Mohon tunggu...
Amandanylaa
Amandanylaa Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Aku siswa kelas 12

Mengamati, menulis, merangkai, langkah menemukan keindahan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Berkelana

19 September 2022   20:07 Diperbarui: 19 September 2022   20:09 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kota Palembang adalah tempat yang pernah aku pijak untuk beberapa tahun. Saat berusia 5 tahun, ayah dan bunda membawa ku meninggalkan kota kembang yang indah ini. Bus adalah kendaraan yang membawa kami pergi meninggalkan kota ini. Hmm... Sekarang aku berfikir, mengapa bunda dan ayah tidak membawa ku menggunakan pesawat. Apakah Palembang belum memiliki bandara?. Namun nasi sudah jadi bubur, aku pun tidak bisa mengulang kembali kejadian itu. Sawah, burung, gunung, laut, bahkan jalanan berlubang yang menemani kami selama Perjalanan. Kami tidak hanya menaiki bus tetapi kami Juga menaiki kapal yang bisa membawa banyak bus, truk, dan mobil. Sudah menjadi kebiasaan banyak orang jika ingin berpergian jauh/mudik mereka berbekalan Pop mie sebagai makanan yang praktis dan simple. Begitupula dengan kami, bunda menyeduh Pop mie untuk ayah dan aku, lalu kami makan bersama dengan pemandangan Laut, ombak, dan langit biru yang sangat indah. Hampir kurang lebih satu hari full kami dalam perjalanan, akhirnya sampai di rumah tempat ayah tinggal saat masih merantau di Palembang sendiri.

Satu tahun berlalu, aku belajar menghitung angka yang lebih sulit daripada 1+1. Ya, aku sudah duduk di bangku kayu dengan seragam merah putih, tepatnya kelas 1 SD. Sekolah ku merupakan tempat bunda mengajar, bisa dibilang aku anak guru. Namun itu tidak berpengaruh terhadap nilai ku. Aku bisa mendapat rangking 2 saat kelas 1 dan 2 dengan usaha ku sendiri. 4 tahun selanjutnya nilai ku seperti perosotan. Namanya juga hidup, kadang diatas kadang dibawah. 2016 datang dan perpisahan pun tiba. Hari yang akan terukir di dalam hati dan tidak akan hilang seperti menulis di air. Seluruh siswa dan siswi kelas 6 menggunakan pakaian merah putih lengkap dominan memenuhi ruangan. Suara tarian sambutan, kata-kata perpisahan, lagu kemesraan, dan rintih tangisan bercampur dalam satu rasa. Sedih meninggalkan banyak kenangan, senang sudah mendapat banyak pelajaran, dengan guru yang teladan, dan teman yang setia kawan.

Saat acara dimulai ku pandangi seluruh isi gedung, melihat dengan teliti bagian demi bagian, mencari sosok orang tinggi, berkumis tipis, hidung mancung, dan berkulit sawo matang. Namun ternyata yang dicari tidak ketemu batang hidungnya. Sedih rasanya jika hanya bunda saja yang bisa mendampingi saat acara perpisahanku. Aku pikir ayah akan tiba-tiba sampai ke gedung untuk memberi surprise, kenyataannya ia tidak bisa hadir untuk mendampingiku. Namun aku mengerti, ayah sedang sibuk di Bandung untuk mengurus surat perpindahan kerja dari Palembang untuk balik lagi ke kota kembang. Kami memang sudah berencana, setelah aku lulus SD kami akan pindah lagi ke kota Bandung supaya tidak jauh dari kakek dan nenek, karena mereka sudah tua dan butuh perhatian.

Seminggu setelah perpisahan, bunda sudah mengemas semua kebutuhan yang akan dibawa ke Bandung. Tiba tiba satu truk besar datang menghampiri rumahku, aku terkejut.

"ngapo ado trek kesini bun?" ucapku kepada bunda dengan menggunakan bahasa Palembang. 

"buat anter barang berat cak lemari piring, motor, kasur, banyak yang laen jugo" jawab bunda.

Barang-barang yang ada di rumahku tidak semuanya dibawa, tetapi sebagian barang dikasihkan kepada tetangga yang membutuhkan. Dan di hari itu juga ayah pulang menemui kami dengan roti Vallen kesukaanku. Namun besoknya aku dan ayah sudah harus pergi meninggalkan Palembang dengan waktu yang mungkin jika kembali akan dinamakan liburan bukan merantau lagi. Bunda tidak bisa berangkat bersama dengan kami, karena bunda juga harus mengurus surat perpindahan mengajar. Setelah pamit dengan bunda kami pergi menuju bandara Sultan Mahmud Badaruddin II menggunakan taxi. Dengan sangat berat hati kami akan meninggalkan kota Pempek. Sambil menunggu, aku mengajak ayah untuk membeli roti boy kesukaanku.

"teh yang keju kan?" Tanya ayah kepadaku.

Aku menjawab "iya dong yah kaya biasa".

 Namun ternyata saat kami membeli roti panggilan untuk pesawat yang akan dinaiki sudah siap untuk landas. Akhirnya kami bergegas dan roti hanya bisa dimakan di pesawat. Menggunakan seat belt merupakan salah satu syarat agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Hanya awan yang bisa kupandangi dari balik jendela, dengan roti di tangan aku berfikir, apakah aku bisa kembali ke Palembang lagi suatu hari nanti?. Aku yakin aku akan rindu dengan rasa pempek, mie celor, dan es kacang merah. Rasa pempek bagaikan rasa yang tidak akan pernah hilang dalam lidah, apalagi makannya di dalam perahu yang sedang berjalan melewati jembatan Ampera. Ternyata semua itu mimpi saat aku sedang tertidur di pesawat. Lama sekali tidur hingga ternyata aku telah sampai di rumah nenek. Dulu untuk pergi ke Bandung hanya bisa setahun sekali, yaitu saat menjelang lebaran. Karena di hari biasa bunda dan ayah sibuk bekerja, sedangkan aku sibuk menuntut ilmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun