Interaksi sosial anak-anak dengan lingkungan sekitar mereka perlu dijadikan sebagai laboratorium etik. Dari pergaulan sehari-hari dengan masyarakat, mereka bisa dan biasa belajar langsung kesantunan dan kepekaan sosial.
Perlu dirancang pula kegiatan-kegiatan menantang tapi menyenangkan antara lain berupa kunjungan sosial, seperti ke rumah jompo, ke lokasi bencana alam, ke permukiman kumuh, ke pusat-pusat pengembangan teknologi kontemporer, dan lain sebagainya. Ini adalah cara visual untuk "memberi pelajaran karakter" yang sekaligus dapat menghidupkan rasa kepekaan sosial, cara mencintai sains, dan seterusnya.
"Karakter seorang anak didik terbentuk mulai pada saat berusia 3 sampai 10 tahun".
Perlu ada gerakan massif dalam mengikis karakter negatif sekaligus menyemai karakter positif. Tidak cukup upaya sendiri-sendiri. Di sinilah media massa mesti memberikan informasi yang mendidik (educate), memberdayakan masyarakat (empowering), dan mencerahkan (enlightenment), dan semua itu didedikasikan untuk menumbuhkan kecintaan dan kebanggaan terhadap Tanah Air.
Memahami Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action).
Prosesnya dari kebiasaan akan menjadi tradisi dan selanjutnya menjadi budaya, dan inilah modal paling mahal dalam membanun peradaban bangsa. Menjadi nilai-nilai kemuliaan dan keutamaan ( kreatif, sopan santun, disiplin, jujur, bersih, toleran, prduktif) menjadi kebiasaan. Tidak ada barang susah kalau sudah menjadi kebiasaan.
Jadi, pembentukan karakter seorang anak didik membutuhkan waktu (sabar), proses kesinambungan (istiqamah), daya gugah dan sentuh kedalaman emosi (ikhlas), dan cara-cara kreatif dan inovatif, serta melibatkan semua pihak (guru, orang tua, dan masyarakat).