Mohon tunggu...
Sugiman W
Sugiman W Mohon Tunggu... Buruh - Saya

Menulis "sesuatu" di Jogja. Sudah jarang nulis di sini.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pertama Kali ke Restoran Jepang: Nagoya Fusion

18 Agustus 2017   10:09 Diperbarui: 21 Agustus 2017   16:17 3757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebutkan nama masakan Jepang yang terlintas dalam pikiran? Ramen dan sushi, itulah jawaban saya yang hanya bisa melihat di film kartun, komik, manga, atau program televisi edisi JKT48 jalan-jalan ke Jepang. Banyak restoran masakan Jepang berdiri, melihat tempatnya saya selalu mengernyitkan dahi, menafsirkan kalau saya tidak cocok dengan suasananya. Maklumlah saya generasi tua yang lebih suka menghabiskan waktu di rumah.

Beberapa kali mengikuti event disugati box masakan Jepang tapi tidak tahu namanya. Meskipun eneg tapi selalu habis karena lapar :). Pernah juga disugati kotak snack berini origami yang dibungkus dengan rumput laut berwarna hijau, saat itu tidak tahu nama dan cara makannya sehingga rumput lautnya dibuang karena dikira plastik. Saya melakukan itu karena mengikuti mayoritas hadirin :), ternyata sama-sama tidak tahu.

Keingintahuan tentang masakan Jepang membuat saya tertarik tawaran Kompasianer Jogja, bertandang ke Nagoya Japanese Fusion Resto di Jalan Prof. Dr. Sarjito 11 Yogyakarta pada hari Sabtu 12 Agustus 2017 lalu. Menempati komplek pertokoan Dea, sebelah utara jembatan Kali Code Jetis atau selatan bimbel Neutron. Saya jadi teringat ketika puluhan tahun lalu, bersama teman satu kelas selalu  fotokopi di Fotokopi Dea, tempatnya belum disekat untuk pertokoan seperti sekarang. Nagoya Japanese Fusion Resto ini di samping Dea fotokopi.

Ketika masuk ke Nagoya, sudah terjejer rapi 6 meja sebaris menyambut 12 Kompasianer Jogja. Resto yang berdiri sejak 8 Mei 2010 ini mampu menampung 32 tamu. Sengaja datang lebih awal dari perjanjian, untuk lebih mengenal tempat ini. Sebagian yang telah hadir melihat-lihat daftar menu sambil sesekali memotret untuk kenarsisan di media sosial. Saat duduk di pojokan, mata saya tertuju pada selembar kertas yang tertempel di dinding berwarna merah; level pedas dari 1-10. Kepedasan yang setara 1 sendok makan cabe hanya Rp. 0,5K per level, dimulai level 1-5. Level 5 ke atas, tingkat kepedasan naik per Rp. 1K.

Dokpri.
Dokpri.
Daftar menu di meja saya baca, ada 39 menu masakan Jepang beserta gambar dan keterangan singkat; agar tamu dapat membayangkan seperti apa masakan setelah dihidangkan. Otak berputar cepat, kira-kira mau makan apa ya? Pertanyaan saya ajukan pada teman-teman, mereka pesan apa? Sama saja ternyata, mereka belum juga menentukan pilihan.

Dokpri.
Dokpri.
Lihat daftar harganya, kok harganya tidak semahal yang terbayang? Hanya Rp 13K-22K seporsi dan sudah bisa membuat perut kenyang. Mangkuk putih khusus untuk Ramen berukuran jumbo, 3 kali lipat mangkuk yang biasa untuk kuah bakso.

Dokpri.
Dokpri.
Di tengah kegalauan, saya perhatikan kertas kuning terselip di antara tempat sendok-garpu-sumpit. Saya ambil dan baca; Ouuuhh.. Paket Hemat! Selain 39 menu standar, David Cahyanto; pemilik Nagoya Japanese Fusion Resto menyelipkan paket hemat. Paket Ramen Rp. 20K, Paket Nasi Rp. 20K, Paket Duo Rp. 45K,  Paket Kuartet Rp. 75K, serta Paket Lunch Box Rp. 15K.

Dokpri.
Dokpri.
Daripada kebingungan, mendingan saya pilih salah satu paket hemat, lebih simpel. Ketika hendak menuliskan menu, menurut Pak David masakan telah dimasak dan siap dihidangkan. Bersyukur tidak perlu menulis menu, karena ini pertama kalinya masuk restoran Jepang.

Mangkuk-mangkuk besar keluar, disusul mangkuk sedang, dan piring. Hidangan yang tersaji sesuai gambar di menu, tinggal dicocokkan namanya apa saja. Mangkuk putih besar tentulah ramen, mangkuk  sedang dengan menu ramen dan udon, dan yang disajikan dalam piring adalah sushi dan katsu.

Saya kemudian ambil salah satu yang dihidangkan dalam piring; Yasai ramen. Menu ini adalah ramen dengan isi daging ayam, saus kental, dan sayuran. Istilah orang Indonesia adalah mie goreng, tapi ramen memiliki ciri khusus yaitu lurus dan tidak keriting.

Dokpri.
Dokpri.
Yasai ramen sudah diaduk-aduk teman untuk dipotret, sehingga tidak bisa mencicipi sausnya saja. Daun brokoli, kapri, tomat, ketimun, dan selada satu-persatu masuk ke mulut saya. Terkesan aneh, kenapa sayuran dimakan dahulu sebelum ramen. Sebenarnya itu latihan menggunakan sumpit, sebelum mengambil yang lebih kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun