Pernahkah kau sadari jika kita sering terlalu terburu-buru. Berada di bawah tekanan yang kita ciptakan sendiri. Cemas, takut, dan gelisah atas sesuatu yang ternyata hanya ada dalam bayangan. Sibuk mempersiapkan segala sesuatu yang terkadang tidak perlu, hanya fokus pada satu tujuan akhir dan melupakan jalan menuju akhir. Kita sering bertingkah seperti pelari , meskipun mencapai garis finish, ia tak menikmati indah pemandangan di  sepanjang perjalanan.
Kodir namanya, salah satu temanku, satu-satunya pelari yang tidak mempedulikan garis finish, "garis finish tidak akan pernah lari, dia diam di tempat, berlari saja dengan santai, nanti akan sampai dengan sendirinya" jawabnya saat ditanya mengapa.
Aku iri padanya, dia adalah satu-satunya orang yang masih bisa menikmati serunya pertandingan el-Clasico saat kami semua sibuk di kamar menghafal rumus matematika. Satu-satunya orang yang masih bisa bertelepon mesra dengan pacar saat kami semua sibuk menulis contekan di kertas buram.Â
Satu-satunya orang yang sempat menikmati bakso Pak Kasir yang terkenal itu saat kami semua sibuk mencari bahan untuk menulis esai di warnet. Satu-satunya orang yang bangun di sepertiga malam menghadap Tuhan saat kami semua tidur kelelahan.
Dia bukanlah anak yang paling pintar di kelas, kami semua berada di level yang sama, orang-orang terpilih dari setiap penjuru Indonesia untuk mencari ilmu di ibukota dengan biaya dari Negara. Namun anehnya nilainya selalu di atas rata-rata.
"Apa rahasianya?" aku suatu hari bertanya.
"Tidak ada, santai saja."
"Maksudnya?", ia diam sejenak menyeruput kopi hangatnya mengusir udara malam yang dingin sambil menatap jalanan yang dipenuhi kendaraan.
"Kau tahu kalian seperti budak, bekerja selalu tak kenal waktu. Hidup selalu terburu-buru dan terlalu khawatir atas segala sesuatu."
"Hahaha!, omong kosong, atas dasar apa?" aku menghinanya.
"Jangan pura-pura tidak tahu, kau sendiri merasakannya" Kodir tersenyum.