Mohon tunggu...
Muliadi Akbar
Muliadi Akbar Mohon Tunggu... Guru - Guru, dosen, Tutor, Pegiat literasi, Bloggers

Guru Matematika yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pendampingan

4 Oktober 2022   05:20 Diperbarui: 5 Oktober 2022   05:41 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PP berangkat sebelum pukul 07.00 WITA. Harapanya bisa lebih cepat sampai di tujuan. SMP Negeri 4 Lampasio. Maebua I. Sebuah sekolah di daerah transmigrasi.  Terletak disisi timur kecamatan Lampasio.  Bagian atas, orang di sana biasa menyebutnya demikian. Desa di pinggiran gunung yang di lalui sebuah sungai. Potensi banjir terbilang tinggi. Apalagi di musim hujan. Kalau sudah banjir, maka desa Maebuah akan sulit dijangkau.


Ada jembatan. Namun, jembatannya jembatan roboh. Syukur masih bisa dilewati. Satu-satunya akses. Tentu saja kalau sedang banjir anda sudah tau situasinya.

Kondisi cuaca sedang mendung. Gerimis. Bensin mobil juga tinggal dua garis. Pompa bensin di kota yang menjadi incaran ternyata sedang kosong. PP lanjut ke Tambun. Sudah ada antrian mobil dan motor. Syukur tidak banyak. Hanya saja bensinnya belum dibagikan. Baru siap-siap. Petugas penyalur masih mondar mandir. Mungkin sedang menyiapkan sesuatu.

Lebih dari 20 menit PP harus antri. Alhamdulillah akhirnya antrian mulai bergerak. Sampai juga giliran PP. CGP yang akan didampingi tidak mengangkat telepon. Mungkin dia sudah diperjalanan, atau mungkin juga sudah di sekolah. Tidak masalah, toh rute perjalanan PP juga sudah hafal. Yang masalah jika bensin tidak ada he... he.

Seperti perjalanan sebelumnya. Perjalanan ke Maebua kurang lebih satu jam. Sebenarnya jaraknya tidak terlalu jauh. Kira-kira 35 km. Lebih atau kurang sedikit. Namun medannya cukup menantang. Selain jalan berlubang, becek dan sedikit tanjakan, tidak jarang harus melewati jembatan kayu yang dilihat dari teksturnya sudah lapuk. 

dok. pribadi
dok. pribadi


Setelah melalui beberapa waktu perjalanan, Desa Maebua bersua juga. Tinggal belok sedikit saja, SMP Negeri 4 Lampasio sudah terlihat.  Sebuah SMP kecil dengan luas areal tidak lebih dari seperempat hektar. 50 x 50 meter persegi. Hanya ada tiga ruang kelas. Satu ruang kantor dengan ukuran minimal. 7x6 m persegi. Ada juga ruang lab yang tidak memiliki alat praktik.


Dua unit bangunan sedang di bangun. Pengelolaannya swakelola. Tipe A. Ini swakelola tipe baru. Pelaksana atau penangungjawab pembangunannya bukan kepsek, tetapi pihak dinas. Kalau begini, Aman. Aman bagi kepsek karena tidak perlu bertanggungjawab atas mutu pembangunan atau pengelolaan keuangannya. Dengan swakelola tipe A, Kepsek tidak terlibat langsung dalam proses pembangunan.

Berbeda dengan swakelalo murni. Kepala sekolah harus bertanggungjawab penuh. Jadi, kalau ada masalah, maka kepsek harus berani menerima resiko apapun. Termasuk resiko hukum. Sudah banyak korban. Lebih dari hitungan jari kepsek yang harus berakhir di meja hijau. Dipecat dan dipenjara adalah mimpi terburuk kepsek. Tidak itu saja, selama proses pembangunan tekanan kepada kepsek terus terjadi. Sehingga kerugian materil juga selalu mengintai. 

Kalau sudah swakelola murni namanya, bukan aman jadinya, tetapi itu ancaman. Intervensi pada proses pembangunan sangat sulit dihindari. Namanya saja swakelola, tetapi kendalinya dari pihak tertentu. Akan ada pihak ke-3  yang akan mengerjakan pembangunan sesuai selerahnya. Biasanya juknis atau spek akan diabaikan karena keuntungan sudah pasti menjadi incaran. Akibatnya, saat pemeriksaan temuan-temuan sering berceceran. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun