Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenang Seminggu Riset di Puslit Candraditya Maumere-NTT 1999

28 September 2017   09:26 Diperbarui: 28 September 2017   15:36 1128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebagian para imam SVD berfoto bersama di depan ruang tamu Puslit Candraditya Maumere-NTT (Foto:Dok Puslit Candraditya Maumere)

     Saat saya menyusun Skripsi S1 di tahun 1999, saya sempat seminggu melakukan riset kebudayaan khususnya kerusuhan sosial-agama di Lembaga Puslit Candraditya Maumere-Flores-NTT. Saat itu, Candraditya merupakan pusat riset agama dan budaya asli Nusa Tenggara milik SVD  dalam jaringan Asia Pasifik. Ketika saya masuk dan mulai melakukan riset, Candraditya dipimpin oleh Pater Hubert Thomas Hasulie, SVD, MA. 

     Saat itu, selain bertugas di Candraditya, Pater Hubert juga merangkap dosen sosiologi agama di STFT Ledalero. Pastor Hubert Thomas ialah seorang sosiolog, imam-biarawan SVD  dan dosen senior STFK Ledalero asal Halehebing-Sikka-NTT, sama seperti asal ayahku. Keluarga kami sudah cukup akrab dengan keluarga Hasulie sejak lama. Kami saling bertandang ke rumah Bapa Jakobus Djaro sekeluarga dan sebaliknya. Saya juga mengenal Eugenius Sulie, salah satu adik dari P. Hubert Thomas Hasulie, SVD.

P. Hubert Thomas Hasulie, SVD, MA di Candraditya (Foto:http://provinsisvdende.weebly.com)
P. Hubert Thomas Hasulie, SVD, MA di Candraditya (Foto:http://provinsisvdende.weebly.com)
     Konon leluhur keluarga Hasulie merupakan pendatang dari Lio-(salah satu suku besar di Flores Tengah) yang kemudian menghuni sebagian kecil kawasan di dataran gunung Egon, tepatnya di Lere. Hasulie ialah singkatan dari HArapan SUku LIo Egon. Itulah sebabnya dari segi patriarkat, suku mereka menyebut diri: suku Lio Egon. Sedangkan keluarga ayahku dari segi patriarkat maupun matriarkat ialah keluarga berbahasa Sikka asli. Itulah sebabnya keluarga kami menggunakan gelar Moang dan Dua. 

     Singkatnya, saya pun diijinkan untuk melakukan penelitian di pusat Riset agama dan kebudayaan milik SVD di Flores itu. Minat saya ialah riset kerusuhan sosial dan agama pada tahun 1999. Saat itu sedang terjadi kerusuhan sosial di Ambon yang parah. Setiap hari, selalu ada berita yang masuk Fax Candraditya mengabarkan tentang hal-hal seputar kerusuhan Ambon. Pater Hubert adalah bukan satu-satunya dosen peneliti di Puslit itu, tercatat beberapa nama cendikiawan SVD yang berkarya di Puslit Candraditya yakni P. Dr. John Prior, SVD, P. Lorens da Costa, SVD, MA, P. Ansel Dore Dhae, SVD, MA dan sejumlah nama cendikiawan Flores.

     Sumber Blog Seputarmapitara.blogspot.co.id pada Minggu, 10 Oktober 2011 menulis bahwa Pater Hubert Thomas Hasulie lahir di Maumere -- Flores (NTT) pada 8 Agustus 1962. Lulusan Seminari Tinggi milik SVD Ledalero -- Maumere (NTT) dan Chatolic University of America, Washington DC -- USA ini, sekarang berdomisili dan mempunyai tugas pelayanan sebagai staf penelitian di Pusat Penelitian Agama dan Kebudayaan Chandraditya, Maumere -- Flores (NTT). Pater Hubert adalah Inspiring Man bagi generasi muda Mapitara.

     Kemudian hari setelah melakukan riset demi riset seputar kerusuhan sosial dan agama di tanah air (khususnya Ambon), saya kurang berminat untuk menyusun judul Skripsi S1 tentang kerusuhan sosial agama tersebut namun tetap memilih judul: "Pentingnya Pengolahan Hidup Bagi Tercapainya Kematangan Hidup Religius", suatu judul yang amat bertolak belakang dengan riset demi riset pribadi atas biaya SVD di Lembaga Pusat Penelitian (Puslit) Candraditya Maumere. Alasan saya untuk saya tidak menyusun Skripsi tentang kerusuhan sosial agama di Ambon ialah saya menyadari bahwa kerusuhan sosial dan agama di NTT bukanlah hal yang dikuatirkan dalam sejarah, karena itu tak mungkin terjadi. 

     Setelah seminggu berjalan, saya memberhentikan kegiatanku, lalu minta ijin pulang ke wisma saya. Saat minta ijin pulang, kulihat raut wajah Pater Hubert tampak agak murung. Kemudian hari saya menyadari bahwa rupanya beliau mau agar hasil risetku dituangkan dalam skripsi. Tentu beliau memiliki rencana untuk masa depanku sendiri, ternyata tak sesuai dengan apa yang beliau kehendaki.

     Seminggu saya 'bekerja' di Candraditya, di belakang Komputer-Komputer yang besar-besar itu, Candraditya sebagai lembaga pusat riset Flores yang terkenal sering dikunjungi tamu-tamu dari Australia, AS dan Eropa. Mereka ialah para kenalan dari Pater Hubert Thomas. Rupanya beliau memiliki pergaulan yang luas dengan para cendikiawan/i baik dalam dan luar negeri. Jam-jam saya melakukan riset ialah pada pagi dan siang hari sesuai dengan jam-jam kantor, kadang-kadang saya melanjutkan waktu riset hingga malam hari, sebelum makan malam. 

     Namun setelah kami makan malam, justeru menjadi bagian Pater Hubert. Beliau bekerja sepanjang malam hingga pagi hari, saat kami penghuni rumah itu lelap dalam mimpi. Saat sarapan pagi, beliau tampak duduk agak lemas dengan segelas kopi hitam di tangan. Kulihat, matanya mulai mengantuk, tandanya  beliau telah bekerja keras sepanjang malam. Luar biasa. Seminggu saya 'bekerja' di Candraditya ialah seminggu saya belajar untuk melakukan banyak hal dalam menggali dan merumuskan penyelesaian berbagai konflik agama dan etnis di tanah air. Saya merasa berhasil dengan baik, meskipun kemudian tidak menjadikan hasil riset di Puslit Candraditya sebagai Skripsi karena saya pikir kerusuhan sosial bukanlah hal yang penting di NTT. 

     Selama seminggu riset di tahun 1999, telah lebih dari Rp 1 juta dana SVD untuk riset saya habiskan, namun apa yang saya dalami tetap membekas dalam akalku dan saya hanya menunggu saat yang tepat untuk mengaplikasikan ilmuku itu, kini sebagai pendidik yang mencintai perdamaian dan solidaritas antar warga sebangsa yang multibudaya dan multiagama. Saya ucapkan limpah terima kasih kepada Pater Hubert Thomas atas kebersamaan selama seminggu di Pulit Candraditya Maumere..

Artikel ini telah dipublish di Catatan Facebook Blasius Mengkaka pada 09 Juli 2016, klik di Mengenang Seminggu Riset di Puslit Candraditya Maumere

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun