Mohon tunggu...
12013Y
12013Y Mohon Tunggu... Seniman - Fresh Graduate

Real person trying to be more real by seeing reality as real as possible.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kejujuran Kemiskinan: Rasakan, Baru Bicara!

24 Mei 2019   09:04 Diperbarui: 24 Mei 2019   09:17 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku benci miskin, hidup melarat tidak bisa nikmat. Aku tidak bisa terus seperti ini menjadi orang yang tak dihiraukan, orang yang takdirnya di nomor duakan. Harus bersusah-susah dahulu baru bisa makan rendang, harus bersusah-susah dahulu baru bisa kenyang, harus bersusah-susah dahulu baru bisa tidur tenang, harus bersusah-susah dahulu baru bisa sedikit senang.

Aku benci miskin, tak bisa jalan-jalan keliling dunia, tidak bisa melihat Eiffel-nya Paris, Liberty-nya Newyork, Bigbang-nya London. Setiap hari hanya Monas dan Pancoran saja yang ada di depan mata, menikmatinya pun sambil mengais kotak sampah.

Aku benci miskin, tak bisa mengenakan seragam sekolah seperti mereka, tak bisa menikmati rasa kantuk saat guru menjelaskan, merasakan asyik dan serunya bolos, merajut cinta dengan teman sekelas, mengejar-ngejar bidadari sekolah, sakitnya dijewer kepala sekolah, pusing tengah malam karena PR, dan semua kisah-kisah mengagumkan yang hanya bisa kubayangkan sambil mendengarkan mereka bercerita.

Aku benci miskin, tak bisa berkeliling kota naik mobil mewah, duduk santai di belakang sambil membaca Koran dan menikmati secangkir kopi. Hanya menyebutkan nama tempatnya dan biarkan supir yang bekerja. Di hari-hariku hanya gerobak tua berisi barang-barang bekas yang selalu menemani, itupun tidak kunaiki, kudorong dengan kekuatan manual dan merasakan pegalnya kaki.

Aku benci miskin, tak bisa menikmati hidup tenang, setiap hari harus berlari kesana-kemari menghindari rentenir penagih hutang, bersama dua bodyguard kekarnya di kanan dan kiri, tak akan ada yang berani menghadapi.

Aku benci miskin, kesejahteraan hanyalah angan, janji-janji pemerintah tak akan pernah diwujudkan, bosan dengan bualan pejabat partai yang selalu menggunakan nama kami "rakyat miskin" untuk menarik simpati, dan meninggalkan kami "rakyat miskin" saat sudah bergaji.

Aku benci miskin, aku sangat benci miskin. Oleh sebab itu aku akan berusaha menjadi kaya raya, membuat hidup ini lebih bahagia, merasakan nikmatnya menjadi manusia sesungguhnya, menjadi subjek bukan objek, menjadikan sejahtera itu ada nyatanya.

Mereka bilang uang bukan segalanya tapi sekarang segalanya butuh uang, mereka bilang uang tidak menjamin hidupmu bahagia tapi dengan uang kebahagiaan lebih terjamin nyatanya. Masa bodoh dengan ucapan-ucapan 'bijak' itu. Uang seperti gerbang surga bagiku. Silahkan utarakan kalimat 'palsu' seperti itu, tapi rasakan dulu seperti apa hidupku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun