Mohon tunggu...
rachmawati saeful
rachmawati saeful Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Artikel Berita KKN Tematik UPI 2021

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Refleksi Diri - Perjalanan Pendidikan Nasional - Melepas Belenggu Pada Praktik Pendidikan

18 Desember 2022   16:07 Diperbarui: 18 Desember 2022   17:40 4446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KONEKSI ANTAR MATERI - PPG UNPAS GELOMBANG 2 - RACHMAWATI SAEFUL - PGSD A/1

Perjalanan Pendidikan Nasional dari sebelum kemerdekaan sampai sesudah kemerdekaan bahkan hingga saat ini sangat banyak mengalami perubahan mulai dari kurikulum, RPP, model pendidikan, tujuan pendidikan, dan kebijakan-kebijakan lainnya termasuk program evaluasi peserta didik yang sebelumnya Ujian Nasonal (UN) diganti menjadi Asesmen Nasional (AN). Transformasi pendidikan yang sedang digencarkan saat ini lebih fokus pada landasan pendidikan yang digagas oleh pelopor pendidikan yaitu "Ki Hadjar Dewantara". Berbeda halnya dengan kondisi pendidikan Indonesia sebelum kemerdekaan karena yang melatarbelakangi adanya sekolah adalah negara penjajah sehingga peraturan-peraturannya dibuat oleh negara sekutu.

Pendidikan saat sebelum kemerdekaan sangat tidak memanusiakan manusia. Pasalnya, sekolah didirikan bukan untuk kepentingan rakyat tetapi untuk kepentingan sekutu. Pendidikan sebelum kemerdekaan dengan sekolah bumiputera yang hanya tiga kelas tersebut tidak memerdekakan rakyat Indonesia karena hanya mendidik calon pegawai untuk dipekerjakan oleh negara sekutu. Pembelajarannya hanya membaca, menulis, dan menghitung. Hanya sekedar mengenal angka dan huruf. Sekolah sebelum kemerdekaan ditujukan untuk mendidik orang-orang pembantu dalam mendukung usaha dagang negara sekutu. Disamping hal negatif tersebut ada dampak positif dari pendidikan yang diberikan Belanda yaitu masyarakat Indonesia dapat belajar membaca dan menghitung serta terbentuknya Lembaga pendidikan di Indonesia yang dibangun oleh tokoh-tokoh pendidikan. Tokoh tersebut seperti Ki Hajar Dewantara, Budi Utomo, R.A Kartini, dan tokoh-tokoh seperjuangan yang lain. Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa pendidikan yang ada pada masa kolonial tidak mencerdaskan, melainkan mendidik manusia untuk tergantung pada nasib, bersikap pasif, dan bahkan tidak membebaskan Indonesia untuk mengenalkan budaya Indonesia karena dianggap membahayakan negara sekutu. Sedangkan Ki Hadjar Dewantara mempunyai cita-cita ingin memerdekakan peserta didik yang tidak mengekor pada peraturan dan kebudayaan bangsa lain. Merdeka disini berarti membebaskan peserta didik mengembangkan potensi sesuai minat dan bakat serta kodratnya. Adapun pembelajarannya ditujukan bukan hanya membangun intelektual tetapi juga karakter siswa dan mengenalkan kebudayaan Indonesia.

Maka dari itu, Pada tanggal 3 Juli tahun 1922 Ki Hadjar Dewantara mendirikan sekolah bernama "Taman Siswa". Tujuan didirikannya sekolah tersebut untuk melepas belenggu pendidikan zaman kolonial dan melawan sistem pendidikan kolonial yang saat itu tidak sesuai dengan semangat bangsa Indonesia. Pergerakan itu dilakukan untuk mencapai cita-cita membangun manusia Indonesia yang berkarakter (Sukri, 2016). Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara yaitu daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Metode pembelajaran di Taman Siswa mengacu pada konsep "Sistem Among" yang menempatkan guru sebagai penuntun untuk membantu anak menemukan arah perkembangannya (Sularto, 2016). Namun, kenyataannya pendidikan Indonesia masih membelenggu.

Strategi yang dapat digunakan untuk melepaskan belenggu menurut Ki Hadjar Dewantara adalah Pendidikan yang "humanis". Proses humanisasi ini adalah proses pembebasan, yaitu pembebasan manusia dari belenggu struktur sosial, hegemoni kekuasaan, cara pikir yang salah, doktrin tertentu, dsb. (Sukirman, 2020). Gunakan model pendidikan yang cocok dengan tujuan memerdekakan peserta didik seperti model pendidikan pribadi atau interaksional (Muktiana, 2010). Ki Hajar Dewantara juga melibatkan "Tri Pusat pendidikan" yang satu sama lain saling berkaitan yaitu pendidikan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga hal ini sangat berpengaruh dalam membentuk watak dan kepribadian anak dan melahirkan calon pemimpin bangsa yang berkarakter ing ngarsa sung tuladha (dimuka memberi contoh), ing madya mangun karsa (di tengah membangun cita-cita), dan tut wuri handayani (mengikuti dan mendukungnya) (Zuriatin, 2021).

Praktik pendidikan yang belenggu lebih mengedepankan kepentingan guru karena tuntutan, namun tidak mengedepankan peserta didiknya yang ingin berkembang sesuai minat dan bakatnya. Oleh karena itu, digencarkannya program Merdeka Belajar menjadi salah satu cara melepas belenggu pendidikan Indonesia saat ini. Kemdikbud mulai merombak praktik-praktik pembelajaran yang masih membelenggu para guru salah satunya lewat program Asesmen Nasional (AN) yang tujuannya untuk melangkah lebih jauh memberikan umpan balik ke tiap sekolah dan dinas pendidikan di semua daerah tentang kondisi kualitas layanan pendidikan. Siswa diberi kebebasan mengekspresikan kemampuannya dalam materi pembelajaran sehingga potensi-potensi peserta didik dapat berkembang. Sehingga esensi pendidikan yang "humanis" tidak akan hilang. 

Setelah melakukan refleksi, dapat disimpulkan bahwa menjadi seorang pendidik yang mengacu pada sistem among yaitu "Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani", juga harus mampu menjadi pendidik yang memahami apa tujuan ingin menjadi seorang guru. Guru yang baik harus berpihak pada siswa yaitu dengan cara memahami karakteristik peserta didik, tidak membuat peserta didiknya terlalu fokus pada pencapaian KKM karena akan membahayakan kesehatan mentalnya. Saatnya peserta didik untuk belajar sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman yang sesuai dengan praktik pembelajaran. Terakhir, tidak lupa untuk mempersiapkan perencanaan pembelajaran dengan baik dan matang supaya pelaksanaan pembelajaran tersampaikan secara maksimal dan mencapai tujuan pembelajaran yang sebenarnya. Jika pendidik dapat memegang strategi pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara yaitu pendidikan yang "humanis", mengacu pada "sistem among", dan memperhatikan "tri pusat pendidikan" maka tidak menutup kemungkinan pendidik akan melahirkan peserta didik yang berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

Muktiana, N. (2010). Teori Pendidikan. Islam, 1. http://nisamuktiana.blogs.uny.ac.id/wp-content/uploads/sites/2010/2015/10/TEORI-PENDIDIKAN.pdf

Sugiarta, I. M., Mardana, I. B. P., Adiarta, A., & Artanayasa, W. (2019). Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara (Tokoh Timur). Jurnal Filsafat Indonesia, 2(3), 124. https://doi.org/10.23887/jfi.v2i3.22187

Sukirman. (2020). Teori, model, dan sistem pendidikan. Palopo: Lembaga Penerbit Kampus IAIN Palopo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun