Mohon tunggu...
opa siswanto
opa siswanto Mohon Tunggu... -

banyak 'merenung' biar tdk merasa tua...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Logika 'Hukum' Sepakbola Indonesia

5 Januari 2012   15:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:17 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salahsatu cabang olahraga yang sudah berumur ratusan tahun, dengan jumlah penggemar yang hampir sama dengan jumlah penduduk bumi, maka tidaklah heran jika Sepakbola tidak pernah sepi untuk diperbincangkan, tidak pernah 'libur' untuk digunjingkan dan selalu 'seksi' untuk jadi bahan pro-kontra media. Demikian pula Per-sepakbola-an nasional sampai hari ini menjadi salah satu 'bahan-bakar' media dan yang bikin ramai obrolan-obrolan warkop, angkringan sampai cafe-cafe kaum urban. Lebih-lebih organisasi induk sepakbola nasional yang tidak kunjung 'tentram' sejak awal 2011 sampai awal 2012 masih saja mempermasalahkan hal yang sama, sehingga wajar ada istilah SEPAKBOLA NASIONAL "ramai masalah, sepi prestasi". PSSI "persatuan sepakbola seluruh indonesia", salah satu induk olahraga tertua di negeri ini, bahkan usia-nya lebih tua dibandingkan negeri ini. Karena kelahiran PSSI lebih dulu dibandingkan lahirnya NKRI, lahir di Yogyakarta tahun 1930. Hal inilah yang melandasi pendapat salahsatu pakar hukum olahraga di Indonesia, bahwa "Sepakbola tidak pernah diciptakan oleh negara. Sepakbola adalah milik komunitas masyarakat (dunia), yaitu FIFA". FIFA sebagai induk olahraga sepakbola dan sekaligus satu-satunya pemilik sepakbola, memiliki anggota 208 negara, melebihi jumlah anggota PBB. Sedangkan, suatu permainan disebut sebagai pertandingan sepakbola apabila sepakbola itu dimainkan berdasarkan the Laws of the Game. Artinya, tanpa the laws of the game, permainan/pertandingan/kompetisi tersebut walaupun dimainkan di lapangan sepakbola tidak dapat disebut sebagai pertandingan Sepakbola. Inilah logika pertama dan yang utama atas 'hukum' Sepakbola yang berlaku secara universal di seluruh dunia. 'Hukum' utama dan logika inilah yang dipakai dan diturunkan di Indonesia melalui PSSI (selaku satu-satunya induk olahraga sepakbola di Indonesia), dan sudah berlaku puluhan tahun sejak PSSI berdiri. Sejak tahun 2009 PSSI telah meng-kodifikasi aturan yang paling mendasar dalam mengatur per-sepakbola-an nasional melalui STATUTA PSSI yang telah di-sahkan oleh FIFA selaku pemilik sepakbola dunia. Dalam STATUTA PSSI tersebut semuanya telah diatur termasuk hierarki 'hukum' di PSSI yang berlaku mutlak bagi pelaku, badan dan pihak yang terkait dan melibatkan dirinya dalam dunia persepakbolaan nasional.

1325775850976248668
1325775850976248668
STATUTA PSSI ini sejak tahun 2009 sampai sekarang belum pernah di-amandemen atau diganti, artinya sampai sekarang PSSI masih berlandaskan dan berdasarkan pada STATUTA PSSI yang lahir pada era rezim Nurdin Halid. Berikutnya adalah karena STATUTA PSSI tidak menuliskan atau membicarakan detil pelaksanaan kompetisi baik profesional maupun amatir, maka dibuatlah Peraturan Organisasi (PO) tentang Kompetisi, kalau di pemerintahan PO ini sejajar dengan Undang-Undang (UU) sedangkan STATUTA sejajar dengan UUD 1945. PO Kompetisi yang masih berlaku sampai sekarang adalah PO Kompetisi yang diterbitkan pada tahun 2009.
13257761761509469291
13257761761509469291
Mulai disinilah muncul-nya silang-sengkarut antara PSSI selaku induk-semang sepakbola nasional dengan klub-klub baik profesional maupun amatir selaku anggota PSSI. Berdasarkan PO Kompetisi tahun 2009 tersebut yang masih sah berlaku inilah yang dijadikan dasar oleh sebagian besar anggota-anggota PSSI (anak-anak PSSI) untuk mengingatkan 'bapak-nya' (PSSI) untuk kembali kepada aturan perundangan yang masih berlaku.
1325776438430021844
1325776438430021844
Silang-pendapat, perbedaan logika-pikir dan ketidak-mauan saling memahami antara kedua belah pihak (bapak-anak) inilah yang membawa suporter, penggemar sepakbola dan masyarakat umum ikut-ikutan 'ribut' di media online, dan sayang-nya ada beberapa pihak yang sengaja atau memang 'menjebakkan' dirinya seolah-olah keributan ini adalah masalah politik-praktis, perebutan pengaruh untuk 2014, perang-gengsi antara Bakrie vs Panigoro, Status-quo vs Pro-perubahan, rezim NH vs DJA, padahal akar masalah-nya bukan semua itu. Akar permasalahannya adalah bagaimana Logika 'hukum' Sepakbola antara anggota PSSI (mayoritas) dengan Pengurus PSSI (tingkat pusat) yang berbeda, dan anggota PSSI ini selaku 'anak' bermaksud mengingatkan PSSI selaku 'bapak' untuk kembali pada peraturan yang masih berlaku. Dan jika peraturan-peraturan lama tersebut sudah tidak pas, tidak sesuai dan tidak mendukung prestasi sepakbola nasional maka tidak ada salahnya untuk di-ubah, diganti atau di-hanguskan, tetapi dengan cara yang 'konstitusional' dan taat 'hukum', dengan jalan yang sah yaitu melalui kongres selaku BADAN TERTINGGI di PSSI. Dan kekisruhan PSSI sekarang ini jangan di-lokalisir atau dikecilkan menjadi masalah politik, gengsi Bakrie vs Panigoro, atau yang lainnya (ada beberapa pihak yang sengaja mengangkat isu-isu tersebut), sehingga masalah sebenarnya tidak ter-sampaikan kepada publik secara baik. Karena Sepakbola terlalu kecil jika dan hanya jika menjadi urusan-nya bakrie atau panigoro, atau hanya urusan rebutan kekuasaan antara rezim NH dengan Djohar Arifin Husin, sekali lagi bukan.... Sepakbola adalah laboratorium-mini untuk mendidik bangsa ini lebih beradab, taat hukum dan berkompetisi dengan sehat. Salam olahraga, salam persahabatan, salam taat hukum untuk perdamaian...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun