Mohon tunggu...
Muhammad Rifqi
Muhammad Rifqi Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswa Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengamati Langkah Kanada dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

14 Juni 2020   20:02 Diperbarui: 14 Juni 2020   22:02 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: www.relocatemagazine.com

Awal tahun 2020 ditandai dengan munculnya suatu virus yang disebut sebagai COVID-19 (Coronavirus disease 2019). Virus yang awalnya berasal dari kota Wuhan di Tiongkok terus menyebar ke berbagai negara lainnya, sehingga dinyatakan sebagai pandemi global oleh World Health Organization (WHO). Pandemi COVID-19 menjadi tantangan besar bagi setiap negara. Hingga Jumat (5/6), data dari Universitas John Hopkins mencatat bahwa sekitar 6,6 juta kasus infeksi COVID-19 telah terjadi di hampir seluruh negara. Pandemi COVID-19 berhasil mengalihkan perhatian dunia dari isu-isu yang hadir sebelumnya, seperti perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok dan ketegangan hubungan antara Amerika Serikat dengan Iran yang dikhawatirkan dapat menjadi pemicu Perang Dunia Ketiga. Beberapa bulan terakhir, pandemi ini telah menghambat aktivitas ekonomi maupun sosial akibat perlunya melakukan pembatasan sosial untuk mencegah COVID-19 semakin menyebar.

Kanada menjadi salah satu negara yang terdampak pandemi COVID-19. Dalam website resmi pemerintahnya yang cukup informatif dan interaktif, hingga 5 Juni 2020 Kanada mencatat bahwa terdapat 94.335 kasus infeksi dengan 7.703 kasus kematian akibat COVID-19. Banyaknya jumlah kasus infeksi tersebut tentunya membuat Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, menaruh perhatian lebih untuk menangani pandemi ini. Terlebih lagi, istri dari Justin Trudeau, Sophie Grégoire Trudeau, sempat terinfeksi COVID-19 pada pertengahan Maret. Langkah pertama yang dilakukan Trudeau dalam menangani pandemi ini adalah memastikan terpenuhinya keperluan berbagai peralatan penanganan pandemi COVID-19 di negaranya. Untuk itu, pemerintah Kanada mengalokasikan dana sejumlah $2 milyar dan meminta pabrik-pabrik di Kanada untuk memproduksi ventilator, masker bedah, alat pelindung diri, serta alat tes swabs. Berkat langkah tersebut, hingga 5 Juni 2020 Kanada telah melakukan tes COVID-19 sebanyak 1,8 juta kali. Kanada juga bersiap untuk memaksimalkan perawatan pasien  COVID-19 dengan menyediakan dana sekitar $100 juta untuk Badan Kesehatan Masyarakat Kanada. Pengalokasian dana tersebut berbuah manis karena hingga 5 Juni 2020, Kanada berhasil menyembuhkan lebih dari 52 ribu kasus infeksi COVID-19.

Untuk meminimalisir potensi penyebaran virus dari luar negeri, Kanada telah menerbitkan nasihat perjalanan global untuk menghindari semua perjalanan yang tidak penting menuju Kanada. Selain itu, setiap orang yang baru tiba di Kanada diwajibkan untuk menjalani isolasi mandiri selama 14 hari. Jika tidak mematuhi aturan tersebut, maka seseorang akan melanggar Undang-undang Karantina yang telah dibuat pemerintah Kanada sejak tahun 2005 setelah terjadinya wabah SARS pada 2002 hingga 2004. Untuk memudahkan informasi dan prosedur penanganan pandemi, Kanada meluncurkan aplikasi bernama ArriveCAN. Dengan aplikasi tersebut, Kanada menyediakan informasi mengenai perkembangan kasus infeksi COVID-19, langkah-langkah pengecekan mandiri, hingga bantuan berupa dukungan mental. Kanada juga mewajibkan setiap orang untuk menggunakan masker non-medis atau penutup wajah ketika menggunakan transportasi umum. Sebagai tetangga dari negara dengan kasus infeksi COVID-19 terbanyak, yaitu Amerika Serikat, Kanada memberlakukan pembatasan di perbatasan kedua negara. Kanada mempersilahkan orang-orang yang tiba dari Amerika Serikat dengan syarat tidak mengalami gejala COVID-19 dan memiliki tujuan kedatangan yang penting. Sedangkan, setiap orang yang tiba dari Amerika Serikat dengan gejala COVID-19 tidak diperbolehkan untuk memasuki wilayah Kanada.

Selain di dalam negeri, Kanada juga berusaha memastikan keselamatan warga negaranya yang berada di luar negeri. Bagi warga negara yang tidak dapat kembali karena masalah finansial, Kanada menerapkan kebijakan COVID-19 Emergency Loan Program for Canadians Abroad. Melalui program pinjaman tersebut, warga negara Kanada dapat kembali ke negaranya tanpa perlu mengkhawatirkan masalah finansial. Kementerian Keuangan Kanada mengamati dampak COVID-19 terhadap para pekerja, pengusaha, serta pertumbuhan ekonomi agar dapat menentukan tindakan yang perlu dilakukan untuk mendukung pekerja dan bisnis yang terdampak. Bagi para pengusaha yang mengalami penurunan pendapatan, Kanada meningkatkan program Work-Sharing dengan dana sekitar $12 juta. Untuk warganya yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi COVID-19, Kanada memiliki program Canada Emergency Response Benefit. Program bantuan tersebut akan memberikan bantuan senilai $500 per minggu selama 16 minggu. Kebijakan tersebut merupakan upaya Kanada untuk menjamin keperluan ekonomi warga negaranya, sehingga para warga negara yang kehilangan pekerjaan akan tetap mendapatkan penghasilan dasar yang terjamin.

Tidak hanya fokus menangani pandemi COVID-19 di negaranya sendiri, Kanada juga memberikan beberapa bantuan luar negeri. Saat COVID-19 mulai mewabah di Tiongkok, Kanada mengirimkan 16 ton alat pelindung diri berupa pakaian, pelindung wajah, masker, kacamata pelindung, dan sarung tangan kepada Tiongkok. Kanada memberikan dana senilai $2 juta bagi World Health Organization (WHO) untuk dialokasikan kepada negara-negara yang rentan terdampak pandemi COVID-19. Kemudian, Kanada juga menyatakan bahwa mereka akan mengalokasikan dana sekitar $50 juta sebagai bantuan internasional bagi negara-negara berkembang untuk menangani pandemi COVID-19. Berbagai bantuan tersebut diberikan Kanada dengan tetap memerhatikan terpenuhinya keperluan peralatan penanganan pandemi COVID-19 di dalam negeri.

Di samping upaya penanganan pandemi, Kanada juga terlibat dalam upaya mengakhiri pandemi dengan berusaha menemukan vaksin COVID-19. Kanada telah menginvestasikan hampir $27 juta untuk mendanai penelitian mengenai COVID-19 yang dilakukan oleh 47 tim peneliti dari seluruh Kanada yang berfokus pada percepatan pengembangan, pengujian dan implementasi langkah-langkah untuk menghadapi wabah. Selain itu, Kanada menjadikan akses vaksin dan antivirus bagi warga negaranya sebagai prioritas utama. Hal itu terlihat dari kebijakan Kanada yang menginvestasikan $275 juta sebagai pendanaan tambahan untuk pengembangan vaksin dan antivirus, termasuk proses uji klinisnya. Laboratorium Mikrobiologi Nasional Kanada, yang dikenal sebagai tempat ditemukannya vaksin ebola, menjadi laboratorium utama Kanada yang diharapkan dapat segera menemukan vaksin COVID-19. Kanada juga bekerja sama dengan badan kesehatan lainnya, diantaranya European Medicines Agency di Uni Eropa dan Food and Drug Administration di Amerika Serikat sebagai upaya untuk mendukung dan mengoordinasikan penelitian vaksin dan tindakan medis lainnya.

Dilihat dari berbagai kebijakannya dalam menangani pandemi COVID-19, dapat dikatakan bahwa pemerintah Kanada telah menjadikan konsep human security sebagai dasar dari kebijakan dalam negeri maupun kebijakan luar negerinya. Human security merupakan suatu konsep keamanan yang dipopulerkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) melalui Human Development Report pada tahun 1994. Saat itu, UNDP berusaha menggiring pembahasan isu keamanan menuju pembahasan keamanan manusia itu sendiri. Terdapat tujuh aspek utama dalam konsep human security, yaitu economic security, food security, health security, environmental security, personal security, community security, dan political security.

Kanada mulai memandang penting konsep human security ketika Lloyd Axworthy menjabat sebagai Menteri Luar Negeri sejak tahun 1996 hingga 2000. Dalam jurnalnya yang berjudul Human Security and Global Governance: Putting People First, Axworthy memandang bahwa dengan konsep human security sebagai dasar dari kebijakannya, Kanada telah memprakarsai pembentukan beberapa institusi, konferensi, dan perjanjian yang terkait dengan upaya menjamin terpenuhinya berbagai aspek dalam konsep human security. Dalam masa kepemimpinan Perdana Menteri Justin Trudeau yang berasal dari Partai Liberal sebagaimana Axworthy, konsep human security menjadi semakin penting. Pentingnya konsep tersebut semakin terasa ketika terjadi pandemi COVID-19 yang berkaitan dengan aspek health security, yang menginginkan agar setiap individu mendapatkan jaminan pelayanan kesehatan yang baik serta aman dari gangguan kesehatan, termasuk dari penyakit infeksi seperti COVID-19.

Berbagai langkah yang dilakukan Kanada dalam menangani pandemi COVID-19 patut diapresiasi. Meskipun hingga kini masih terdapat sekitar 34 ribu kasus aktif, Kanada dapat meminimalisir penyebaran COVID-19. Dapat dikatakan demikian jika kita melihat kondisi di negara tetangganya, Amerika Serikat, yang menjadi negara dengan kasus infeksi COVID-19 terbanyak dengan lebih dari 1,8 juta kasus. Dengan konsep human security yang telah menjadi dasar kebijakannya, Kanada menghadapi pandemi COVID-19 dengan berfokus pada persiapan untuk memastikan bahwa segala keperluan penanganan pandemi dapat terpenuhi. Pengalokasian dana yang tidak tanggung-tanggung untuk perawatan kasus infeksi juga membuat Kanada dapat menyembuhkan lebih sari setengah kasus infeksinya. Tidak hanya fokus pada penanganan pandemi, Kanada juga mengeluarkan kebijakan untuk para warga negara dan pebisnisnya yang terdampak akibat pembatasan sosial yang perlu dilakukan untuk mencegah penyebaran COVID-19. Lebih lanjut lagi, Kanada juga melakukan usaha mengakhiri pandemi dengan berinvestasi besar pada penelitian vaksin. Langkah tersebut penting agar tidak hanya Kanada, namun seluruh negara di dunia dapat terbebas dari berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh terjadinya pandemi COVID-19. Melihat situasi tersebut, negara-negara lain perlu melakukan evaluasi dan mencontoh kebijakan yang dilakukan Kanada agar dapat berkolaborasi bersama untuk mengakhiri pandemi COVID-19.

Referensi

Axworthy, L. (2001). Human Security and Global Governance: Putting People First. Global Governance, 7(1), 19–23.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun