Mohon tunggu...
Gordi Afri
Gordi Afri Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Alumnus STF Driyarkara, Jakarta, 2012. Sekarang tinggal di Yogyakarta. Simak pengalamannya di http://gordyafri.blogspot.com dan http://gordyafri2011.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jari yang Sakti dan Jari yang Angkuh

8 Oktober 2012   03:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:06 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pernahkah kita memerhatikan kelima jari kita? Bagi yang hobi merawat kuku di tangan pasti sering memerhatikan jari. Yang lain boleh jadi jarang memerhatikan. Tetapi paling tidak kita mencuci tangan kita saat tangan itu kotor. Dengan itu, kita juga memerhatikan kebersihan jari-jari kita.

Jari telunjuk biasanya kita gunakan untuk menunjuk orang, benda tertentu, arah tertentu, pohon tertentu, dan sebagainya. Intinya dia berfungsi sebagai penunjuk. Lebih dari penunjuk, jari itu juga melambangkan kesaktian kita. Engkau…kau..kamu…diucapkan dengan nada keras sambil menunjuk orang lain.

Ini tanda bahwa kita berkuasa atas orang yang kita tunjuk. Kita lebih benar dari orang yang ditunjuk. Dalam memerintah kadang-kadang jari ini juga berfungsi untuk menunjuk bawahan.

Tetapi satu jari tak bisa sebanding dengan empat jari lain. Ada yang mengatakan satu jari untuk orang lain dan empat jari untuk diri sendiri. Kalimat ini bisa ditafsirkan dengan dua hal.

Pertama, positif. Satu jari mau menunjukkan perhatian kita kepada orang lain. Tetapi empat jari menjadi rambu-rambu bagi kita sebelum menunjuk orang lain. Lihatlah diri sendiri sebelum mengoreksi orang lain. Perintahlah diri sendiri sebelum memerintah orang lain. Empat jari ini mengingatkan kita sebelum satu jari kita mengingatkan orang lain.

Kedua, negatif. Satu jari menunjukkan kesaktian kita pada orang lain. Menunjuk yang lain berarti kita yang berkuasa atas dia. Tetapi pantaskah kita berkuasa atas dia? Bukankah kita sama-sama dan sederajat? Tidak ada yang berkuasa dan tidak yang dikuasai. Sementara empat jari yang lain menunjukkan keangkuhan kita. Ini bisa dilihat ketika kita menunjuk dengan satu jari terbuka sedangkan empat jari lain mengepal/ tertutup. Hanya satu yang kita berikan pada yang lain, hanya satu yang membuat kita menerima yang lain, sedangkan empatnya kita tutup dan hanya dinikmati sendiri.

Sungguh malangnya jika tafsiran kedua ini yang diterapkan. Apa jadinya nanti jika satu untuk kamu dan empat untuk aku. Egoisnya hidup ini. apa salahnya satu untuk aku dan satu untuk kamu? Apa ruginya jika empat untuk aku dan empat untuk aku? Apakah tidak lebih baik jika lima untuk aku dan lima untuk kamu?

Andai hujan dibagi-bagi kepada setiap orang siapakah yang mendapat banyak? Sayangnya hujan tidak mengenal manusia. Semuanya akan terkena basahnya. Demikian juga dengan matahari yang tidak memilih manusia sesuai kebaikan dan keburukannya. Yang baik yang buruk ia sinari. Semoga terangnya matahari menerangi hati kita semua dan semoga segarnya air hujan menyegarkan hati kita semua.

-----------

Obrolan pagi

PA, 8/10/2012

Gordi Afri

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun