan menolak usulan referendum kedua. Â Kelompok KKM murni menuntut jatah dari hasil Freeport. Hal ini disebabkan di dunia internasional, tuntutan referendum yang disuarakan OPM Â telah ditolak oleh PBB.Â
Gerakan yang semula menuntut kemerdekaan, berubah menjadi gerombolan yang menuntut jatah dengan ancaman senjata hasil rampasan dan sisa-sisa senjata eks konflik Ambon.Â
Jika referendum kedua ditolak, Papua hanya mengharapkan semacam plebisit, yakni semacam jajak pendapat yang memilih opsi menerima otonomi khusus atau menolak. Dan jika menolak otsus, jalan tengah apa yang dilakukan? Itulah kira-kira hasil akhir dari konflik Papua.Â
Jelas, jika plebisit dibuat rakyat Pupua akan menolak otsus, jalan tengah paling pas ialah pemulihan martabat orang Papua dengan semacam restorasi atau pemulihan hak-hak asasi dan martabat secara penuh bagi orang Papua ke dalam bingkai NKRI.
Semenjak Freeport mulai menghasilkan uang, muncul kelompok-kelompok bersenjata yang berjuang dengan bendera bintang kejora. Mereka membangun pertahanan teritorial bersenjata. Jelas, bahwa konsep pertahanan teritorial tidak dapat diterima dalam bingkai NKRI.Â
Sejak otonomi khusus berlaku, pembangunan Papua terus digalakkan. Tetapi seperti disebutkan di atas, korban-korban pada masa lalu terus diceritakan dan diwariskan kepada anak-anak dan cucu mereka. Ceritera itu bercampur dengan aneka ketidakpuasan dan dendam. Jadilah kekerasan berulang, demi dendam.