Mohon tunggu...
Taufik AAS P
Taufik AAS P Mohon Tunggu... Penulis - jurnalis dan pernah menulis

menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Hati dari Wawonii

6 Maret 2018   02:58 Diperbarui: 6 Maret 2018   13:41 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Durubalewula terus memainka suling bambunya dengan suara memilukan diantara deru air terjun Tumburano. Pemuda tampan tapi jelata ini membayangkan kekasihnya Wulangkinokiti dalam kamar menangis mengenang cintanya yang tak kesampaian.

Lalu diantara keputus asaan yang tiada tara, Durubalewula lemparkan seruling dari buluh kuning itu. Ia pun kemudian melayang ke air terjun Tumburano, ajal menjemputnya, kemudian membawanya ke sorga loka. Dewanya sangat menyayangi kemurnia cinta sang pemuda.

//

"Kakak, sudah selesaikah melamunnya. Dari tadi aku lihat kakak terus melihat air terjun itu."

Aku tersentak kaget, ada tangan lembut menyapu pundakku yang sudah mulai basah-basah akibat bunga air. Seorang wanita yang kukenal dua purnama yang lalu. Namanya Minarti berdarah Mekongga. Tidak cantik-cantik amat, namun memiliki kecantikannya yang khas di mataku.

"Ih, kakak masih melamu juga."

Minarti terus meremas punggungku dengan jari-jarinya yang lentik. Aku belum menoleh ke arahnya, sampai kesabaran wanita yang aku cintai ini habis. Ia memeluk tubuhku dari belakang. Akibat sentuhan lembut itu, aku merasa damai, tenang menikmati keindahan air terjun Tamburano.

"Kakak, sudah sore ini."

Terasa pipih Minarti yang lembut sedikit tembem menyentuh pipihku. Aku rasakan dunia ini semakin damai. Tanganya terus melingkar di badanku 360 derajat.

"Kakak, kita ini pengantin baru."

Oh, barulah aku sadar, kami baru menikah sebulan yang lalu. Akupun berdiri, mengecup kening istrku itu dan mengajaknya pulang. Penginapan sederhana telah menanti kami untuk jadi saksi. Kami berdua akan mewujudkan cinta antara Wulangkinokiti dan Durabalewula.

Note: Kesamaan nama dan tempat  hanya kebetulan belaka,semuanya rekaan penulis semata

Makassar, 06/03/2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun