Mohon tunggu...
Revalino Ardyansyah
Revalino Ardyansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ingin menjadi penulis tapi enggan menulis. Cukup diketik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengangkat Petani dari Keterpurukan: Akankah Prabowo Mensejahterakan Petani?

11 Oktober 2024   17:09 Diperbarui: 11 Oktober 2024   17:10 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
doc. setarajambi.org

Mengangkat Petani dari Keterpurukan: Akankah Prabowo Mensejahterakan Petani?

Dari hari ke hari, kondisi petani masih diabaikan, padahal petani adalah kekuatan Indonesia sebenarnya yang mana petani adalah penyangga pangan negara. Di negara agraris ini, yang seharusnya memiliki kemajuan pangan, pertanian, petani yang sejahtera, dan kemajuan teknologi pertaniannya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 29% yang bekerja di sektor pertanian, mayoritas mereka adalah petani gurem yang mengelola lahan di bawah dua hektar. Kesejahteraan mereka pada tingkat yang mengkhawatirkan. 

Petani di Indonesia menghadapi berbagai tantangan, seperti harga hasil panen yang ambruk, biaya produksi seperti pupuk yang terus meningkat dan langka. Kondisi ini membuat pendapatan petani cenderung rendah. Harga hasil panen sering kali tidak stabil. Ketika panen berlimpah, harga produk sering turun drastis karena kelebihan pasokan, sementara ketika hasil panen rendah, harga naik, tetapi petani justru mengalami kerugian karena jumlah hasil yang terbatas. Kondisi ini diperparah adanya tengkulak yang sering memotong pendapatan petani. 

Dalam situasi ini, kesejahteraan petani menjadi isu strategis yang perlu mendapat suara rakyat. Prabowo Subianto, yang kini menjadi Presiden terpilih, menyatakan komitmennya untuk memperjuangkan nasib petani melalui kebijakan dan program yang dirancang untuk memperbaiki situasi. Beberapa poin utama dalam programnya antara lain adalah subsidi harga pupuk yang langsung ke petani. infrastruktur pertanian, serta akses terhadap teknologi pertanian untuk Petani. Bukan pertanian darat saja, Prabowo juga berjanji untuk kesejahteraan nelayan.

Prabowo perlu mempelajari betul terkait masalah petani yang ada, kebijakan sebelumnya masih belum memuaskan petani. Petani cenderung sengsara. Reforma Agraria rezim Jokowi yang katanya oase keadilan ruang hidup tetapi nyatanya hanya janji bohong belaka. Maka, Prabowo sebagai Presiden selanjutnya perlu menyusun program-program yang harus disusun rapi agar terciptanya kesejahteraan bagi Petani. Prabowo harus mempelajari masa lalunya yaitu kasus kegagalan Food Estate, yang mana kegagalan tersebut untuk pengalaman di kemudian ia menepati janjinya. Ramenya Hastag #PantauPrabowo dalam Reforma Agraria yang mana memantau pergerakan Prabowo dalam Reforma Agaria. Apakah di kepemimpinannya, keadilan agraria untuk rakyat dan petani bisa terwujud?

Berikut adalah tantangan Prabowo dibidang Pertanian yang merupakan kegagalan kepemimpinan sebelumnya:

1. Minimnya Pendapatan Petani

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pendapatan bersih rata-rata petani skala kecil hanya mencapai Rp5,23 juta per-tahun, penghasilan ini setara dengan gaji UMK Jakarta. Dan menurut data BPS, dari 27,76 juta penduduk miskin di Indonesia, 17,28 juta di antaranya tinggal di perdesaan, di mana mayoritas bekerja sebagai petani. Kondisi ini menyakinkan jika petani di Indonesia masih sengsara. Dengan kondisi saat ini, Prabowo perlu memastikan bahwa kebijakan-kebijakannya terimplementasi dengan baik, yang mungkin menghadapi tantangan besar dari segi anggaran dan birokrasi.

2. Krisis Petani Sebab Minat Petani yang Kurang

Menurunnya minat petani karena anak muda yang tidak melihat potensi dari pertanian. Anak muda lebih cenderung suka duduk di kursi kantor yang ber-AC daripada duduk di galengan sawah yang panas. Ini adalah salah satu tantangan Prabowo dalam regenerasi petani. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah unit usaha pertanian perorangan di Indonesia mencapai 29,36 juta unit pada 2023. Dari jumlah tersebut, mayoritas usaha pertanian Tanah Air dikelola oleh petani berusia 43-58 tahun atau generasi X, yakni sebanyak 42,39% dari total petani yang terdata. Adapun petani berusia lebih dari 78 tahun, atau pre-boomer, yang masih aktif bertani sebanyak 2,24% pada tahun ini. Sementara petani dari generasi Z (11-26 tahun) memiliki proporsi paling sedikit, yaitu hanya 2,14%. Ini menandakan kalau Indonesia saat ini mengalami krisis petani. tentu krisis petani ini memiliki banyak sebab. Dampak dari kondisi ini bisa mengancam ketahanan pangan Indonesia karena produksi lokal tidak berkembang, sehingga semakin bergantung pada impor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun