Mohon tunggu...
Jamil mibror
Jamil mibror Mohon Tunggu... Editor - mahasiswa

jangan berputus asa dari rahmat Allah SWT

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Abu Nawas Berpura-pura Gila

3 Desember 2019   21:11 Diperbarui: 3 Desember 2019   21:18 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nama asli Abu Nawas adalah Abu Ali Al Hasan bin Hani Al Hakim, Abu Nawas dikenal sebagai sosok yang bijaksana sekaligus jenaka. Abu Nawas hidup di Baghdad pada masa kepemimpinan Khalifah Harun Al Rasyid, Abu nawas lahir pada 756 M di Ahvaz Persiaa dan meninggal pada 814 M di Baghdad.

Sedangkan Ayah Abu Nawas bernama Syeikh Maulana, ayahnya adalah sosok seorang Hakim di Baghdad.

Suatu waktu, syekih Maulana meninggal dunia, mengetahui kabar duka tersebut Khalifah Harun Al Rasyid memerintahkan Abu Nawas mengubur jenazah ayahnya sesuai adat keluarga Syeikh Maulana. Melihat Abu Nawas, khalifah merasa senang sebab Abu Nawas seperti ayahnya saat sedang memandikan jeazah, mengafani, menyalati dan mendoakan ayahnya.

Namun khalifah mendadak kaget karena tiba-tiba Abu Nawas mengambil batang pohon pisang lalu menaikannya seperti menunggangi kuda. Ada apa dengan Abu Nawas?

Abu Nawas berlagak seperti orang gilai usai jenazah ayahnya dikebumika, ia mengambil batang pisang lalu berlari-lari dari pemakaman menuju rumahnya, ternyata Abu Nawas hanya berpura-pura agar tidak diangkat oleh khalifah mejadi seorang Hakim menggantikan ayahnya. Khalifah mengetahu tatkala khalifah menganggap karakter Abu Nawas mirip dengan Syekih Maulana. Melihat tingkah laku Abu Nawas, banyak orang di Baghdad menganggap dia telah menjadi gila karena ditinggal ayahnya Khalifah pun mengirim utusan untuk menemui Abu Nawas untuk menyampaikan pesan sang Khalifah, lalu utusan yang diperintahkan untuk menemui Abu Nawas berbicara untuk menyampaikan  "hai Abu Nawas, kamu dipanggil ke istana untuk menghadap Sultan" kata utusan, lalu abu nawa menjawabnya "Buat apa Sultan memanggilku? Aku tidak ada keperluan dengannya", "kau tidak boleh berkata seperti itu pada rajamu Abu Nawas" kata utusan. Lalu abu nawas meminta utusan sang Raja untuk segera mengambil kuda Abu Nawas untuk memandikan supaya bersih dan segar", sembari menyodorkan sebatang pohon pisang.

Melihat hal ini, utusan raja hanya bergeleng-geleg merasa heran, Abu Nawas meminta agar utusan lekas pergi. "sudah pergi. Bilang saja seperti pesanku tadi kepada rajamu", katanya sembri melemparkan debu ke arah utusan. Di hari yang lain, khalifah mengumpulkan para menteri, "apa pendapat kalian mengenai Abu Nawas yang hendak kuangkat sebagai hakim? , "melihat  keadaan Abu Nawas yang semakin parah otaknya, sebaiknya Tuanku mengangkat orang lain saja, usul seorang menteri, mentri yang lain pun mengutarakan pendapatnya yang sama agar khalifah menganggkat orang lain untuk menjadi hakim di Baghdad.

Sang Menteri pun berkata  "tuanku, Abu Nawas telah menjadi gila. Ia tidak layak menjadi hakim, lalu setelah bebrapa bulan, abu nawas masih berpura-pura menjadi orang gila. Sultan pun pada akhirnya mengangkat orang lain untuk dijadikan hakim. Pada akhirnya abu nawa membrikan alsan kepada sang khalifah mengenai dirinya yang tiba-tiba menjadi gila, ternyata lasannya Abu Nawas tidak mau menjadi hakim dikarenakan pesan sang ayahnya yaitu saat dicium, telinga bagian kanan berbau harum sedangkan yang kiri  berbau busuk. Syeikh  Maulana bercerita,  suatu hari datang dua orang mengandukan masalahnya. "satu orang yang pertama aku dengarkan keluahannya, sedangkan orang yang kedua karena sang Ayah tidak suka jadi tidak kudengarkan keluhannya. Inilah resiko menjadi hakim, kata syekih Maulana kepada Abu Nawas.

Pesan syeikh Maulana, jika kau senang menjadi hakim maka kelak kau akan bernasib sama seperti aku. Namun jika kau tidak menyukainya, buatlah alasan masuk akal agar Sultan tidak mengangkatmu sebagai hakim. Demikian kisah Abu Nawas berpur-pura gila agar tidak diangkat menjadi hakim oleh Khalifah Harun Al Rasyid.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun